Proyek pembangunan monorel kembali mandek. PeÂnyebabnya, pihak PT Jakarta Monorail (JM) ingin memÂbangun depo monorel di dua lokasi, yaitu di Tanah Abang dan Setiabudi. Namun, rencana ini ditolak Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Alasannya, konstruksi bangunan depo dapat membaÂhayakan. Terutama jika depo monorel dibangun di atas Waduk Setiabudi, yang dikhawatirkan akan menyebabkan banjir. Ahok menyatakan, penggunaan ruang di atas area kanal banjir harus mendapat izin dari Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (Kemen PU-Pera). NaÂmun, Kemen PU-Pera menilai, tidak memungkinkan jika depo dibangun di atas waduk.
Bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), lanjutnya, juga menyarankan hal yang sama. Presiden, kata Ahok, menyatakan, advice dari Kementerian PU, tidak mungkin membangun depo di atas Waduk Setiabudi.
Ada undang-undang yang namanya waduk atau kanal punya jarak sekian, tidak bisa ada banguÂnan di sekitarnya,†ujarnya.
Begitu pula dengan permintaan membangun depo bertepatan di titik putaran di Tanah Abang. Bekas Bupati Belitung Timur itu menganggap kepadatan lalulinÂtas sangat tinggi di daerah itu. Alhasil, tak bisa menggunakan banyak ruas jalan untuk mendiÂrikan penyangga.
Tapi pihak JM juga minta depo di Tanah Abang dan harus memakai pondasi satu ruas jalan. Saya nggak setuju kalau seperti itu. PT JM harus mencari alternatif jalur baru. Kalau depo baru di luar jalur, harus tender. Anda nggak punya hak lagi,†ujar bekas anggota DPR itu.
Pengadaan jalur baru dipastikan akan melalui tahap tender lagi. Pembangunan monorel telah dilakukan sejak Oktober 2013, namun belum ada pengerÂjaan lebih lanjut. Mencari lahan luas untuk pembangunan depo dia akui memang sulit. PembeÂbasan lahan juga jadi kendala utama dalam pembangunan di ibukota.
Selain itu, Ahok mengaku ragu PT JM bakal mampu mengerjakan monorel karena kekurangan modal. Sebab, PT JM tidak bisa memenuhi permintaan Pemprov DKI yang meminta jaminan bank sebesar 30 persen dari total investasi.
Tak satu pun bisa dia penuhi. Yakni soal jaminan bank, Tanah Abang dan Setiabudi. Kamu mau nggak BKT (Banjir Kanal Timur) jebol? Lapindo aja dibor bisa jeÂbol. Jaminan bank yang diminta DKI 30 persen, tapi PT JM mauÂnya 1 persen,†terangnya.
Dikatakan Ahok, posisi pemÂprov hanya sebagai wadah atau perantara. Dan dia tidak membeÂnarkan jika pihaknya dipersalahÂkan, apalagi diserang oleh PT JM. Pihak PT JM menyatakan akan menggugat Pemprov.
Kalau mau menggugat, yang janji ke kami kan dia. Kami hanya menyediakan tempat,†ujar Ahok.
Saat ini, lanjutnya, Pemprov sedang mempelajari surat unÂtuk dikirimkan ke PT JM dan menyiapkan pengacara sebagai antisipasi permainan oknum yang dinilai menghambat pemÂbangunan monorel.
Kami harus cari celah huÂkumnya. Jangan sampai karena permainan oknum, saya jadi dipenjara gara-gara menolak orang yang tidak mau membanÂgun monorel di Jakarta,†tegas Ahok.
Deputi Gubernur DKI BiÂdang Industri, Perdagangan dan Transportasi Soetanto SoeÂhodo menyatakan, desain yang diajukan PT JM masih jauh dari kata feasible (layak). PermohoÂnan pembangunan di dua titik itu, katanya, berisiko mendaÂtangkan masalah baru. Seperti depo di Tanah Abang, lanjutnya, dapat mengurangi lajur dan dampaknya, lalulintas di sekiÂtarnya akan semakin padat.
Menurut Tanto, PT JM belum dapat meyakinkan Pemprov terkait kemampuan finansialnya. Hal ini menjadi riskan, karena PT JM yang menjadi investor dan operator monorel mengandalkan bisnisnya sebesar 20 persen dari sisi penumpang dan 80 persen dari sisi properti. Sementara 5 persen dari nilai proyeknya pun hingga kini beÂlum terlihat.
Kita perlu melihat itu, kare- na ingin melihat mitra kita benar-benar bonafide dan bisa menyeÂlesaikan. Cuma kita kan lihat kelayakan. Kalau nggak bener kita ngeri juga. Akibatnya, bukan hanya tambah padat, tapi yang paling penting menambah titik konflik,†pungkasnya.
Politisi Kebon Sirih Dukung Dibatalin Saja Dorongan penolakan proyekPembangunan depo monorel juga datang dari poliÂtisi Kebon Sirih. Ketua Komisi D Pembangunan DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi meÂnyarankan, agar Pemprov DKI membatalkan proyek kerja sama pembangunan monorel dengan PT Jakarta Monorail (JM).
Menurutnya, PT JM belum mampu memenuhi syarat yang diajukan Pemprov hingga tengÂgang waktu yang ditetapkan sebelumnya, yakni pada September 2014, sudah lewat.
Mereka belum bisa meÂmenuhi syarat yang diminta, yakni menunjukkan bank gaÂransi senilai 5 persen dari total anggaran. Padahal, nilai tersebut merupakan jaminan bahwa peruÂsahaan mampu menyelesaikan pembangunan moda transportasi massal itu. Perusahaan juga seÂharusnya mampu menyertakan 30 persen dari modal mereka dalam bentuk fresh money,†jelas politisi Gerindra ini.
Semua persyaratan tersebut, ujarnya, bersifat wajib guna meÂmastikan proyek tak berhenti di tengah jalan karena perusahaan kehabisan modal. Sebab, proyek tersebut dibangun dengan mengandalkan perusahaan swasta sepenuhnya dan tanpa bertumpu pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI.
Artinya, Pemprov memperÂtaruhkan kelangsungan proyek tersebut pada PT Jakarta MonoÂrail. Pemerintah akan dicap telah membohongi masyarakat jika proyek tersebut mangkrak. Risikonya besar, pemerintah DKI akan jadi sasaran kemaraÂhan warga,†ingat Sanusi.
Selain membatalkan proyek itu, yakni melanjutkannya dengan menggunakan APBD seÂbagai sumber dana, kata Sanusi, opsi lain Pemprov bisa mengutus salah satu badan usaha miliknya dan bekerja sama dengan konÂtraktor swasta.
Pemerintah DKI juga bisa menÂgajukan permohonan pinjaman lunak kepada negara lain. SepÂerti mekanisme yang ditempuh PT Mass Rapid Transit Jakarta. Lebih terjamin,†ujarnya.
Pemprov DKI Jakarta telah memutuskan bahwa PT Jakarta Monorail (JM) tidak bisa melanÂjutkan proyek itu. Sejak proyek kembali dicanangkan GuberÂnur Joko Widodo pada 2013, sampai kini tak ada kelanjutan pembangunan sama sekali.
Ahok pun berencana meÂlayangkan surat pemberhentian proyek monorel kepada PT JM, tetapi masih mengkaji aspek hukumnya. ***