Berita

Bisnis

KPI: Pengusaha Manipulasi Bendera dan Awak Kapal Harus Ditindak Tegas

SELASA, 30 DESEMBER 2014 | 21:57 WIB | LAPORAN:

Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) mendesak pemerintah untuk menindak tegas pengusaha perikanan nasional yang memanipulasi bendera kapal dan awaknya. Tindakan yang sama juga perlu diberikan kepada perusahaan yang merekrut awak kapal atau manning agency tidak sesuai prosedur, sehingga banyak pelaut Indonesia menjadi korban human trafficking dan mendapat perlakuan buruk di luar negeri.

"Penggantian bendera kapal harus melalui proses yang ditentukan oleh pemerintah. Kalau dalam operasi penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia, kapal tiba-tiba mengganti bendera, itu merupakan manipulasi dan pelanggaran undang-undang yang harus ditindak tegas," kata Sekretaris Jenderal KPI Mathias Tambing di Jakarta, Selasa (30/12).

Mathias Tambing tidak mau menyebutkan pengusaha nasional yang melakukan manipulasi bendera kapal di tengah laut. Namun, penggantian bendera harus diikuti dengan ketentuan tentang pengawakan kapal.


Dikatakan, dalam melakukan penangkapan ikan di perairan Indonesia pengusaha nasional bisa bekerjasama dengan perusahaan asing. Namun dalam penggunaan bendera harus sesuai dengan ketentuan, karena menyangkut soal pengawakan kapal.

Berdasarkan undang-undang perikanan, kapal yang menggunakan bendera asing, jumlah awak kapalnya minimal 70 persen harus diisi oleh pelaut Indonesia. Namun, jika menggunakan bendera Indonesia, seluruh awak termasuk nakhodanya harus berkewarganegaraan Indonesia,” tegasnya.

Tapi dalam kenyataan di lapangan, ketentuan itu banyak dilanggar. Banyak kapal berbendera Indonesia tapi awaknya diisi  pelaut asing, antara lain dari Burma dan Vietnam, termasuk kapal perikanan yang dioperasikan pengusaha nasional.

"Pelanggaran ini harus ditindak tegas, karena menutup kesempatan kerja bagi pelaut lokal," tegasnya.

Selain itu, Mathias menilai maraknya kasus trafficking bagi pelaut Indonesia yang bekerja di kapal-kapal ikan asing. Salah satu contoh kasus penempatan pelaut Indonesia di kapal ikan berbendera Korea ‘FV Oryong 501’ yang tenggelam di perairan Rusia belum lama ini.

Dari 35 pelaut Indonesia yang menjadi awak kapal tersebut, ternyata hanya 6 orang yang dikirim sesuai prosedur. Sebagian besar (29 orang) justru dikirim tanpa prosedur, sehingga tingkat perlindungan dan kesejahteraannya jauh di bawah standar.

"Masih banyak kasus lainnya, termasuk korban trafficking di Selandia Baru, Trinidad & Tobago dan di Afrika Selatan, sehingga mereka dipulangkan ke Indonesia tanpa menikmati hasil kerjanya," bebernya.

Untuk itu, pemerintah harus segera menertibkan dan menindak tegas pengusaha nakal yang mengirim pelaut tanpa prosedur tersebut. Tanpa tindakan tegas, misalnya dengan membekukan atau mencabut izin operasional perusahaan, kasus-kasus yang merugikan pelaut terus berulang.

Menurut Sekjen KPI, kasus-kasus yang menimpa pelaut itu tidak akan terjadi jika dalam proses perekrutan dan penempatannya dilakukan sesuai prosedur yang ditentukan. Mereka harus memiliki dokumen kepelautan, antara lain buku pelaut dan menandatangani PKL (Perjanjian Kerja Laut) yang disahkan oleh instansi yang bertangggung jawab, serta mendapat perlindungan dan kesejahteraan yang jelas.

Sistem perlindungan dan kesejahteraan yang memadai, kata Mathias, hanya dapat diwujudkan melalui Collective Bargaining Agreement (CBA) atau PKB (Perjanjian Kerja Bersama) yang ditandatangani pemilik atau operator kapal dengan KPI. Pelaut yang bekerja di luar negeri, khususnya di kapal-kapal pesiar atau niaga, jarang menghadapi kasus karena mereka telah dilindungi oleh PKB.

Karena itu, pemerintah perlu mendorong para pengusaha kapal, khususnya di sektor perikanan, untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan terhadap awak kapal melalui CBA atau PKB.

Kita sudah menandatangani CBA dengan 132 perusahaan pelayaran internasional, tapi dengan perusahaan perikanan belum mencapai 10,” imbuhnya.

Terkait soal ini, KPI mendesak pemerintah segera menerapkan sistem satu atap dalam proses rekrut, penempatan dan perlindungan pelaut di luar negeri, seperti yang dilakukan POEA (Philipine Overseas Employer Administration) di Filipina. Lembaga satu atap ini perlu diterapkan di Indonesia, sehingga pelanggaran dalam proses penempatan dan perlindungan pelaut ke luar negeri dapat dicegah.

Di sisi lain, Mathias Tambing mengatakan, di tengah pemerintah gencar memberantas illegal fishing, keberadaan nelayan lokal perlu diberdayakan agar menjadi pelaut profesional.

Untuk itu, pemerintah daerah setempat perlu mendidik nelayan lokal mampu menjadi pelaut profesional di kapal-kapal ikan berbendera Indonesia berskala besar. Namun mereka harus mendapat kepastian perlindungan dan kesejahteraan yang memadai.

"Tingkat perlindungan dan kesejahteraan pelaut perikanan selama ini sangat buruk. Pemerintah harus segera memperbaiki kondisi ini, sehingga para pelaut perikanan ikut aktif pemberantasan illegal fishing," pungkasnya.[wid]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya