Berita

susilo b. yudhoyono/net

Bisnis

SBY: Mengerti Situasi Dunia, Saya Tidak Memberikan Angin Surga

KAMIS, 18 DESEMBER 2014 | 15:31 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Setelah menyindir menteri Kabinet Kerja pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang hobinya menyalahkan orang lain atas kelesuan ekonomi saat ini, presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), membagi pengalamannya dalam menangani krisis ekonomi selama 10 tahun jabatannya.

Ceramah panjang SBY ini ditulisnya dalam akun twitter dan facebook miliknya pada dinihari tadi (Kamis, 18/12).  

"Perihal tantangan yang tidak ringan terhadap ekonomi Indonesia, telah saya sampaikan setahun yang lalu, tepatnya Oktober 2013," buka SBY.


Sebagai Ketua APEC tahun 2013, ia pernah menyampaikan bahwa semua negara "emerging economies", termasuk Indonesia, akan menghadapi tantangan yang berat. Tantangan itu antara lain berupa pelambatan pertumbuhan, menurunnya nilai tukar, jatuhnya harga komoditas pertanian dan mineral.

"Bahkan saya sampaikan era dolar murah sudah usai. Saya perkirakan nilai tukar rupiah kita tahun 2014 tembus Rp 12.000 per 1 dolar AS," ungkap SBY mengingatkan.

SBY menegaskan tak pernah menjanjikan rupiah akan menguat bahkan di bawah Rp 10.000 per dolar AS. Hal itu karena ia tahu situasi ekonomi dunia. Ia jelaskan bahwa nilai tukar rupiah saat ini ditentukan oleh faktor "supply-demand", kebijakan moneter bank sentral AS dan juga spekulasi pasar.

Tekanan ekonomi ini ada yang sifatnya global akibat kebijakan Bank Sentral AS, turunnya pertumbuhan Tiongkok dan stagnasi ekonomi Eropa. Ada juga yang bersifat nasional, misalnya adanya defisit perdagangan dan anjloknya nilai ekspor kelapa sawit, batubara dan lainnya.

"Ekonomi kurang cerah di Tiongkok, Jepang dan Eropa bagaimanapun akan menurunkan peluang ekspor dan investasi di Indonesia. Itulah sebabnya selaku Presiden saya tetapkan pertumbuhan yang realistik sekitar 5-6 persen. Saya tahu situasi global, kawasan dan nasional," ungkapnya.

"Saya tidak memberikan 'angin surga', ekonomi kita akan tumbuh tinggi hingga 7 persen. Semua negara menurunkan angka pertumbuhannya," tegas SBY lagi, sembari mencontohkan pertumbuhan ekonomi Tiongkok hanya 7 persen dari biasanya 8-10 persen.

Pertumbuhan Tiongkok 7 persen itu berdampak negatif pada perdagangan dan investasi ke negara lain, termasuk Indonesia. [ald]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya