Berita

badan narkotik nasional

Wawancara

WAWANCARA

Komjen (Purn) Togar M Sianipar: BNN Perlu Konsep Jitu Agar Eksekusi Mati Kasus Narkotika Tak Salah Sasaran

KAMIS, 11 DESEMBER 2014 | 10:05 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Agenda Kejaksaan Agung (Kejagung) melaksanakan eksekusi terpidana mati kasus narkoba, menjadi tonggak sejarah dalam upaya mewujudkan cita-cita Indonesia bebas narkotika.

Optimalisasi peran Tim Asesmen Terpadu (TAT) mau tidak mau perlu diwujudkan,’’  te­gas bekas Kepala Pelaksana Ha­rian Ba­dan Narkotika Na­sional (Ka­lakhar-BNN) Komjen (Purn) Togar M Sianipar, ke­pa­da Rak­yat Mer­deka di Ja­karta, Selasa (9/12).

Walaupun dinilai sebagai ma­sa­lah politis, lanjut Wakil Ketua Umum Persatuan Purnawirawan (PP -Polri) itu, janganlah kiranya mem­­buat BNN berpasrah diri un­tuk ti­dak memperjuangkan de­ng­an gi­gih eksekusi para ter­pidana mati kasus nar­kotika yang sudah mem­­punyai ke­kuat­an hukum te­tap atau inkrach.


Selama hukuman mati masih dicantumkan dalam hukum po­sitif di Indonesia, tidak ada alas­an untuk menjadikan hal itu se­bagai kontroversi berkepanjang­an,’’ papar Togar.

Berikut kutipan selengkapnya:

Anda yakin eksekusi mati itu ada efeknya?
Saya meyakini, eksekusi huku­man mati yang diagendakan Ke­ja­gung, mampu  menimbulkan de­terrent effect (efek jera) bagi ma­raknya pe­r­e­daran dan penyalahgu­naan nar­kotika di Indonesia saat ini dan masa mendatang.  Maka­nya, BNN perlu mempu­nyai kon­sep jitu agar penerapan ek­sekusi mati pelaku penyalah­gu­naan narkotika tidak salah sa­saran.

Apalagi, data global saat ini menunjukkan kecenderu­ngan penurunan angka korban dan pe­candu narkotika. Namun di In­do­nesia angkanya justru me­nun­juk­kan trend kenaikan.

Apa pemicu trend kenaikan angka penyalahgunaan narko­tika di Indonesia?

Saya selalu mengemukakan beberapa faktor penyebab yang saling berkaitan.

Apa saja itu?
Pertama, letak geografis yang tidak jauh dari wilayah The Gol­den Triangle, The Golden Cres­sent, dan terbukanya hubungan lang­sung dengan wilayah The Golden Peacock.  Kedua, bentuk geografis yang terdiri dari  17.508 pulau, dengan 85.000 kilo meter Coastline.

Ketiga,  jumlah penduduk yang besar, terdiri dari  generasi muda 40 persen, faktor kemiskinan 17 per­sen, pengangguran 5,70 per­sen, lulusan perguruan tinggi  yang bekerja hanya 7,49 persen.

Keempat, penegakan hukum yang sangat lemah. Yang sudah inkrach hukuman mati ada 66 ter­pidana tapi belum satupun yang diekse­kusi sampai sekarang. Keli­ma, kompleknya masalah sosial.

Dapatkah faktor-faktor itu dijadikan sebagai  pembe­naran? 
Sebagian faktor penyebab ter­sebut bersifat alami. Tapi ada juga faktor yang seharusnya da­pat di­atasi, asalkan ada kemauan. De­ngan dana Rp 800 miliar per  ta­hun untuk mendukung BNN, ma­ka lembaga ini perlu segera me­lakukan langkah lebih serius. Apa­lagi di era Pemerintahan Jo­kowi-JK yang lebih menekan­kan pada pola  kerja, kerja, kerja.

Langkah apa yang perlu diambil?
Sejak dibentuknya Bakolak In­pres Nomor 6 Tahun 1971, sam­pai terbentuknya BKNN (Badan Koordinasi Narkotika Nasional) yang kemudian ber­ubah menjadi BNN, ungkapan ‘Masalah Nar­ko­ti­ka di Indonesia semakin memprihatinkan’, me­ru­pakan ungkapan yang nyaris tak pernah terlewatkan.

Lantas,  jargon atau motto  ‘In­do­nesia Drug Free Area 2015  dan ‘ASEAN Drug Free Area 2015’ yang dicetuskan 10 tahun lalu, mestinya menjadi target yang harus dicapai.

Motto itu jelas merupakan cara untuk memacu segenap upaya pemerintah agar lebih bersung­guh-sungguh mela­kukan upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN).

Apa cara paling strategis untuk mengoptimalkan P4GN?
Perlu ada keseimbangan an­tara upaya pencegahan dan pe­ninda­kan. Saya melihat, ma­sa­lah tin­da­­kan terhadap pecandu dan kor­ban penyalagunaan nar­­koti­ka, yang menurut Pasal 54 jo 127 UU tentang Narkotika Nomor 35 / 2009 mewajibkan men­jalani reha­bi­litasi medis dan re­habili­tasi so­sial.

Namun, karena di kalangan kor­­ban dan penyalahgunaan nar­­­kotika ternyata juga ada yang se­kaligus sebagai peng­edar bahkan produsen, maka tindakan yang di­lakukan di sam­ping memperhati­kan aspek sosial (terapi dan reha­bilitasi), tentu harus diimbangi de­ngan aspek hukum. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya