Muncul berbagai spekulasi atas pernyataan Ketua DPP PDI Perjuangan Effendi Simbolon yang menolak rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Ada yang menilai, ini rekayasa agar publik simpati terhadap parÂtai yang dikomandoi MeÂgawati Soekarnoputri tersebut. Tapi ada juga menilai, ini gara-gara tidak terpilih jadi menteri.
Menanggapi hal itu, Effendi Simbolon mengatakan, pernyaÂtaanÂÂnya menolak rencana kenaiÂkan harga BBM bukan rekaÂyasa atau sakit hati karena tidak jadi menteri.
Yang benar adalah saya memÂposisikan diri sebagai anggota DPR yang mempunyai fungsi memÂberi kritik terhadap pemeÂrintah,’’ kata Effendi Simbolon, kepada
Rakyat Merdeka, Jumat (7/11).
Bekas calon Gubernur SumaÂtera Utara itu sadar bahwa partaiÂnya sebagai pendukung pemerinÂtah, tapi tetap punya hak untuk meÂlakukan koreksi terhadap keÂbijakan pemerintah.
Saya berada di dalam partai pemerintah. Tapi memberikan koreksi yang positif bagi pemeÂrintah, itu boleh asal jangan asal-asalan,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:Kenapa Anda begitu lantang menolak kenaikan harga BBM?Selama 10 tahun ini PDI PerÂjuangan kritis menuntut agar tiÂdak menaikkan harga BBM. Saya ingin PDI Perjuangan konsisten dalam membela kepentingan rakÂyat. Kembali lagi merujuk kepada segala macam langkah atau peÂrencanaan yang terdapat di buku putih. Seharusnya buku putih menÂÂjadi acuan untuk diimpleÂmentasikan terlebih dahulu.
Anda menagih janji Jokowi saat kampanye lalu?Ya. Saat kampanye lalu, Pak Jokowi menyampaikan untuk mensejahterakan rakyat. Mana ada kenaikan harga BBM bisa mensejahterakan rakyat.
Menurut Anda apakah ide menaikkan harga BBM ini meÂmang karena kondisi keuangan negara yang jebol atau ada pihak lain? Sebenarnya yang lebih nafsu ingin menaikkan harga BBM adalah Pak Jusuf Kalla. Bahkan, pengamatan saya, beliau sudah berÂmanuver jauh sebelum kamÂpaÂnye. Ini sangat luar biasa. Dari zaman ke zaman sangat ambisius ingin mencanangkan program listrik 5.000 megawatt. Tapi beÂlum terlaksana sampai sekarang.
Barangkali Anda sakit hati karena tidak dijadikan menÂteri?Tidak ada kaitannya dengan hal itu. Semua yang saya kritisi teruÂkur, logis dan obyektif. Tidak ada muatan lain di balik semua ini. Jika ada rencana ingin menaikkan harga BBM, harus terlebih daÂhulu ada langkah konkret dalam melakukan penanganan sektor energi.
Adakah teguran dari partai dengan statemen tersebut?Kenapa mesti ada teguran. AdaÂnya perbedaan pandangan atau pendapat dalam partai itu hal biasa dalam kehidupan demoÂkrasi.
Kader PDI perjuangan lainÂnya, Rieke Dyah Pitaloka juga melakukan hal yang sama, apa ini direkayasa?Tidak ada. Saya tidak ada koorÂdinasi dengan siapapun terkait persoalan ini. Tidak ada settingan atau rekayasa untuk merebut simÂpati rakyat. Ini murni berdasarkan pengalaman saya selama 10 taÂhun di komisi energi, sehingga relevansinya sangat kuat.
Pemerintah bersikeras akan menaikkan harga BBM sebesar Rp 3.000 per liter...
Jangankan naik Rp 3.000, naik Rp 100 saja per liter sangat beÂrarti dan memberatkan bagi rakÂyat kecil. Penghasilan mereka tiÂdak bertambah. Sementara peÂngeÂluaran sudah pasti bertambah. Saya tidak percaya jika kenaikan harga BBM bisa memberikan kesejahteraan bagi rakyat.
Pengusaha menginginkan harga BBM naik, ini bagaiÂmana?Pengusaha tidak usah ikut-kutan. Lebih baik mereka fokus pada persoalan Upah Minimum ReÂgional (UMR) di setiap perusaÂhaanÂnya masing-masing. ***