Berita

Prof Yusril Ihza Mahendra

Wawancara

WAWANCARA

Prof Yusril Ihza Mahendra: Atasi Konflik DPR, Jokowi Bisa Bicara Dari Hati Ke Hati Dengan Ketum Parpol

SELASA, 04 NOVEMBER 2014 | 10:02 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Presiden Jokowi diminta turun tangan menyelesaikan konflik kekuasaan di DPR. Caranya mengajak semua ketua umum partai politik duduk satu meja.

“Untuk mengatasi konflik di DPR, tak berdasar kalau Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu. Yang perlu dilakukan mengum­pul­kan semua pimpinan partai po­­litik. Berbicara dari hati ke hati un­tuk menyelesaikan konflik itu,’’ kata Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra kepada Rakyat Merdeka, Minggu (2/11).

Bekas Menteri Hu­kum dan Perundang-Undangan itu me­nyarankan, Presiden Jokowi ha­rus me­nyelesaikan perseteru­an se­belum kekisruhan di DPR men­jalar ke akar rumput.


“Krisis ini tidak boleh dibiar­kan. Munculnya pimpinan DPR tandingan tidak hanya membuat kisruh parlemen. Ini bisa mem­buat daerah bergolak, bisa disu­supi pihak asing. Jokowi harus menyadari potensi ini,” ingatnya.

Untuk mengakhiri polemik ini, Yusril menyarankan, Presiden Jokowi mengundang para ketua umum partai untuk duduk ber­sama. “Sebagai bapak bangsa, Jo­kowi harus menggunakan ke­wi­ba­waannya. Dia bisa memfa­si­li­tasi, memediasi para ketua umum partai untuk mengakhiri polemik tersebut,” tuturnya.

Berikut kutipan selengkapnya:


Anda meminta Presiden Jokowi ikut mengurai pere­seteruan di DPR. Bukankah tindakan itu bisa menambah masalah baru?

Presiden memang tidak boleh mencampuri internal DPR. Ta­pi, kisruh di DPR membawa dam­pak luas terkait penyeleng­garaan ke­hidupan berbangsa dan berne­gara. Kalau kondisi ini dibiar­kan, Presiden tidak bi­sa menja­lankan roda pemerin­tahan de­ngan nor­mal.

Presiden dan DPR kan harus bekerja sama untuk menjalankan negara ini. Banyak langkah Presi­den yang memerlukan persetu­juan dan pertimbangan DPR. Is­tilah saya, separuh kekuasaan DPR ada pada Presiden. Karena itu, kalau ada masalah dia harus membantu penyelesaiannya.

Apa langkah yang bisa dila­kukan Presiden tanpa me­nimbulkan masalah baru?

Seperti yang saya sampaikan tadi, Presiden harus mengun­dang para ketua umum partai po­litik. Langkah itu tidak bisa di­artikan sebagai intervensi ek­sekutif ter­hadap parlemen. Se­bab, struktur ketua partai ada di luar parlemen. Kalau semua ke­tua umum partai bicara dari hati ke hati dan me­nyepakati jalan keluar, saya yakin kisruh ini dapat diatasi.

Bagaimana kalau Presiden memilih tidak ikut campur? Apakah persoalan ini bisa teratasi?

Presiden tidak boleh mem­biar­­kan keadaan ini berlarut-larut. Setiap ancaman perpe­cahan ha­rus diatasi, karena semua yang terjadi di negara ini ujungnya ada pada Presiden.

Dengan adanya pim­pinan DPR tan­dingan me­rambat ke presiden tandingan, itu ba­gai­mana. Kita bisa perang sau­dara.

Jokowi tak pernah me­nempati posisi elite di partai po­litik, apa mampul kumpul­kan pim­pinan partai politik?
Ya, harus bisa. Sebagai se­orang Presiden, beliau harus pu­nya wi­bawa. Keadaan ini me­rupakan ujian pertama kewi­ba­waan dan kepemimpinananya Jokowi.

Kita tahu, pencalonan Joko­wi sebagai Presiden diusulkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekar­noputri. Tapi, setelah ter­pilih dia harus tam­pil beda. Presiden harus me­ngayomi, menengahi konflik yang terjadi di masyarakat.

Jika Presiden Jokowi tak mengambil langkah itu, apa­kah ketua umum partai bisa mengambil inisiatif untuk me­lakukan pertemuan?
Baiknya memang seperti itu. Tapi, kalau kita amati perkem­bangannya, pembicaraan di an­tara elite partai justru menemui jalan buntu. Karenanya, Presi­den harus mengambil peran. Be­liau harus mengambil inisiatif.

Sejumlah pihak meminta Presiden mengeluarkan Perppu untuk mengakhiri polemik ter­sebut. Tanggapan Anda?
Ini bukan masalah hukum, ini soal politik, soal porsi kekuasaan. Kalau kita baca Undang-undang MD3, semua sudah jelas. Apa yang mau diamandemen lewat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Me­nu­rut saya, desakan agar Presiden mengeluarkan Perppu sama sekali tidak berdasar. Bah­kan berpotensi melahirkan per­soalan baru. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya