Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Sulawesi Selatan (Sulsel), Kadarsyah, dan Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Sulsel, Fri Hartono, dicopot dari jabatannya karena terbukti bertemu pihak berperkara yaitu tersangka kasus reklamasi pantai ilegal dan pemalsuan kuitansi ganti rugi lahan.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony Spontana, menyatakan, dua jaksa itu melanggar kode etik.
"Kedua pejabat itu terbukti melanggar kode etik dan dimutasi masing-masing dari jabatannya," ungkap Tony dalam keterangan persnya.
Berdasarkan surat Keputusan Jaksa Agung No: Kep-175/A/JA/10/2014 tanggal 16 Oktober 2014, Kadarsyah dicopot dari Wakajati Sulsel dan kini menduduki jabatan baru sebagai Koordinator pada Jampidum. Sebagai penggantinya sebagai Wakajati ditempati Heru Sriyanto yang sebelumnya menjabat sebagai Koordinator pada Jamintel.
Sedangkan Fri Hartono kini menjabat Kabid Program pada Kabadiklat Kejagung. Posisinya sebagai Aspidum Kejati Sulsel digantikan M. Yusuf yang dipromosi dari Kajari Medan.
Kasus ini berawal, saat keduanya diduga menerima gratifikasi masing-masing berupa Toyota Alphard seharga Rp 1,8 miliar dan Honda Freed seharga Rp 300 juta terkait penanganan kasus reklamasi pantai ilegal dan pemalsuan kuitansi ganti rugi lahan.
Dalam perkembangannya, tim pengawas menilai keduanya tidak terbukti menerima gratifikasi. Meski begitu mereka dinyatakan terbukti melanggar kode etik dengan mengadakan pertemuan dengan tersangka kasus tersebut yaitu, pemilik PT Bumi Anugerah Sakti (BAS) Jeng Tang yang hingga kini perkaranya masih bolak-balik antara Kejati Sulsel dengan Polda Sulsel.
[ald]