Berita

Hukum

Diwanti-wanti, Subkontraktor Sebaiknya Tolak Proyek Bioremediasi

JUMAT, 26 SEPTEMBER 2014 | 10:27 WIB | LAPORAN:

Tidak banyak yang menyadari bahwa vonis kasasi yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung (MA) dalam kasus proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) atas terpidana kontraktor PT CPI, Ricksy Prematuri dan Herland bin Ompo bisa menjadi ancaman serius bagi perusahaan-perusahaan swasta yang menjadi sub-kontraktor perusahaan swasta lainnya yang memiliki hubungan bisnis dengan pemerintah, BUMN atau BUMD.

Untuk diketahui, dalam putusan kasasi yang diketok oleh ketua majelis, Artidjo Alkostar, kedua kontraktor PT CPI ini divonis lima dan enam tahun penjara karena bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek bioremediasi Chevron. Padahal dalam dissenting opinion kasus Ricksy, hakim Agung Leopold Luhut Hutagalung menyatakan bahwa telah terjadi lompatan-lompatan logika yang menyimpang dari asas-asas hukum perdata sebagai acuan dalam memeriksa perkara pidana itu.

"Vonis ini sangat berbahaya karena bisa menjadi yurisprudensi. Ricksy dan Herland atau perusahaannya mestinya digugat dulu oleh PT CPI sebagai pihak yang berkontrak dengan mereka kalau ada masalah. Namun jika ini tidak terjadi maka pembayaran kepada mereka adalah sah sesuai kontrak," ujar pemerhati hukum kontrak production sharing contract (PSC), Najib Ali Gisymar di Jakarta.


PT Green Planet Indonesia (PT GPI) dam PT SGJ mengikuti tender terbuka jasa-jasa pendukung proyek bioremediasi dan berhasil terpilih di antara para peserta tender termasuk mengalahkan perusahaan Edison Effendi, pihak yang menjadi saksi dan ahli di kasus yang menjerat Ricksy dan Herland ini.

Kedua perusahaan ini teken kontrak dengan PT CPI yang merupakan kontraktor pemerintah dan produsen minyak mentah terbesar di Indonesia. Kedua subkontraktor PT CPI ini menjalankan kegiatan dan memperoleh bayaran dari PT CPI untuk pekerjaan bioremediasi yang sudah selesai sesuai kontrak. Alih-alih dapat untung dan menang tender lagi di tahun 2011, tiba-tiba mereka dituduh korupsi oleh Kejaksaan Agung karena proyek yang telah dijalankan sejak tahun 2006 ini dianggap fiktif. Tuduhan proyek fiktif ini didasarkan pada keterangan Edison Effendi yang juga pesaing bisnis mereka.

Menurut Najib, apabila proyek bioremediasi dibantu oleh subkontraktor lalu digugat oleh pemerintah dengan alasan apapun, maka sesuai dengan prinsip kontrak, pemerintah hanya boleh menggugat PT CPI saja sebagai pihak yang berkontrak.

"Sekali lagi, kalau PT CPI tidak pernah mengeluh atau menggugat soal pekerjaan kedua subkontraktor ini dan kenyataan bahwa uang PT CPI-lah yang dipakai bukan dari APBN, maka dakwaan korupsi terhadap kedua terpidana ini keliru," imbuhnya.

Implikasi vonis kasasi pada kedua subkontraktor Chevron ini sangat serius, tegas Najib. Ia berpendapat baik jaksa, polisi atau KPK bisa setiap saat menciduk perusahaan subkontraktor atas tuduhan korupsi apabila ada dugaan bahwa perusahaan yang berkontrak dengan pemerintah, BUMN, atau BUMD berpotensi merugikan negara.

"Jika putusan kasasi ini tidak segera dikoreksi misalnya dengan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) maka vonis ini menjadi yurisprudensi baru di mana setiap subkontraktor yang terlibat dalam sebuah kegiatan proyek dengan perusahaan swasta lainnya yang memiliki hubungan kontrak dengan pemerintah, BUMN atau BUMD bisa diancam pidana korupsi meskipun subkontraktor tadi dianggap telah mengerjakan tugas dan dibayar sesuai kontrak," lanjut Najib.

Demi keamanan dan kelangsungan hidup perusahaan, Najib pun menyarankan agar para subkontraktor untuk menolak pekerjaan di bidang bioremediasi atau sejenisnya atau tidak perlu ikut tendernya.  

"Biarkan masalah limbah menjadi urusan pemerintah dan hakim agung," tutup Najib.[wid]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Pramono Putus Rantai Kemiskinan Lewat Pemutihan Ijazah

Senin, 22 Desember 2025 | 17:44

Jangan Dibenturkan, Mendes Yandri: BUM Desa dan Kopdes Harus Saling Membesarkan

Senin, 22 Desember 2025 | 17:42

ASPEK Datangi Satgas PKH Kejagung, Teriakkan Ancaman Bencana di Kepri

Senin, 22 Desember 2025 | 17:38

Menlu Sugiono Hadiri Pertemuan Khusus ASEAN Bahas Konflik Thailand-Kamboja

Senin, 22 Desember 2025 | 17:26

Sejak Lama PKB Usul Pilkada Dipilih DPRD

Senin, 22 Desember 2025 | 17:24

Ketua KPK: Memberantas Korupsi Tidak Pernah Mudah

Senin, 22 Desember 2025 | 17:10

Ekspansi Pemukiman Israel Meluas di Tepi Barat

Senin, 22 Desember 2025 | 17:09

Menkop Dorong Koperasi Peternak Pangalengan Berbasis Teknologi Terintegrasi

Senin, 22 Desember 2025 | 17:02

PKS Kaji Usulan Pilkada Dipilih DPRD

Senin, 22 Desember 2025 | 17:02

Selengkapnya