Berita

ilustrasi

Bisnis

Asal Impor Bisa Terkendali, Swasembada Daging Paling Cepat Terjadi Tahun 2024

Revisi UU Peternakan Diharapkan Tak Matikan Peternak Sapi Lokal
KAMIS, 04 SEPTEMBER 2014 | 10:00 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Pemerintah diminta tidak membuka kran impor sapi dalam revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Hal itu bakal mengganggu target swasembada daging.

Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSI) Teguh Boediyanabisa mengatakan, revisi Undang-Undang Peternakan memungkinkan pemerintah untuk mengimpor sapi berdasarkan negara (country based) maupun zona (zona based).

Menurut dia, dengan membuka impor akan berpotensi memperparah posisi peternak sapi lokal. Impor sapi diperkirakan kembali membanjiri pasar dalam negeri.


Teguh menilai, rencana impor sapi indukan juga tidak logis karena selama ini pemerintah telah melakukan pembiaran pemotongan sapi betina produktif dan bunting.

“Ratusan ribu ekor sapi betina produktif dan hamil dipotong setiap tahun tanpa adanya law enforcement,” ungkapnya.

Selain itu, dia keberatan dengan impor sapi berdasarkan zona based. Dengan ketentuan itu, pemerintah bisa mengimpor sapi dari negara yang pernah terserang wabah penyakit kuku dan mulut.

Untuk diketahui, Kementerian Pertanian (Kementan) berniat membuka peluang impor sapi dari Brasil dan India agar tidak tergantung pada sapi dari Australia dan Selandia Baru. Namun, rencana itu terhadang lantaran sapi dari Brasil masih berpotensi terjangkit penyakit mulut dan kuku.

Karena itu, Teguh menilai revisi Undang-Undang Peternakan berpotensi mental di tengah jalan lantaran bertentangan dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 137/PUU-VII/2009 terkait dengan permohonan judicial review UU 18/2009.

Menurut dia, keputusan MK menyatakan frasa unit usaha produk hewan pada suatu negara atau zona yang terdapat dalam Pasal 59 ayat 2 menunjukkan tidak adanya perlindungan maksimal terhadap rakyat dari risiko masuk dan menyebarkan penyakit hewan menular.

Menteri Pertanian (Mentan) Suswono beralasan, meski kran impor dibuka belum tentu jumlahnya langsung naik. Namun, impor sapi indukan bisa memperbanyak populasi dan meningkatkan produksi.

Sekjen Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Rochadi Tawaf menilai, program swasembada daging yang dicanangkan pemerintah terkendala beberapa kebijakan yang kontraproduktif.

Beberapa kebijakan pemerintah yang dinilai kontraproduktif terhadap program swasembada daging diantaranya tarif bea masuk, pajak pertambahan nilai serta protokol importasi ternak dan daging yang berubah-ubah.

Menurut Rochadi, pencapaian target swasembada daging terkendala sejumlah kebijakan pemerintah yang justru kontraproduktif terhadap program tersebut.

“Kebijakan mengenai tarif bea masuk, pajak pertambahan nilai serta kebijakan importasi ternak dan daging yang berubah-ubah justru menghambat upaya swasembada daging,” terangnya.

Direktur Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian (KSKP) Institut Pertanian Bogor (IPB) Dodik Ridho Nurrochmat mengatakan, berdasarkan hasil riset yang dilakukan diperkirakan swasembada daging Indonesia paling cepat akan terjadi pada 2024.

Menurut dia, hal itu baru bisa direalisasikan dengan asumsi semua program yang digariskan oleh Kementerian Pertanian berjalan baik.

Jika semua hambatan tidak ditekan atau diminimalisir, target swasembada daging nasional semakin mustahil untuk dicapai.

Anggota Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi mengusulkan pemerintah membangun sentra-sentra produk ternak sapi di daerah-daerah yang mengkonsumsi daging sapi paling besar. Dari total kuota yang dianggarkan, 60 persen dialokasikan untuk konsumsi Pulau Jawa.

“Jawa sebagai konsumsi paling tinggi tapi tidak memiliki peternakan dan sekarang mengambil sapi dari Jawa Timur dan Yogyakarta,” ujarnya.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kemenperin Syukur Iwantoro sebelumnya mengatakan, persoalan daging tidak sekadar komoditi tetapi menyangkut sosial dan politik.

Menurut Syukur, proses pelaksanaan swasembada memang masih terkendala berbagai hal. Meski rencana tersebut sudah mulai tercetus sejak 2000, beberapa kendala menyebabkan usaha itu molor hingga 2014 ditetapkan sebagai waktu yang tepat. ***

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya