Berita

ilustrasi

On The Spot

Disodori Harga Rp 12.800, Sopir Truk Tinggalkan SPBU

Solar Subsidi Dilarang Dijual Di Jakarta Pusat
SELASA, 05 AGUSTUS 2014 | 09:58 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Sebuah truk merah memasuki Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 34.10205 yang terletak di Jalan Cideng Timur Nomor 50, Kelurahan Petojo Selatan, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat. Pengemudinya memberhentikan kendaraan di nozzle paling kiri, tempat pengisian solar.

Petugas SPBU pria berseragam merah menghampiri pria pengemudi truk. Tidak langsung mengangkat nozzle, petugas itu menjelaskan SPBU itu tidak lagi menjual solar bersubsidi.

“Harga per liter 12.800. Jadi isi Pak?” tanya petugas SPBU sembari menunjukkan sebuah spanduk yang berada di lajur keluar tempat pengisian bahan bakar ini. Tulisannya, “Sesuai kebijakan pemerintah, mulai 1 Agustus 2014, seluruh SPBU di Jakarta Pusat tidak menjual solar bersubsidi”.


Sopir truk tak jadi turun. Sejurus kemudian menyalakan mesin dan meninggalkan SPBU. Tempat pengisian solar di SPBU ini pun kembali sepi. Petugas SPBU tadi memilih membantu di tempat pengisian bahan bakar untuk kendaraan roda dua.

Di balik kaca kantor pengelola SPBU, Parman memperhatikan aktivitas pengisian bahan bakar di tempat ini. Wajah Manajer Operasional SPBU itu tampak muram ketika memandang nozzle-nozzle warna hijau bertuliskan biosolar. Tak ada kendaraan bermesin diesel yang mengisi solar di sini.

Berjarak sekitar 100 meter dari Pasar Tanah Abang, sebelumnya SPBU itu ramai didatangi kendaraan bermesin diesel yang ingin mengisi solar. Mulai dari truk pengangkut barang hingga Metro Mini dan Kopaja. Sejak dilarang menjual solar subsidi, SPBU yang ditangani Parman sontak sepi.

“Sebelum Lebaran kita disuruh (Pertamina) untuk stok. Untuk bantu ketersediaan bahan bakar. Sudah kita stok, ternyata dilarang jual solar subsidi,” keluh Parman sambil geleng kepala.

Tak tanggung-tanggung, Parman menyetok solar hingga 28 ton atau 28 ribu liter. Stok solar itu telah dibayar lunas sebelum dikirim. Dengan asumsi konsumsi solar 3-4 ton per hari, stok itu baru habis dalam dua pekan.

Sejak SPBU-nya dilarang menjual solar dengan harga subsidi atau Rp 5.500 per liter, dia tak tahu kapan stok yang banyak itu akan habis. Modal pun membeli BBM pun terancam tak bisa berputar.

Persoalan Parman tak hanya itu. Pertamina pun meminta SPBU-nya membayar selisih dari setiap penjualan solar. Sebab ketika menyetok, SPBU memesan solar dengan harga jual Rp 5.500 per liter. Kini solar dijual dengan harga di atas Rp 12 ribu.

Bergeser ke SPBU 34.10203 yang berada di Jalan Mas Mansyur—juga dekat Pasar Tanah Abang, Heidi, petugas di SPBU ini mengatakan, pihaknya sudah sama sekali tidak menjual solar bersubsidi sejak 1 Agustus 2014.

Heidi menyarankan ke kantor pengelola di lantai dua jika ingin mengetahui perubahan harga jual solar. “Omset turun. Evaluasi harian saya, tiga ton perhari dulu habis. Sekarang 100 persen tidak bisa menjual,” ujar pria berlogat Sunda itu yang ditemui di kantor pengelola SPBU.

Menurut pria berkemeja panjang itu, peraturan baru itu diterapkan tak ada kendaraan bermesin diesel yang mengisi solar di sini. Alhasil, pihaknya hanya bisa menjual premium bersubsidi, dan Pertamax.

Keluhan juga datang pengelola SPBU 31.10202 yang berada di Jalan Abdul Muis Nomor 68 Kelurahan Petojo Sela, Jakarta Pusat. Fauzi, petugas pengawas di SPBU itu mengatakan, sebelum regulasi larangan penjualan solar bersubsidi di Jakarta Pusat diterapkan, pihaknya dapat menjual 5-6 ton solar per hari. Kemarin, dia mengaku hanya mampu menjual 600 liter dari empat nozzle yang tersedia.

Pemantauan Rakyat Merdeka, di SPBU ini sudah menerapkan penjualan solar bersubsidi dan non subsidi. Bahkan, jenis Pertamina Dex (solar non-subsidi) disediakan nozzle tersendiri. Untuk nozzle bertanda solar bersubsidi, dihalangi papan reklame, petanda tidak difungsikan.

“Untuk solar kita banyak langganan kendaraan plat merah (pemerintah). Ya akhirnya mereka beli non subsidi,” ujar Fauzi.

Terhitung sejak 1 Agustus 2014, Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengeluarkan surat edaran No. 937/07/Ka BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014. Isinya soal pembatasan penjualan BBM bersubsidi, khususnya solar.

“Langkah yang kami buat ini bersifat jangka pendek, jangan sampai kita sudah pilpres aman, pemerintah baru, tapi justru minyak langka,” ujar anggota Komite BPH Migas Ibrahim Hasyim kepada wartawan beberapa hari lalu.

Menurutnya, ada beberapa jenis dan cara pembatasan penjualan solar subsidi. Pertama, sebanyak 26 SPBU di Jakarta Pusat tidak menjual solar subsidi. Kedua, pembatasan jam penjualan solar subsidi terhitung mulai pukul 08.00-18.00. Di atas itu, SPBU di beberapa daerah dilarang melayani pembelian solar. Ketiga, SPBU yang beroperasi di jalan tol dilarang menjual premium dan solar bersubsidi.

Kebijakan ini, menyusul penetapan kebijakan kuota tetap dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014. Kuota BBM bersubsidi hingga akhir tahun diturunkan dari 48 juta kiloliter menjadi 46 juta kiloliter.

Menurut Ibrahim, pemilihan Jakarta Pusat sebagai wilayah pelarangan penjualan solar karena konsumsinya tidak terlalu tinggi. Konsumsi solar, kata dia, lebih banyak dilayani di wilayah lain, seperti Jakarta Utara dan Jakarta Barat, yang lebih dekat dengan aktivitas industri.

Menurut dia, pihaknya telah mensosialisasikan kebijakan ini ke badan-badan usaha pelaksana penyedia dan pendistribusian BBM subsidi. Menurutnya, keputusan ini bukan sepihak dari BPH Migas, melainkan sudah dibahas secara intensif dengan Kementerian Keuangan serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

SPBU Diminta Jual Pertamina Dex Kemasan 10 Liter


Sebanyak 26 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) se-Jakarta Pusat dilarang menjual solar bersubsidi sejak 1 Agustus 2014. Solusinya, mengalihkan bahan bakar minyak tersebut ke non-subsidi. Termasuk, ke Pertamina Dex (Diesel) yang diluncurkan Pertamina di Makassar, pada 24 Februari 2014.

Parman, Manajer Operasional SPBU 34.10205 di Kawasan Petojo, Jakarta Pusat, menceritakan, sejak regulasi itu diberlakukan, pihaknya mengalami jumlah penurunan pembeli yang sangat tajam. Pasalnya, dia harus menjual solar yang tadinya seharga Rp 5.500 per liter (bersubsidi), menjadi Rp. 12.800 per liter.

“Cara belinya (solar) biasa, ke nozzle solar. Isinya, ya solar biasa,” ujar Parman.

Dirincikan Parman, pihaknya selain menjual solar yang kini non-subsidi, juga menjual solar berjenis Pertamina Dex. Namun, penjualannya tidak menggunakan nozzle lantaran belum tersedia tanki tanam untuk jenis bahan bakar tersebut.

Alhasil, dia hanya menyediakan 20 jerigen Pertamina Dex dengan kapasitas 10 liter. Jerigen-jeringen itu dia taruh di dalam kantor lantaran tidak laku. Baru satu yang laku. Harga Pertamina Dex mencapai Rp 13.150 per liter.

Parman menuturkan, saat hendak menyetok solar sebelum Lebaran, Pertamina menyarankan agar juga membeli Pertamina Dex. Bahan bakar itu harus tersedia di semua SPBU yang menjual BBM merek Pertamina. Jika SPBU belum memiliki nozzle untuk jenis BBM ini, Pertamina Dex bisa dijual dalam bentuk kemasan jerigen 10 liter.

Kepala SPBU 31.103.03 Andi Hardiansyah yang berada di Jalan Cikini Raya juga memberikan pengakuan sama. Kata dia, SPBU-SPBU yang berada di area Jakarta Pusat harus menyediakan solar non subsidi maupun Pertamina Dex.

Pihaknya telah menyediakan 16.000 liter solar non-subsidi per hari dan Pertamina Dex sebanyak 15.000 liter per hari. Menurutnya, ketersediaan dua macam BBM itu sebagai pengganti solar bersubsidi yang tidak lagi dijual SPBU se-Jakarta Pusat, mulai 1 Agustus lalu. ****

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

Cetak Rekor 4 Hari Beruntun! Emas Antam Nyaris Tembus Rp2,6 Juta per Gram

Rabu, 24 Desember 2025 | 10:13

Saham AYAM dan BULL Masuk Radar UMA

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:55

Legislator PKB Apresiasi Langkah Tegas KBRI London Laporkan Bonnie Blue

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:44

Prabowo Bahas Kampung Haji dengan Sejumlah Menteri di Hambalang

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:32

Pejabat Jangan Alergi Dikritik

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:31

Saleh Daulay Dukung Prabowo Bentuk Tim Arsitektur Perkotaan

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:26

Ribuan Petugas DLH Diterjunkan Jaga Kebersihan saat Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:21

Bursa Asia Bergerak Variatif Jelang Libur Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:13

Satu Hati untuk Sumatera: Gerak Cepat BNI & BUMN Peduli Pulihkan Asa Warga

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:04

Harga Minyak Naik Jelang Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 08:54

Selengkapnya