Berita

ilustrasi

Bisnis

Pengurangan Kran Pengisian BBM Subsidi Di Pom Bensin Picu Antrean

Dirjen Migas Ogah Tanggung Jawab Kalau Volume Bensin Jebol
SELASA, 08 JULI 2014 | 10:16 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Setelah Lebaran tahun ini, pemerintah berencana mengurangi kran pengisian (nozzle) BBM subsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) untuk menekan konsumsi.

Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Edy Hermantoro mengatakan, untuk menghemat volume BBM bersubsidi sebanyak 2 juta kiloliter (KL) tahun ini sesuai perintah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P), pemerintah akan mengurangi nozzle di SPBU-SPBU.

“Pengurangan 2 juta kiloliter pasti dijalankan. Kalau tidak dijalankan dan volumenya besar (membengkak), kalau ada apa-apa siapa yang tanggung jawab,” tegas Edy.


Menurutnya, program tersebut baru akan dilakukan setelah Idul Fitri atau sekitar Agustus. Saat ini masih dalam pengecekan secara teknis oleh PT Pertamina dan Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) yang membawahi SPBU-SPBU.

“Kalau teknikalnya kan di dalam tangki di bawah tanah harus dibersihkan segala macam. Dibicarakan juga dengan Hiswana Migas yang membawahi seluruh SPBU,” tambahnya.

Selain masalah teknis, hal yang perlu dibicarakan adalah omset dari SPBU karena umumnya masyarakat lebih memilih menggunakan BBM bersubsidi ketimbang non subsidi.

Wakil Ketua Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) Fanshurullah Asa mengatakan, pengurangan nozzle BBM subsidi merupakan salah satu kebijakan mengendalikan kuota BBM subsidi yang ditetapkan pemerintah dan DPR sebesar 46 juta KL.

“Ini merupakan hasil rapat koordinasi di Kementerian ESDM untuk mencari cara menjaga konsumsi BBM. Pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM subsidi, karena itulah dicari cara untuk mengematnya yaitu pengurangan nozzle BBM subsidi,” katanya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Untuk tahap awal, pengurangan nozzle ini akan dilakukan di daerah Jakarta Pusat. Namun, ke depan semua daerah akan diberlakukan.  Namun, ada cara lain untuk mencegah kuota BBM melewati 46 juta KL yaitu dengan mengurangi kuota BBM subsidi 1-2 KL dari total 5000 SPBU yang ada di Indonesia.

Langkah itu pasti akan bisa menjaga kuota. “Tapi ya ide itu masih didiskusikan,” timpalnya.

Menurut Fanshurullah, kuota BBM subsidi setiap SPBU tidak pasti karena yang membaginya adalah Pertamina sesuai jatah per daerahnya. Harusnya pembagian kuota per SPBU diserahkan kepada BPH Migas sehingga bisa ketahuan kebutuhan BBM subsidi setiap SPBU. Apalagi, tugas BPH Migas mengawasi dan menyalurkan BBM subsidi.

“Sekarang masih Pertamina yang mengatur. Bahkan, Pertamina bisa memindahkan jatah daerah A ke daerah B yang mengalami kekurangan tanpa izin ke BPH Migas terlebih dahulu,” ujarnya.

Ketua Umum Hiswana Migas Eri Purnomo Hadi mengaku pihaknya sudah diundang pemerintah untuk membicarakan pengurangan nozzle di SPBU. Pihaknya tidak bisa menolak kebijakan itu. “Apalagi kita tahu pemerintah kesulitan untuk mengurangi BBM subsidi,”  jelasnya. 

Eri mengatakan, pengurangan nozzle BBM subsidi akan merugikan pembeli. Apalagi daya beli masyarakat masih rendah. Kondisi itu ditambah dengan perilaku konsumen. Saat ini masih banyak masyarakat kelas menengah yang sudah menggunakan mobil mewah juga lebih senang membeli BBM subsidi.

Pengurangan nozzle BBM, lanjutnya, sama seperti mengurangi pasokan. Kondisi itu akan menimbulkan antrean.

“Yang dipertanyakan pengusaha adalah efektivitas operasionalnya. Pengamanan di SPBU juga perlu ditingkatkan untuk mengantisipasi antrean,” tuturnya.

Eri mengingatkan pemerintah dalam membuat kebijakan dan program harus konsisten. Soalnya sudah banyak kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dari tahun 2011 untuk menekan konsumsi BBM tapi tidak ada yang jalan.

Dia juga menilai kebijakan mengurangi nozzle di SPBU tidak akan maksimal. Dia tetap berpendapat, yang ideal yakni menaikkan harga BBM subsidi. ***

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya