Berita

Politik

Amburadulnya PPP, Sinyal dari Sebuah Tawaran yang Tidak Mungkin Ditolak?

KAMIS, 08 MEI 2014 | 16:35 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Di saat rekan-rekannya bergerak maju menghadapi Pilpres 9 Juli, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) disibukkan dengan isu-isu tak produktif.

Partai Kabah pecah di internal sejak sebelum pencoblosan legislatif. Gara-garanya, arah dukungan yang tidak solid kepada Prabowo Subianto. Setelah reda isu konflik internal, muncul isu pelanggaran korupsi yang mengena pada Suryadharma Ali atau SDA (Ketua Umum) dan Rachmat Yasin (Ketua DPW Jawa Barat).

Setelah gagal menahkodai partainya ke Gerindra, SDA sebagai Menteri Agama disorot publik karena diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait proyek pengadaan dalam penyelenggaraan haji, khususnya yang berkaitan dengan katering dan pemondokan jemaah haji. Tidak tanggung-tanggung, tim penyelidik meminta keterangan Suryadharma selama lebih kurang 10 jam.


Masih terkait dugaan korupsi, KPK kemarin malam menangkap Ketua DPW PPP Jawa Barat Rachmat Yasin terkait pengurusan Rencana Umum Tata Ruang di Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur. KPK, lanjut Johan, menduga ada ada transaksi berkaitan dengan RUTR yang dilakukan oleh Rachmat Yasin dan dua orang lain yang diciduk.

PPP juga digoyang isu pembagian uang dalam jumlah besar dalam pertemuan petinggi partai di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Jumat pekan lalu. Wakil Ketua Umum PPP, Suharso Monoarfa, yang membuka rumor itu.

Situasi runyam ini sungguh merusak kesolidan partai warisan Orde Baru itu. Padahal, partai yang mengklaim sebagai rumah besar Umat Islam itu merencanakan Rapimnas dalam waktu dekat untuk menetapkan arah koalisi serta capres yang didukung PPP.

Apa yang terjadi di PPP tidak dirasakan oleh rekan-rekannya sesama anggota Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi pendukung pemerintahan SBY-Boediono (Demokrat, Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Kebangkitan Bangsa). Masing-masing mereka saat ini fokus dan leluasa melakukan lobi-lobi untuk pembentukan koalisi Pilpres 2014.

Ada kesan, Demokrat mulai ditinggalkan anggota Setgab. Imbauan Ketua Setgab, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, agar para pimpinan parpol Setgab tak buru-buru menetapkan arah koalisi, seolah dianggap buang angin saja.

Terlepas dari itu, beberapa elite politik yakin, saat ini Demokrat mempersiapkan kekuatan yang baru dan tidak diduga-duga. Dibenarkan politisi Demokrat, Suaidi Marasabessy, bahwa kemungkinan besar partainya menggalang poros baru.

Berkaitan itu, sebagian kalangan yang menganalisa situasi politik saat ini menyebut bahwa partai-partai koalisi bentukan SBY di periode 2009-2014 tak akan bisa lari dari "cengkeraman".

Apa yang akan membuat para pimpinan parpol Setgab jilid II jinak? Tentu saja karena "sang sutradara" sudah memegang semua "kartu" para petinggi partai koalisi. Tidak satupun dari para pimpinan parpol yang tidak bermasalah. Bagi pihak tertentu, inilah momen yang tepat untuk menawarkan sebuah tawaran yang tak mungkin ditolak.

Dalam sebuah kesempatan, jurubicara Demokrat, Ruhut Sitompul, lebih tegas mengatakan bahwa SBY memegang "kartu joker" yang ke mana saja dia letakkan pasti akan diikuti banyak orang. Kata Ruhut, "Partai-partai Islam itu sudah merasakan enaknya duduk di boncengan selama SBY memerintah.". Karena itu, Ruhut tegaskan, mereka yang sudah lama nyaman duduk di boncengan akan mengikuti SBY kemana pun SBY menaruh sokongan politik untuk Pilpres 2014

Mungkinkah karut-marut situasi di PPP ini adalah pembuka babak-babak selanjutnya? Inikah sinyal dan pengingat kepada pimpinan partai yang lain bahwa tidak ada satu pun dari mereka yang tidak bermasalah. Dan satu per satu kasus bisa dikuliti kapan saja "sang sutradara" menginginkannya.

Jurubicara KPK, Johan Budi, sendiri sudah mendengar spekulasi soal permainan politik di balik proses hukum terhadap pimpinan PPP.

Dengan tegas Johan membantahnya, dan menegaskan bahwa KPK tidak mau dibawa ke ranah politik. Ia menekankan bahwa semua penyelidikan bermula dari informasi masyarakat. [ald]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Berjuang Bawa Bantuan Bencana

Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

UPDATE

PIP Berubah Jadi Kartu Undangan Kampanye Anggota DPR

Senin, 15 Desember 2025 | 06:01

Perpol versus Putusan MK Ibarat Cicak versus Buaya

Senin, 15 Desember 2025 | 05:35

Awas Revisi UU Migas Disusupi Pasal Titipan

Senin, 15 Desember 2025 | 05:25

Nelangsa Dipangku Negara

Senin, 15 Desember 2025 | 05:06

Karnaval Sarendo-Rendo Jadi Ajang Pelestarian Budaya Betawi

Senin, 15 Desember 2025 | 04:31

Dusun Bambu Jual Jati Diri Sunda

Senin, 15 Desember 2025 | 04:28

Korupsi di Bandung Bukan Insiden Tapi Tradisi yang Dirawat

Senin, 15 Desember 2025 | 04:10

Rektor UI Dorong Kampus Ambil Peran Strategis Menuju Indonesia Kuat

Senin, 15 Desember 2025 | 04:06

Hutan Baru Dianggap Penting setelah Korban Tembus 1.003 Jiwa

Senin, 15 Desember 2025 | 03:31

Jangan Keliru Tafsirkan Perpol 10/2025

Senin, 15 Desember 2025 | 03:15

Selengkapnya