Berita

PORTIA

Tragedi JIS, Tragedi Bangsa

RABU, 30 APRIL 2014 | 09:10 WIB | OLEH: DR. A. MARYKE SILALAHI

“MAMI, jijik enggak sama aku?”, “Mama masih cinta enggak sama aku?”

Itulah pertanyaan yang hari-hari ini kerap diajukan oleh seorang bocah berusia 6 tahun yang merupakan korban tindak pidana asusila yang terjadi di sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) di Jakarta International School (JIS). Hati siapa yang tidak akan miris mendengar seorang anak dalam usia semuda itu mengucapkan kata-kata seperti itu?

Maraknya pemberitaan di media tentang tindak pidana asusila terhadap murid-murid TK JIS kebanyakan berfokus kepada pelaku tindak pidana tersebut. Dengan tidak mengurangi pentingnya penegakan hukum untuk para pelaku tindak pidana asusila terhadap anak-anak, ada satu hal lagi yang tak kalah penting yang perlu diperhatikan dalam tragedi JIS.

Terjadinya tindak pidana asusila di JIS tersebut merupakan tanda gagalnya Negara Indonesia melindungi Warga Negara Indonesia (WNI) yang bersekolah di JIS. Negara Indonesia juga mempunyai kewajiban menjamin perlindungan Warga Negara Asing (WNA) yang berdomisili di Indonesia sehingga demikian, anak-anak berkewarganegaraan asing yang bersekolah di JIS pun gagal dilindungi oleh Negara Indonesia.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU No. 20/2003) menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Selanjutnya berdasarkan Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Anak tertanggal 20 November 1989 (United Nation Convention on The Rights of The Child) (Konvensi Anak), suatu negara pada dasarnya mempunyai dua kewajiban sehubungan dengan implementasi perlindungan anak.

Kewajiban positif yaitu memberikan rasa aman terhadap anak dalam menjalani pendidikannya dan mengupayakan adanya institusi yang layak untuk pendidikan anak (Pasal 3 Konvensi Anak). Kewajiban negatif yaitu mengupayakan agar tidak seorang anak pun akan mengalami gangguan tanpa alasan dan secara tidak sah terhadap kehidupan pribadinya, ataupun serangan tidak sah terhadap harga diri dan reputasinya (Pasal 16 Konvensi Anak).

Anak selaku peserta didik dalam suatu institusi pendidikan mempunyai hak akan perlindungan hukum terhadap gangguan atau serangan terhadap keamanan diri pribadinya, harga diri dan reputasinya. Dalam kasus JIS, Negara Indonesia telah gagal melakukan kewajiban positif dan kewajiban negatifnya.

Kewajiban memperoleh ijin
Setelah perbuatan asusila yang dilakukan oleh para cleaning service yang bekerja di TK JIS diangkat ke media, diketahuilah bahwa TK JIS yang telah menjalankan kegiatan operasionalnya sebagai lembaga pendidikan sejak tahun 1992 ternyata belum memperoleh ijin dari Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) Republik Indonesia. Disinyalir bahwa petugas dari Kemendikbud yang mencoba memasuki TK JIS pada tahun 2002 tidak diijinkan masuk ke wilayah sekolah dengan berbagai alasan. Dan sejak tahun 2002 kemungkinan bahwa Kemendikbud datang dan melakukan inspeksi atas TK JIS adalah hampir nol.

Ketentuan Pasal 160 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Nomor 66 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (PP Penyelenggaraan Pendidikan) mewajibkan TK JIS untuk mendapatkan ijin dari Pemerintah Republik Indonesia.

Selanjutnya sebagaimana diatur dalam Pasal 182 PP Penyelenggaraan Pendidikan juncto Pasal 2 Peraturan Gubernur Nomor 105 Tahun 2012 tentang Prosedur Pendirian, Penggabungan dan Penutupan Lembaga Pendidikan (Pergub No. 105/2012) maka pada prinsipnya suatu TK wajib memiliki Ijin Prinsip dan Ijin Operasional dari Kepala Suku Dinas Pendidikan (Sudin Pendidikan) dimana TK tersebut berdiri. Namun dalam Pergub No. 105/2012, tidak diatur mengenai jangka waktu Ijin Prinsip dan Ijin Operasional tersebut. Berdasarkan praktik yang ada di Sudin Pendidikan di wilayah Jakarta, pada umumnya Ijin Prinsip berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun dan permohonan Ijin Operasional wajib diajukan sebelum jangka waktu Ijin Prinsip tersebut berakhir. Disinyalir JIS bahkan tidak pernah mengajukan permohonan Ijin Prinsip maupun Ijin Operasional.

Patut dipertanyakan bagaimana mungkin suatu institusi pendidikan berhak untuk menolak kedatangan Kemendikbud dan dapat beroperasi di wilayah Negara Indonesia selama berpuluh tahun dengan tanpa mempunyai ijin sama sekali. Apakah TK JIS mempunyai status imunitas sebagaimana halnya para diplomat yang mendirikan JIS dulunya? Dan apakah fakta bahwa murid-murid TK JIS yang kebanyakan terdiri dari WNA yang orang tuanya bekerja di kedutaan besar di Indonesia memberikan hak bagi TK JIS, suatu sekolah yang berada di wilayah Negara Indonesia, untuk menolak usaha pemeriksaan dari Kemendikbud?

Terlepas dari jawaban apapun yang diberikan terhadap pertanyaan di atas, fakta adalah telah terjadi tindak pidana asusila di wilayah Negara Indonesia padahal berdasarkan Konvensi Anak, Negara Indonesia wajib memberikan perlindungan terhadap anak. Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) (Deklarasi HAM), juga mengharuskan Negara Indonesia untuk menjamin terpenuhinya hak-hak asasi manusia terhadap seluruh warga yang berada di wilayahnya, baik WNI maupun WNA, tanpa membedakan asal muasal kebangsaan atau kemasyarakatan. Sehingga demikian, Negara Indonesia telah gagal melakukan tugasnya dan karenanya tragedi yang terjadi di JIS adalah tragedi bangsa dan tragedi negara.

Early warning system
Namun sekalipun JIS mempunyai Ijin Prinsip dan Ijin Operasinal, sangat diragukan apakah diperolehnya ijin tersebut akan membuat peristiwa asusila tersebut tidak terjadi. Dalam rangka pengajuan ijin-ijin tersebut di atas, tidak ditemukan satupun ketentuan yang mewajibkan calon penyelenggara pendidikan untuk mengajukan rencana sistem pengamanan yang akan diterapkan di sekolahnya serta persyaratan yang antara lain mengatur mengenai sistem peringatan dini (early warning system) terhadap kemungkinan-kemungkinan terjadinya tindak pidana terhadap anak.

Artinya dalam pemberian Ijin Prinsip dan Ijin Operasional, jaminan keamanan atas anak bukan merupakan suatu komponen yang dipertimbangkan secara serius. Dengan sistem pemberian ijin yang demikian, Negara Indonesia telah gagal mencegah pendirian lembaga pendidikan yang tidak layak untuk anak.

Kewenangan pengawasan
Hal lain yang mencuat dalam penanganan tragedi JIS adalah saling melempar tanggung jawab pengawasan antara Kemendikbud (Pemerintah Pusat) dan Sudin Pendidikan Jaksel (Pemerintah Daerah). Padahal baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah berkewajiban untuk melakukan pengawasan secara kuantitatif terhadap penyelenggara pendidikan di Indonesia berupa pemeriksaan umum, kinerja, khusus, tematik dan investigasi sebagaimana diatur dalam Pasal 202 PP Penyelenggaraan Pendidikan.

Perijinan dan pengawasan terhadap pendirian suatu TK biasanya dilakukan Sudin Pendidikan di wilayah tempat berdirinya TK tersebut. Di wilayah TK JIS berada yaitu Jakarta Selatan maka pengawasan tersebut harus dilakukan oleh Sudin Pendidikan Jakarta Selatan. Lembaga ini sendiri menganggap bahwa pengawasan terhadap TK JIS bukan merupakan kewenangan mereka karena pengawasan terhadap institusi pendidikan yang didirikan oleh pihak asing harusnya dilakukan oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Kemendikbud sebagaimana diatur dalam Pasal 160 PP Penyelenggaraan Pendidikan.

Kemendikbud sendiri menyatakan ketidakmampuannya melakukan pengawasan terhadap TK JIS karena TK JIS tidak terdaftar di daftar sekolah-sekolah yang beroperasi di Indonesia. Dalam prakteknya, pendaftaran suatu sekolah dalam daftar tersebut dilakukan setelah sekolah yang bersangkutan mendapatkan Ijin Operasional. Tentu saja TK JIS yang tidak mempunyai Ijin Operasional tidak terdaftar di dalam daftar tersebut.

Terlepas dari saling melempar antara Kemendikbud dan Sudin Pendidikan Jaksel, Pasal 206 PP Penyelenggaraan Pendidikan jelas menyatakan bahwa Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat menutup satuan pendidikan dan atau program pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tanpa ijin di Negara Indonesia.

Dan bahkan khusus untuk sekolah yang didirikan oleh perwakilan negara asing sebagaimana halnya TK JIS, Menteri sendiri dapat melakukan penutupan institusi pendidikan apabila tidak mempunyai ijin yang ditentukan atau apabila menerima peserta didik yang merupakan WNI sebagaimana yang dilakukan oleh JIS selama ini (Pasal 214 PP Penyelenggaraan Pendidikan). Artinya semua instansi yang seharusnya melakukan upaya untuk menjamin terhindarnya anak dari lembaga pendidikan yang tidak layak seperti TK JIS, telah gagal melakukan kewajibannya.

Para korban tindak pidana asusila di TK JIS telah membayar dengan sangat mahal kegagalan Negara Indonesia untuk melakukan kewajiban perlindungan terhadap mereka. Harga diri dan reputasi mereka diinjak-injak dan kebahagiaan masa kecil mereka dirampas begitu saja. Bersama keluarga mereka, perjalanan sangat panjang harus mereka tempuh untuk mengembalikan rasa percaya diri dan rasa aman dalam diri mereka.

Semoga Negara Indonesia belajar banyak dari tragedi JIS ini sehingga di masa depan tidak ada seorang anak pun yang menjadi korban kegagalan Negara Indonesia melakukan kewajibannya yang menanyakan kepada ibunya: “Mami, jijik enggak sama aku?”, “Mama masih cinta enggak sama aku?” [***]

Penulis adalah praktisi hukum, tinggal di Jakarta.

Populer

Walikota Semarang dan 3 Lainnya Dikabarkan Berstatus Tersangka

Rabu, 17 Juli 2024 | 13:43

KPK Juga Tetapkan Suami Walikota Semarang dan Ketua Gapensi Tersangka

Rabu, 17 Juli 2024 | 16:57

Walikota Semarang dan Suami Terlibat 3 Kasus Korupsi

Rabu, 17 Juli 2024 | 17:47

Pimpinan DPRD hingga Ketua Gerindra Sampang Masuk Daftar 21 Tersangka Korupsi Dana Hibah Jatim

Selasa, 16 Juli 2024 | 19:56

Kantor Rahim di Depok Ternyata Rumah Tinggal, Begini Kondisinya

Rabu, 17 Juli 2024 | 11:05

Pengusaha Tambang Haji Romo Diancam Dijemput Paksa KPK

Minggu, 14 Juli 2024 | 17:02

Duet Airin-Rano Karno Tak Terbendung di Pilkada Banten

Rabu, 17 Juli 2024 | 13:23

UPDATE

Akhirnya, Nasdem Jagokan Anies di Pilgub Jakarta

Senin, 22 Juli 2024 | 17:53

Pimpinan MPR Minta Pemerintah Jangan Tambah Beban Rakyat

Senin, 22 Juli 2024 | 17:47

Keliling Labuan Bajo, Gisel Kenalkan Wisata Alam kepada Gempi

Senin, 22 Juli 2024 | 17:38

Jaksa Agung Ingatkan Kewaspadaan Terhadap Pelemahan Institusi

Senin, 22 Juli 2024 | 17:30

Universitas BSI Tawarkan Kuliah sambil Kerja

Senin, 22 Juli 2024 | 17:06

Partai Negoro Dorong Jaksa Agung Segera Selidiki Jokowi

Senin, 22 Juli 2024 | 16:57

Surya Paloh Siap Dukung Kaesang Maju Pilgub Jateng

Senin, 22 Juli 2024 | 16:42

Luhut: OTT KPK Kampungan!

Senin, 22 Juli 2024 | 16:38

Fraksi PKS Sambut Baik Putusan ICJ Usir Israel dari Palestina

Senin, 22 Juli 2024 | 16:36

BI: Uang Beredar Naik Jadi Rp9.026 Triliun pada Juni 2024

Senin, 22 Juli 2024 | 16:33

Selengkapnya