Kegaduhan politik, diakui atau tidak, mengganggu iklim ekonomi Indonesia yang sekarang ini sudah pada posisi yang baik dengan proyeksi optimis di tahun denhan ditandai postifnya investment grade, angka pertumbuhan, suku bunga dan stabilitas.
"Presiden berkali-kali menekankan dalam sidang kabinet bahwasannya kita bisa mencapai lebih dari yang ada hari ini jika semua elemen politik bersatu dan mengedepankan kepentingan nasional," kata Staf Khusus Presiden, Dr. A Yani Basuki dalam Bedah Buku ‘Memimpin di Era Politik Gaduh’ di IAIN Raden Fatah, Palembang, kemarin.
Lebih jauh, Yani menjelaskan bahwa dalam reformasi saat ini kekuasaan politik tak lagi berpusat di eksekutif seperti era orde baru. Akibatnya semua pihak merasa memiliki "hak mengatur negara" dan ingin eksis guna menunjukkan kekuatannya. Ditambah dengan adanya iklim kebebasan sekarang ini, parade aksistensi tersebut justru mengarah pada show of power dan kurang mengabaikan pentingnya soliditas.
Yani sebagaimana tertulis dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, mengingatkan, tujuan utama perubahan (reformasi) adalah memperkuat sendi-sendi kebangsaan dan keberpihakan kepada rakyat. Reformasi jangan hanya dilihat dan dimaknai sebagai perubahan, tetapi juga adanya change and continuity sekaligus. Jika hanya mengakomodir perubahan tanpa memikirkan keberlanjutan, maka yang terjadi hanyalah kegaduhan seperti saat ini.
Buku "Memimpin di Era Politik Gaduh" sendiri ditulis oleh Assisten Staf Khusus Presiden Zaenal A Budiyono. Menurut dia sulit mencari alasan yang paling tepat untuk menjelaskan mengapa dunia politik kita sangat gaduh seperti sekarang ini. Ia mengatakan dalam teori politik konflik tajam antar kelompok politik terjadi bila pemerintah (atau rejim) gagal menjalankan tujuan pembangunan atau negara tengah berada pada krisis. Sementara yang terjadi di Indonesia sejauh ini menggambarkan kita justru berada pada posisi yang cukup baik dan stabil.
"Kita bisa melihat sejumlah data yang menunjukkan pembangunan bangsa ini on the right track. Misalnya, alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan yang naik signifikan dari tahun ke tahun," ujarnya.
Pada 2002, anggaran pendidikan nasional hanya sekitar 3,8% dari APBN atau Rp. 13,6 triliun. Pada 2009 jumlah tersebut naik 6 kali lipat, menjadi 20% dari APBN, yang nilainya sekitar Rp. 207,41 triliun. Dan tren tersebut terus dipertahankan, hingga pada 2012, anggaran pendidikan kembali meningkat menjadi Rp. 286,9 triliun. Di bidang kesehatan, kenaikan tajam anggaran juga diterjadi. Jika pada 2004 alokasi APBN untuk kesehatan baru sekitar Rp 5,8 triliun, maka jumlah ini meningkat hampir empat kali lipat pada 2009, menjadi sekitar Rp. 20,3 Triliun. Komitmen untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi rakyat miskin juga makin terlihat dalam anggaran kesehatan 2012, yang terus meningkat menjadi Rp. 29,915 triliun.
Di bidang ekonomi Indonesia saat ini adalah negara dengan GDP nomor 16 dunia dengan volume US $ 800 miliar. Maka dari itu, kita masuk dalam G-20, pakta ekonomi yang sangat menentukan saat ini. Dengan keterlibatan Indonesia di forum tersebut, McKinsey Global Institute, memprediksi Indonesia akan masuk 10 besar negara ekonomi maju, dan berada pada posisi 7 pada tahun 2030. Dasar analisanya, kita saat ini mampu terus tumbuh walaupun tren dunia kurang positif. Selain itu Indonesia juga memiliki “modal†domestik, dengan meningkatnya kelas menengah. Pada 2011 Bappenas mencatat kelas menengah kita sebanyak 45 juta orang, dan pada 2030 diprediksi mencapai 125 juta orang. Dengan jumlah tersebut, akan sangat signifikan dalam menggerakkan ekonomi.
Indikator positif ekonomi di atas juga linear dengan pencapaian kita di dunia internasional. Citra Indonesia yang sempat terpuruk di akhir era orde baru, beberapa tahun terakhir makin membaik. Dampak langsung yang kita rasakan, Indonesia dipercaya oleh negara-negara lain untuk menduduki berbagai pos penting di PBB. Bahkan Indonesia juga dipercaya masuk ke dalam Dewan HAM PBB dan Dewan Keamanan. Terbaru, Oktober 2012, Global Microcredit Summit Campaign, sebuah NGO internasional memberikan penghargaan kepada Presiden SBY atas keberhasilan kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam mendukung kegiatan ekonomi mikro (UMKM).
"Masih banyak awards dan penghargaan yang “mampir†ke Indonesia sepanjang delapan tahun terakhir. Apa artinya? Bahwa dunia melihat kita berada pada jalur yang benar dalam pembangunan. Tidak mungkin lembaga-lembaga kredibel tersebut memberikan penghargaan jika kita tidak mencapai sesuatu," tutup Zaenal. [dem]