Berita

hartati murdaya/ist

Desentralisasi Sumbang Meningkatnya Korupsi di Daerah

RABU, 26 SEPTEMBER 2012 | 22:41 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

Desentralisasi kewenangan dari pusat ke daerah sebagai implikasi otonomi daerah yang tidak tertata dalam sistem yang terkonverjensi memberi kontribusi pada meningkatnya korupsi di daerah.

Pengamat hukum tata negara Tjandra Putra melihat maraknya pejabat pemerintah daerah dijaring KPK menunjukkan adanya ekses desentralisasi otonomi daerah yang diikuti dengan desentralisasi tindakan yang bersifat koruptif, menyebar ke seluruh wilayah.

"Di era otonomi daerah, wewenang kepala daerah menjadi sangat penting. Menyebabkan kedekatan pribadi antara pebisnis dan kepala daerah menjadi faktor kunci dalam berinvestasi di daerah," kata Tajndra kepada media di Jakarta, Rabu (26/9).


"Di sinilah tantangan utama yang harus jadi sorotan, praktek pemerasan dan penyuapan hanya beda-beda tipis yang dapat mengkriminalkan pebisnis," tambahnya.

Ia mencontohakn kasus Buol di mana KPK menetapkan pengusaha nasional Siti Hartati Murdaya menjadi tersangka dengan tuduhan menyuap Bupati Amran Batalipu. Namun Hartati bersikeras pihaknya adalah korban pemerasan oleh Amran. Apalagi secara pribadi Hartati mengaku tidak tahu menahu soal penyerahan uang kepada Amran, karena semuanya dilakukan oleh anak buahnya tanpa sepengetahuan dirinya.

"Sebagian pihak mungkin akan berpendapat, yah sudah tidak usah berinvestasi di sana. Tetapi kan ternyata investasi Hartati di Buol sudah terjadi, namun kemudian mengalami berbagai gangguan. Bagaimana mau meninggalan investasi yang sudah ada? Gangguan itu kan dapat diciptakan untuk tujuan tertentu," tegas Tjandra.

Dikatakan, dari kasus-kasus hukum seperti kasus Buol itu terlihat bahwa oknum pejabat daerah memanfaatkan investasi untuk tujuan yang bersifat koruptif yang menyulitkan masyarakat, termasuk pelaku usaha.

"Ekses-ekses otonomi daerah seperti itu harus dibenahi, karena mengakibatkan tujuan dari otonomi daerah dapat tidak tercapai," tambahnya.

Lebih lanjut dikatakan, setelah 10 tahun lebih reformasi, pranata hukum yang ada perlu ditinjau kembali, disusun suatu grand design pembangunan nasional yang futuristik, menjangkau masa depan untuk membangun bangsa. Bukan memupuk kantong pribadi pejabat dalam 5 tahun berkuasa.

"Pemerintah perlu cermat, bekerja lebih keras, pemerintah pusat perlu menata ulang kewenangannya agar pemerintah tidak kehilangan legitimasi di daerah. Lucu juga seperti diberitakan dalam kasus Buol ini, terjadi kerusuhan di sana dan pabrik sempat berhentiberoperasi. Sejumlah uang damai diberikan agar situasi aman. Pebisnis seperti menjadi ladang untuk memperoleh uang. Jika memang harus membayar, di luar pajak, dibikin UU saja supaya jelas, dibuat peraturan yang memberikan kepastian dan kenyamanan," ujarnya.

Dengan fakta-fakta di lapangan seperti itu, ujar Tjandara, tidak heran bahwa angka Corruption Perception Index Indonesia hingga saat ini termasuk dalam salah satu negara yang  laten korupsi, status darurat.

"Jika persoalan ini terus dibiarkan, tidak ada patron yang jelas, akuntabilitas dan transparansi yang rendah, maka kita menghadapi jurang kehancuran," tegasnya.

Dikatakan, salah satu inti tujuan akhir otonomi daerah adalah meningkatkan pelayanan publik yang semakin baik, cepat, efisien dan pasti, termasuk dalam hal ini adalah pelayanan hukum oleh pemerintah daerah.

"Apakah setelah lebih dari 10 tahun otonomi daerah hal ini terwujud?" tanyanya.[dem]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya