Berita

Marah Sampai di Ubun-ubun, Suu Kyi Dikritik dan Dubes Myanmar Diusir

SELASA, 31 JULI 2012 | 10:27 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Sikap perempuan pejuang demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi, yang begitu lambat merespons tragedi kemanusiaan di Rakhine terus menuai protes.

"Suu Kyi pernah mendapat nobel perdamaian karena berjuang mempromosikan demokrasi di negaranya. Mestinya dia juga memperjuangkan hak-hak kelompok minoritas muslim Rohingya. Jangan hanya diam seribu bahasa," kata Direktur Umum Badan Koordinasi Nasional Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam (Bakornas LDMI), Fahmi Dzikrillah, dalam keterangan persnya (Selasa, 31/7).

Tidak hanya bicara, kemarin (Senin, 30/7) Fahmi sudah menggerakkan Bakornas LDMI berdemonstrasi di depan Kedubes Myanmar untuk menyatakan keprihatinan sekaligus protes keras atas pembantaian etnis Rohingya oleh junta militer Myanmar.
 

 
Menurutnya, tidak pantas seorang peraih nobel perdamaian lama berdiam diri sementara di sekitarnya ada tragedi pembantaian. Atas dasar apapun, pembantaian terhadap sebuah etnis tidak bisa dibenarkan dan melanggar hak asasi manusia.
 
Dalam aksi tersebut para demonstran melaksanakan sholat ghaib bagi para korban, yang dilanjutkan dengan tabur bunga di depan kedubes Myanmar sebagai simbol matinya demokrasi di sana.  
 
Dia pun menyampaikan bahwa PBB harus bertindak tegas atas pelanggaran HAM berat yang terjadi di Myanmar.

"Jika PBB tidak bisa berbuat apa-apa atas kejadian di Myanmar, lebih baik bubarkan saja. Berikan sanksi yang tegas kepada Myanmar," serunya.

Pihaknya juga mendesak Pemerintah Myanmar untuk meminta maaf kepada umat Islam di seluruh dunia atas tragedi yang menimpa muslim Rohingya. Kata dia, umat muslim ibarat satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh lainnya pun akan merasakan sakit.
 
"Kami juga mendesak pemerintah RI untuk bersikap tegas mengecam dan mengutuk insíden pembantaian di Myanmar. Usir Dubes Myanmar dari Indonesia," protes dia.
 
Sementara, Rabu pekan lalu, Aung San Suu Kyi akhirnya bersuara juga soal nasib muslim Rohingya, Myanmar. Tapi, pidato pertamanya di depan Parlemen Myanmar itu tak meredakan kekecewaan kepadanya karena dianggap sudah sangat terlmabat dan efeknya tidak signifikan pada perbaikan nasib kaum Rohingya. [ald]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

Dituding Biang Kerok Banjir Sumatera, Saham Toba Pulp Digembok BEI

Kamis, 18 Desember 2025 | 14:13

Kapolda Metro Jaya Kukuhkan 1.000 Nelayan Jadi Mitra Keamanan Laut Kepulauan Seribu

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:56

OTT Jaksa di Banten: KPK Pastikan Sudah Berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:49

Momen Ibu-Ibu Pengungsi Agam Nyanyikan Indonesia Raya Saat Ditengok Prabowo

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:41

Pasar Kripto Bergolak: Investor Mulai Selektif dan Waspada

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:31

Pimpinan KPK Benarkan Tangkap Oknum Jaksa dalam OTT di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:21

Waspada Angin Kencang Berpotensi Terjang Perairan Jakarta

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:02

DPR: Pembelian Kampung Haji harus Akuntabel

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:01

Target Ekonomi 8 Persen Membutuhkan Kolaborasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:58

Film TIMUR Sajikan Ketegangan Operasi Militer Prabowo Subianto di Papua

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:48

Selengkapnya