Berita

ilustrasi/ist

Inilah Catatan Penting tentang Gempa Tak Biasa di Aceh

SABTU, 21 APRIL 2012 | 08:08 WIB | LAPORAN: TEGUH SANTOSA

Gempa pada tanggal 11 April di lepas pantai barat Aceh dengan magnitudo 8.5 Mw pada kedalaman 22.9 kilometer tidak terjadi pada bidang pertemuan antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Gempa tersebut terjadi pada zona rekahan (fracture zone) di dekat Ninety East Ridge (NER) Samudra India dan digolongkan sebagai gempa kembar karena menghasilkan dua gempa dengan magnitudo lebih dari 8Mw. Adapun mekanisme fokus keduanya adalah strike slip.

Demikiah hasil penelitian sementara yang dilakukan tim ahli gempa yang dipimpin Dr. Irwan Meliono yang sejak pekan lalu meneliti fenomena gempa yang tidak biasa itu.

Hasil penelitian itu disampaikan Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana Andi Arief kepada Rakyat Merdeka Online, Sabtu pagi (21/4).

"Tim ini murni dari tim ahli gempa kita yang memulai tradisi baru untuk memimpin setiap riset pasca gempa-gempa yang besar. Selama ini lebih banyak ahli kita henya mendampingi periset asing yang datang dan tertarik meneliti gempa yang terjadi," ujar Andi.

"Kita akan memulai hal baru, di masa tanggap darurat bukan saja mengirimkan bantuan pertolongan, tetapi juga tim ahli diturunkan untuk meriset gempa yang terjadi," sambungnya.

Menurut hasil penelitian Dr. Irwan Meliono, rangakaian gempa kembar itu diawali dengan gempa pada 10 Januari 2012 dengan magnitudo 7.4 Mw. Mekanisme fokus gempa ini juga sama seperti gempa yang mengikutinya, tidak biasa dan terjadi di outer rise dengan mekanisme strike slip.

Magnitude lebih dari 8Mw baru kali ini terekam di lepas pantai barat Aceh, akan tetapi gempa dengan kekuatan kurang dari 8Mw dengan mekanisme fokus strike slip pernah beberapa kali tercatat.

Sejak 12 April 2012 sesaat setelah gempa sampai dengan 18 April 2012 sudah terekam 117 kali kejadian gempa dengan magnitude lebih dari 4.5 Mw (USGS). Hal tersebut berarti pada fase aftershock masih terus berlansung dan secara perlahan menuju fase post-seismic. Aktivitas post-seismic setelah gempa kembar pada 11 April 2012 menjadi informasi penting untuk dipahami, karena post-seismic akibat Gempa Aceh 2004 masih berlangsung.

Dari penelitian ini ada beberapa permasalahan yang perlu dijawab berkenaan dengan gempa yang terjadi pada 11 April 2012.

Pertama, bagaimana karakteristik sumber sesar geser yang terbentuk di fracture zone dekat Ninety East Ridge (NER) Samudra India. Lalu, seberapa besar pola deformasi post-seismic yang terjadi. Serta, bagaimana pengaruhnya terhadap regangan tektonik pada bidang kontak lempeng dan juga di daratan Aceh.

Dari penelitian juga diketahui bahwa gempa besar di bulan Desember 2004 yang menciptakan tsunami begitu dahsyat telah menciptakan pergeseran koseismik. Sebaran dan besaran pergeseran horizontal memberikan indikasi awal bahwa distribusi slip pada bidang gempa tidaklah homogen.

Titik pengamatan yang paling dekat dengan episenter berjarak 100 km, mengalami pergeseran sebasar 1.9 meter. Semantara titik pengamatan yang berjarak 300 km dari episenter pada arah yang lain mengalami pergeseran sebesar 2 m.

Hasil inversi dari data GPS memperlihatkan bahwa terdapat dua area yang memiliki besaran slip maksimum. Pertama pada wilayah yang berjarak 100 km ke arah selatan dari hiposenter besarnya slip mencapai 20 m. Hal ini konsisten dengan bukti kenaikan di pantai utara dari Pulau Simeulue. Kedua, di pantai barat Aceh dengan besaran slip mencapai 25 meter. Slip ini kemungkinan berkaitan dengan terbentuknya tsunami yang sangat tinggi di pantai barat Aceh.

Selain untuk memahami karakteristik sesar di fracture zone dan mengetahui seberapa besar deformasi post-seismic, penelitian ini juga untuk mendapatkan penjelasan mengenai implikasi dari pergeseran koseimik dan postseismik gempa Aceh, dikaitkan dengan transfer dari stress terhadap segmen utara dari Sistem Patahan Sumatra.

Dr. Irwan Meliono cs berharap penelitian ini dapat memberikan informasi yang lebih komprehensif terhadap potensi bahaya kegempaan di Pantai Barat Sumatera. Sehingga hasil penelitian ini pun dapat jadi masukan bagi pemerintah dalam melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dengan mempertimbangkan mitigasi bencana gempabumi.

Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap sains dan teknik yang terkait dengan studi aktivitas patahan aktif untuk mitigasi gempa, serta dapat membuka cakrawala baru bagi penelitian pemantauan gempabumi di masa mendatang. [guh]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya