Gayus Lumbuun
Gayus Lumbuun
RMOL. Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 tahun 2012 sangat tepat digunakan untuk menyikapi kasus dugaan pencurian kayu di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sebab, bisa menyesuaikan nilai harga barang yang dicuri.
Seperti diketahui, YS (22), ON (39) dan SA (35), warga kampung Cihanja, Desa Caringin, KecamaÂtan Karang Tengah, Kabupaten Garut, Jawa Barat, ditahan karena mengambil dua batang pohon pinus. Pohon yang tumbang di hutan itu aka dijual seharga Rp 200 ribu untuk menyambung hidup.
“Perma itu bisa menyesuaikan nilai harga barang yang dicuri. Sebab, sekarang ini masyarakat memprotes pasal yang memÂbeÂratÂkan terhadap pencurian riÂngan,†kata Hakim Agung Gayus Lumbuun kepada Rakyat MerÂdeka, kemarin.
Menurut bekas anggota DPR itu, berdasarkan pasal 364 KUHP tentang pencurian ringan bahwa nilai barang yang dicuri di bawah Rp 250 tidak perlu ditahan. Ini artinya, kalau di atas Rp 250 bisa ditahan. Tapi itu dulu. Sekarang ini nilai itu dianggap terlalu kecil. Maka disesuaikan atau dibaca angka Rp 250 ini menjadi Rp 2.500.000.
Penyesuaian nilai tersebut dilakukan sejak UU Nomor 1 tahun 1961 tentang ketentuan nilai pada KUHP yang sudah tidak sesuai lagi. Nilai kayu yang diambil ketiga warga tersebut diduga hanya sekitar Rp 200.000.
Pengenaan pasalnya agak aneh. Sebab, menggunakan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Terutama pasal 50 huruf h yang intinya meÂmanen, menebang, dan meÂmuÂngut hasil kayu tanpa izin yang berÂwenang. Ini semacam pemÂbalakan atau illegal logging.
“Masa pencuri ringan seperti ini dikenakan pasal berat dengan ancaman lima tahun dan langÂsung ditahan. Ini kan aneh,†katanya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Bagaimana dengan nilai yang diÂcuri di bawah Rp 2,5 juta?
Bukan berarti dibebaskan beÂgitu saja. Perma ini tidak memÂbebaskan kejahatan untuk meÂmiliki barang yang bukan milikÂnya secara hukum.
Pencuri jangan dibebaskanm tetap diproses hukum bila tidak bisa diselesaikan secara kekeÂluargaan.
Tetapi, pengenaan pasal pada kasus pencurian kayu di Garut ini tidaklah tepat karena tergolong dalam pencurian ringan dan nilaiÂnya kecil. Tetap diproses dan dikenakan hukuman kalau hakim menyatakan bersalah berdasarÂkan Undang-Undang.
Tapi ancamannya bukan lima tahun?
Ya. Kalau pencurian ringan dengan nilai barang yang diÂcuri di bawah Rp 2,5 juta, hukumanÂnya maksimal hanya tiga bulan. Perma ini tidak mencampuri atau merubah KUHP, tapi hanya meÂnyesuaikan nilai tukar saja.
Mau tidak mau di pengadilan-pengadilan mulai menggunakan pasal ini. Artinya, kalau orang diÂduga mencuri dan nilaiÂnya di baÂwah Rp 2,5 juta teÂtap diproses tapi dengan cepat, tidak perlu berÂtele-tele, dan tidak perlu ditahan.
Kalau mencermati peristiwa ini, maka secara selintas saja sudah jelas penegak hukum telah menggunakan undang-undang yang menentukan pelanggaran yang lebih berat dari yang seÂharusnya.
Siapa yang keliru menerapÂkan undang-undang?
Pengenaan pasal yang dikeÂnaÂÂkan dalam kasus ini menunÂjukÂkan petugas polisi hutan dari PeÂrum Perhutani maupun polisi kuÂrang menyikapinya dengan tepat.
Kalau hal semacam ini dibiarÂkan maka masyarakat semakin gelisah, terutama penduduk seÂtempat atau warga adat. Sebab, mereka bersentuhan dengan lingÂkungan hutan yang meneÂmukan hasil kayu.
Bukankah ketiga orang itu berÂsalah?
Kalau itu sudah masuk pekaÂrangan Perum Perhutani, tetap salah. Itu melanggar hukum. Tetapi masuk dalam kategori pencurian ringan. Bukan pemÂbalakan seperti yang dituduhkan karena nilainya hanya sekitar Rp 200 ribu.
Jika mereka ditahan dan keÂmudian ancamannya hingga lima tahun penjara, maka masyarakat akan antipati terhadap perusaÂhaan negara ini dan penegak hukum, termasuk pengadilan.
Selain itu, tidak boleh ada banÂding. Kecuali jika keputusannya menyangkut hukuman badan.
Makanya, maraknya penahaÂnan yang nilainya hanya di bawah Rp 2,5 juta dapat meresahkan masyarakat. Pengadilan pun akan jadi korban.
Sebab, pengadilan tentunya akan diindikasikan masyarakat sebagai pihak yang menentukan. Padahal pengadilan hanya seÂmata-mata karena adanya perÂkara yang masuk. Para penyidik harus melihat Perma ini.
Barangkali penegak hukum yang menangani kasus ini beÂlum mengetahui soal Perma itu?
Perma tersebut baru ditetapkan akhir Februari 2012. SosialisasiÂnya belum sampai ke daerah-daerah. Apalagi kasus ini terjadi 10 hari sebelum Perma ini diÂberlakukan. Harapan kita, setelah adanya publikasi, peneÂgak huÂkum akhirnya membebaskan yang bersangkutan.
Maksudnya?
Terdakwa itu dilepaskan saja dari tahanan. Kalau mau berlanÂjut, ya silakan. Tapi tidak mengÂgunakan pasal illegal logging. Sebab, kasus ini tergolong penÂcurian ringan. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
Senin, 15 Desember 2025 | 21:49
UPDATE
Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09
Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51
Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35
Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12
Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54
Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25
Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45
Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39
Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09
Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00