Berita

Agus Martowardojo

Bisnis

PNS Dilarang Berbisnis Tapi Boleh Double Job ...

Kebijakan Kementerian Keuangan Dinilai Tidak Adil
RABU, 29 FEBRUARI 2012 | 08:20 WIB

RMOL.Menteri Keuangan Agus Martowardojo dianggap kurang adil dalam menyikapi kasus rekening gendut pegawainya.

Di satu sisi, Agus Marto me­la­rang pegawai negeri sipil (PNS) untuk memiliki bisnis samping­an. Namun di sisi lain, bekas Di­rut Bank Mandiri ini membiar­kan beberapa Dirjen di Kemen­keu merangkap jabatan (double job). Rata-rata mereka menjadi komi­saris di BUMN.

Hal itu dikatakan anggota Ko­misi IX DPR Lourens Ba­hang Dama menanggapi ke­bijakan Ke­menterian Keuangan (Ke­men­keu) yang melarang PNS un­tuk punya usaha di luar pe­ker­jaannya sebagai PNS. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pe­merintah (PP) Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Ke­gia­tan Pegawai Negeri dalam Usaha Swasta.

“Dasar aturannya PP Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan berusaha bagi PNS,” ujar Sek­retaris Jenderal Kemenkeu Kia­gus Ahmad Badaruddin di Ja­karta, kemarin.

Kiagus menyatakan, un­tuk golongan III/D ke bawah di­per­bolehkan melakukan bisnis lain tetapi harus seizin Menteri atau pejabat yang berwenang. Se­men­tara untuk golongan IV/A, tidak diizinkan sama sekali membuka usaha lain.

“Bagi PNS Golongan III/D ke bawah harus seizin Menteri, ka­lau golongan IV/A ke atas tidak boleh,” tegas Kiagus.

Jika ada PNS, anggota TNI atau Pejabat yang melanggar ke­tentuan-ketentuan PP ini dapat diambil tindakan dan hukuman berdasar­kan peraturan perun­dang-un­dangan yang berlaku.

Menurut Bahang, wajar jika PNS di Kemenkeu punya bisnis atau tidak mengindahkan atur­an atasannya. Sebab, lanjut­nya, pa­ra pejabat eselon I di ke­men­terian ini banyak yang rangkap jabatan di swasta atau BU­MN.

“Kalau menerapkan aturan mes­­tinya harus tegas. Jika anak buah­nya nggak boleh berbisnis, Dirjennya juga jangan rangkap jabatan dong,” kritik Bahang

Karena itu, pihaknya meminta Menteri Agus Marto membuat aturan yang tegas. Jika tidak, ma­ka ka­sus rekening gendut PNS tersebut akan terulang kembali.

Kemenkeu berjanji terus me­nindak lanjuti setiap laporan dari Pusat Pela­poran dan Analisis Tran­saksi Ke­uangan(PPATK) terkait dugaan rekening gendut milik pega­wainya. Kiagus me­nga­­takan, saat ini sudah ada 90 laporan rekening gendut milik pegawai­nya yang dilaporkan oleh PPATK. Menurut dia, semua la­poran itu akan dipe­riksa oleh Ins­pektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu.

Rekening yang terbukti me­langgar, kata KIagus, akan lang­sung dilaporkan kepada penegak hukum. Namun, saat ditanya su­dah berapa rekening gendut yang dilaporkan ke penegak hu­kum, dia mengaku lupa jumlahnya. “Sudah banyak yang sudah kita laporkan,” tegasnya kepada Rak­yat Merdeka di Jakarta, kemarin.

Ia juga menjelaskan, terkait re­kening mencurigakan milik bekas pegawai Dirjen Pajak Dhana Widyatmika (DW), pihak Itjen sudah melakukan pemerik­saan dengan melakukan eksi­minasi terhadap rekening terse­but pada Desember lalu, setelah men­dapat laporan dari PPATK.

Dia juga menolak anggapan  jika ditemukannya rekening gen­dut DW ini merupakan indi­kasi gagalnya reformasi birok­rasi di Kemenkeu. Justru, kata dia, ter­bongkarnya kasus ini ka­rena ber­jalannya kebijakan re­formasi birokrasi.

“Kebijakan reformasi birokra­si juga meningkatkan pe­ne­rimaan pajak. Sehingga APBN (Anggar­an Pendapatan dan Be­lanja Ne­gara) yang tadinya dari bantuan luar negeri, sekarang dari pajak,” kelit Kiagus.

Namun, bagi Bahang, ter­ung­kap­nya kasus DW semakin mem­perlihatkan jika program refor­masi birokrasi di Kemen­terian Keuangan belum maksimal.

Menurut dia, kondisi ini sangat meng­khawatirkan, karena PPATK masih menemukan reke­ning-re­kening gendut milik PNS lainnya. Karena itu, kata dia, pihaknya akan memanggil Dirjen Pajak dan Kementerian Ke­uangan un­tuk menanyakan soal ini dan kebija­kan reformasi birokrasinya.     

“Evaluasi kinerja sangat di­perlukan. Sebab, penerimaan pa­jak negara tidak akan mak­simal jika penerimaan negara­nya terus ditilep oleh oknum. Ka­rena itu, Kemenkeu harus menindak se­mua laporan dari PPATK,” tukas Bahang. [Harian Rakyat Merdeka]



Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Berjuang Bawa Bantuan Bencana

Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

UPDATE

PIP Berubah Jadi Kartu Undangan Kampanye Anggota DPR

Senin, 15 Desember 2025 | 06:01

Perpol versus Putusan MK Ibarat Cicak versus Buaya

Senin, 15 Desember 2025 | 05:35

Awas Revisi UU Migas Disusupi Pasal Titipan

Senin, 15 Desember 2025 | 05:25

Nelangsa Dipangku Negara

Senin, 15 Desember 2025 | 05:06

Karnaval Sarendo-Rendo Jadi Ajang Pelestarian Budaya Betawi

Senin, 15 Desember 2025 | 04:31

Dusun Bambu Jual Jati Diri Sunda

Senin, 15 Desember 2025 | 04:28

Korupsi di Bandung Bukan Insiden Tapi Tradisi yang Dirawat

Senin, 15 Desember 2025 | 04:10

Rektor UI Dorong Kampus Ambil Peran Strategis Menuju Indonesia Kuat

Senin, 15 Desember 2025 | 04:06

Hutan Baru Dianggap Penting setelah Korban Tembus 1.003 Jiwa

Senin, 15 Desember 2025 | 03:31

Jangan Keliru Tafsirkan Perpol 10/2025

Senin, 15 Desember 2025 | 03:15

Selengkapnya