Berita

Imam Anshari Saleh

Wawancara

WAWANCARA

Imam Anshari Saleh: Kami Sudah Menduga Dari Awal PK Antasari Bakal Ditolak MA

RABU, 15 FEBRUARI 2012 | 08:40 WIB

RMOL. Antasari Azhar mengajukan tiga bukti baru dan 48 kekhilafan hakim sebagai dasar untuk pengajuan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasrudin Zulkarnaen.

Tapi itu tidak cukup untuk me­menangkan bekas Ketua KPK tersebut. Antasari tetap dihukum 18 tahun penjara.

Menanggapi hal itu, Wakil ketua Komisi Yudisial (KY) Imam Anshari Saleh berharap agar putusan itu murni atas dasar pertimbangan hukum.

“Semoga putusan tersebut tidak ada intervensi dari pihak-pihak tertentu,” ujar Imam An­shari Saleh, kepada Rakyat Merdeka, Senin (13/2).

Seperti diketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mem­vonis Antasari 18 tahun penjara karena terbukti terlibat dalam pembu­nuhan Nasrudin Zulkar­naen.

Di tingkat banding, Pe­ngadilan Tinggi DKI Ja­karta mem­perkuat huku­man yang di­jatuhkan Pe­nga­dilan Negeri Jakarta Selatan.

Mahkamah Agung juga meno­lak permohonan kasasi yang diajukan Antasari. Begitu juga pengajuan PK ditolak MA. Yang menangani perkara ini adalah Harifin Tumpa, Joko Sarwoko, Komariah Sapardjaya, Imron Anwari, dan Hatta Ali.

Imam Anshari Saleh selanjut­nya mengatakan, pihaknya su­dah  menduga PK  Antasari ba­kal dito­lak MA. Sebab, ini seja­lan de­ngan penolakan MA ter­ha­dap rekomendasi KY tentang sanksi terhadap hakim Penga­dilan Ne­geri Jakarta Selatan yang menja­tuhkan hukuman penjara 18 tahun penjara kepada Antasari.

“Kami tidak terkejut dengan putusan itu, namun kami tetap menghormati putusan hakim,” kata bekas politisi PKB itu.

Berikut kutipan selengkapnya:


Apa KY tidak menduga ada yang intervensi kasus ini?

Itu perlu ditelusuri. Yang jelas poin-poin yang mengkritisi ha­kim agar profesional, sudah dicabut.

Saya menduga ini dalam satu rangkaian. Tapi mudah-mudahan tidak. Sebab, banyak yang men­curi­gai setelah pencabutan itu, kemudian PK diputus. Bagi KY, kasus di Pengadilan Negeri Ja­karta Selatan itu termasuk dalam pelanggaran etika.


Anda menduga penolakan PK ini melanggar etika hakim?

Putusan itu kan menguatkan putusan sebelumnya, baik di tingkat Pengadilan Negeri mau­pun Pengadilan Tinggi. Saya tidak menyebut putusan PK itu melanggar etika atau tidak, yang kami periksa kan di ting­kat PN.


Anda melihat penolakan PK ini berbau politik?

Kita harus berprasangka baik, mudah-mudahan murni karena pertimbangan hukum bukan karena pengaruh atau intervensi dari luar.


Apa Anda tidak melihat in­dikasi ke sana?

Kalau segala kemungkinan bisa saja terjadi. Tapi saya tidak bisa bilang ya atau tidak. Sebab, belum ada bukti dan indikasi yang kuat. Mungkin dalam per­jalanan akan kelihatan kalau indikasi itu muncul. Karena Pak Antasari tidak akan diam bila beliau merasa dizholimi.


Bagaimana dengan bukti baru yang diajukan Antasari?

Itu kan internal MA yang tahu. MA selalu berlindung di balik kebebasan hakim. Makanya hara­pan kami agar putusan itu bukan putusan suka-suka hakim. Jangan sampai kesannya semau hakim. harus benar-benar berdasarkan fakta hukum.


Bagaimana pembatalkan Su­rat Keputusan Bersama (SKB) tentang Kode Etik dan Pedo­man Prilaku Hakim MA?

Mudah-mudahan itu bukan sikap resmi MA, hanya sikap ma­jelis hakim, walaupun itu mengi­kat juga. Sebab, kita belum tahu apakah ada upaya hukum lain setelah dicabut. Walaupun kami menyesalkan karena SKB itu dirancang berdua antara KY dan MA. Kami sudah menggo­dok kode etik dan pedoman peri­laku ha­kim antara KY dan MA, kemu­dian diputus di tengah jalan se­perti ini. Mudah-mudahan kami, KY dan MA bisa mem­perbaiki.


KY merasa diabaikan?

KY merasa adanya pengura­ngan kewenangan dengan dua poin yang dibatalkan itu. Saya mengharapkan itikad baik MA dan KY untuk benar-benar mem­berikan pengawasan yang mak­simal.


Pengawasan hakim semakin lemah dong?

Kita bicarakan dulu di internal KY dan diskusi dengan MA, bagaimana niat yang ada di SKB itu. Apabila pengawasan lemah, MA sendiri yang rugi. Sebab, banyak hakim-hakim yang me­lakukan pelanggaran dan tidak terjangkau oleh SKB yang di­amputasi itu.  [Harian Rakyat Merdeka]


Pengawasan hakim semakin lemah dong?

Kita bicarakan dulu di internal KY dan diskusi dengan MA, bagaimana niat yang ada di SKB itu. Apabila pengawasan lemah, MA sendiri yang rugi. Sebab, banyak hakim-hakim yang me­lakukan pelanggaran dan tidak terjangkau oleh SKB yang di­amputasi itu.  [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pertunjukan ‘Ada Apa dengan Srimulat’ Sukses Kocok Perut Penonton

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik Thailand-Kamboja

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33

Truk Pengangkut Keramik Alami Rem Blong Hantam Sejumlah Sepeda Motor

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13

Berdoa dalam Misi Kemanusiaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59

Mualem Didoakan Banyak Netizen: Calon Presiden NKRI

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36

TNI AL Amankan Kapal Niaga Tanpa Awak Terdampar di Kabupaten Lingga

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24

Proyek Melaka-Dumai untuk Rakyat atau Oligarki?

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58

Wagub Sumbar Apresiasi Kiprah Karang Taruna Membangun Masyarakat

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34

Kinerja Polri di Bawah Listyo Sigit Dinilai Moncer Sepanjang 2025

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19

Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra Mulai Tercium Kejagung

Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya