Berita

E Herman Khaeron

Wawancara

WAWANCARA

E Herman Khaeron: Indonesia Butuh Badan Otoritas Untuk Capai Kemandirian Pangan

JUMAT, 10 FEBRUARI 2012 | 08:40 WIB

RMOL.Untuk mencapai kedaulatan dan kemandirian pangan nasional, Indonesia butuh lembaga khusus yang mengurusi pangan. Jika hanya tergantung pada Kementerian Pertanian, akan sulit mencapai kedaulatan dan kemandirian itu dalam waktu dekat.

“Masalah pangan ini sangat kompleks dan luas. Kalau hanya mengandalkan Kementerian Pertanian, sulit maksimal,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPR, E Herman Khaeron di Jakarta, kemarin.

Karena itu, katanya, DPR terus mendorong pemerintah segera membentuk badan otoritas pa­ngan. Seberapa urgent-kah badan itu untuk mencapai kedaulatan dan kemandirian pangan, berikut wawancara lengkap Rakyat Merdeka dengan E Herman Khae­ron yang juga Ketua De­partemen Pertanian DPP Partai Demokrat.

Anda mengusulkan agar Indo­­nesia punya badan otoritas pa­ngan. Alasannya apa?

Indonesia itu adalah negara yang sangat luas. Jumlah pendu­duknya juga sangat banyak, men­capai 237 juta jiwa. Kondisi ini tentu membuat kebutuhan pa­ngan Indonesia sangat banyak juga. Nah, untuk pemenuhan itu, di­butuhkan badan khusus untuk mengurusi pangan. Badan ini ha­rus tersendiri, agar kerjanya bisa fokus, sehingga bisa me­masti­kan pemenuhan pangan nasional.

Seperti apa badan ini, apa se­level dengan kemente­rian atau­kah berada di bawahnya?

Badan ini merupakan lembaga pemerintah. Badan ini berada lang­sung di bawah presiden dan bertanggung jawab langsung ke presiden. Jadi, setingkat dengan kementerian.

Lalu, tugas badan ini seperti apa?

Tugasnya membuat regulasi dan sebagai operator khusus di bidang pangan.

Apa tidak akan overlap de­ngan Kementerian Pertanian?

Kerjanya tidak akan berbentu­ran dengan Kementerian Perta­nian. Sebab, lembaga ini hanya mengawasi dan jadi pelaksana soal pangan.

Dengan badan ini, diharapkan Indonesia tidak lagi tergantung dengan impor dalam memenuhi kebutuhan pangan. Semua kebu­tuhan pangan sudah bisa terpe­nuhi oleh petani dalam negeri

Bukankah untuk penyediaan pangan ada Bulog?

Saat ini, Bulog hanya berben­tuk Perum (perusahaan umum). Tidak akan efektif, sebab tidak bisa membuat kebijakan untuk pengembangan pangan nasional dan mencapai swasembada pangan.

Apa yang dilakukan DPR untuk mendorong badan oto­ritas pangan?

Saat ini, kita (DPR) sedang menggodok RUU Pangan yang merupakan perubahan Undang-undang Nomor 7  tahun 1996. RUU ini inisiatif DPR. RUU ini sangat penting dalam melandasi ketahanan pangan kita.  Saat ini, kita sedang melakukan pemba­hasan tingkat I secara intensif antara Komisi IV dengan peme­rin­tah. Dalam pembahasannya, kita tidak hanya melibatkan Ke­menterian Pertanian, tapi juga Kementerian Perdagangan, Ke­menterian Perindustrian, Kemen­kumham, dan Kementrian Dalam Negeri.

Seberapa penting RUU ter­sebut?

Sedikitnya ada enam substansi penting yang jadi pembahasan dalam RUU itu. Pertama, peruba­han paradigma pembangunan pa­ngan ke arah kedaulatan pangan dan kemandirian pangan. Kedua, menurunkan konsumsi beras sebagai pangan pokok melalui diversifikasi pangan lokal dan menghargai kearifan pangan lokal. Ketiga, dibentuknya badan otoritas pangan.

Keempat, pengaturan bukan saja untuk pangan konsumsi, tapi juga bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan proses pena­ngananya. Ke­lima, penga­turan cadangan pangan nasional. Keenam, semangat disen­tralisasi dan pende­legasian kewe­na­ngan kepada daerah.

Khusus untuk badan otoritas pangan, bagaimana pembaha­san­nya?

Dalam draf sementara, badan otoritas pangan diatur dalam Bab X. Dalam pasal 113 undang-undang juga ditegaskan bahwa dalam rangka menyelenggarakan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, ketahanan pangan, dan keamanan pangan, pemerintah harus membentuk badan otoritas pangan. Dalam Bab XV tentang ketentuan peralihan pasal 142, badan otoritas pangan itu terben­tuk paling lambat dua tahun se­telah diundangkan.

Sampai sejauh mana pemba­ha­sannya?

Tentunya RUU ini terus diba­has. Kita masih terus melakukan public hearing dengan masyara­kat. kita juga melakukan jaring pendapat di tiga universitas yaitu Institut Pertanian Bogor, Univer­sitas Gadjah Mada, dan Univer­sitas Sumatera Utara. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pertunjukan ‘Ada Apa dengan Srimulat’ Sukses Kocok Perut Penonton

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik Thailand-Kamboja

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33

Truk Pengangkut Keramik Alami Rem Blong Hantam Sejumlah Sepeda Motor

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13

Berdoa dalam Misi Kemanusiaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59

Mualem Didoakan Banyak Netizen: Calon Presiden NKRI

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36

TNI AL Amankan Kapal Niaga Tanpa Awak Terdampar di Kabupaten Lingga

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24

Proyek Melaka-Dumai untuk Rakyat atau Oligarki?

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58

Wagub Sumbar Apresiasi Kiprah Karang Taruna Membangun Masyarakat

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34

Kinerja Polri di Bawah Listyo Sigit Dinilai Moncer Sepanjang 2025

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19

Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra Mulai Tercium Kejagung

Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya