Nur Hidayat Sardini
Nur Hidayat Sardini
RMOL. Pemilu 2014 masih jauh. Tapi perlu dipikirkan dari sekarang soal mekanisme dan prosedurnya, sehingga bisa menghasilkan penyelenggara negara yang berkualitas.
Pemilu bukan hanya persoaÂlan teknis. Demokrasi tanpa pemilu omong-kosong. Pemilu mengeÂsampingkan demokrasi akan pincang. Kualitas pemilu ditenÂtukan mekanisme dan tata proÂsedur.
Inilah pandangan anggota Badan Pengawas Pemilu (BaÂwaslu) Nur Hidayat Sardini terhaÂdap format idealitas Pemilu 2014 yang disampaikan kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Berikut kutipan selengkapnya:
Apa kira-kira permasalahan Pemilu 2014?
Saya persempit saja dengan menjawab dari sudut pandang peÂnyelenggara pemilu. PerÂtama-tama kita harus punya perÂsepsi yang sama. Dalam konÂteks apa Pemilu 2014 digelar. Situasi apa yang melatarÂbelaÂkangi penyeÂlenggaraan terseÂbut. Akan diarahÂkan ke mana seÂbenarnya pemilu itu. Bila perlu, apa visi terhadap agenda lima tahunan itu.
Banyak yang bilang Pemilu 2009 yang terjelek sepanjang kita menggelar pesta demoÂkraÂsi, bagaimana dengan PeÂmilu 2014?
Kita kembali saja pada landaÂsan konstitusional. Secara umum, UUD 1945 menggariskan pemilu demokratis. Di sejumlah pasal, ada ketentuan yang menggaÂrisÂkan kerangka ideal pemilu. Tapi tak hanya konstitusi untuk meÂmajukan kualitas pemilu. Perlu landasan operasionalnya, yang sepenuhnya diatur dalam sejumÂlah Undang-Undang mengenai Pemilu.
Mula-mula ada Undang-UnÂdang Nomor 15 Tahun 2011 yang memuat kerangka penyelenggara pemilu. Bila KPU, Bawaslu, DKPP (Dewan Kehormatan PeÂnyelenggara Pemilu), dan peÂmangku kepentingan lain bertitik tolak dari undang-undang itu, maka saya optimistis Pemilu 2014 akan lebih baik. Apalagi bila didukung para pemangku keÂpentingan lain, maka kualitas peÂmilu akan dijamin. Tapi memang dimulai dari kualitas kinerja KPU terlebih dulu.
Cukupkah deÂÂngan UnÂdang-undang itu saja?
Itu tak cuÂkup. Kita mesÂÂÂti meÂngacu pula terhadap pengaÂturan operasional peÂmilu. Itu berÂsumber dari UnÂdang-unÂdang Pemilu LeÂgislatif yang sedang diÂgodok DPR dan peÂmeÂrintah.
Selanjutnya kita tunggu UnÂdang-undang PilÂpres, dan kelak Undang-undang PemiluÂkada. Ketiga Undang-unÂdang tersebut merupakan keÂrangka operasional, yang wajib dilaksanakan penyeÂlenggara pemilu.
Apakah ada regulasi lain?
Di bawah itu ada peraturan dan Keputusan KPU. Ini pula semaÂcam Juklak dan Juknis yang meÂruÂpakan kebijakan turunan yang bersifat teknik. Semua keÂtenÂtuan peraturan perundang-undangan itu demi menggapai pemilu deÂmokratis, luber, dan jurdil.
Anda pernah menyatakan perÂÂÂsoalan kapasitas dan inteÂgriÂtas pemilu, apa praktiknya dalam Pemilu 2014?
Persoalan utama dan tak bisa diÂtawar sebagai penyelenggara peÂmilu adalah persyaratan kapaÂsitas dan integritas. Tapi itu tak cuÂkup hanya dengan dua syarat utama tadi. Masih diperlukan visi deÂmoÂkrasi, juga wawasan luas meÂngeÂnai bangunan nasional akan deÂmokrasi dalam prakÂtiknya.
Bagi seorang penyelenggara Pemilu, harus memiliki visi luas dan jauh ke depan. Di luar itu aspek improvisasi yang dimiliki penyelenggara pemilu, juga tak kalah mutlaknya. Improvisasi yang saya maksud adalah keÂpeÂmimpinan. Tanpa kepemimÂpinan, pada penyelenggara pemilu akan kering bahkan mandul.
Persoalan utama dan tak bisa diÂtawar sebagai penyelenggara peÂmilu adalah persyaratan kapaÂsitas dan integritas. Tapi itu tak cuÂkup hanya dengan dua syarat utama tadi. Masih diperlukan visi deÂmoÂkrasi, juga wawasan luas meÂngeÂnai bangunan nasional akan deÂmokrasi dalam prakÂtiknya.
Bagi seorang penyelenggara Pemilu, harus memiliki visi luas dan jauh ke depan. Di luar itu aspek improvisasi yang dimiliki penyelenggara pemilu, juga tak kalah mutlaknya. Improvisasi yang saya maksud adalah keÂpeÂmimpinan. Tanpa kepemimÂpinan, pada penyelenggara pemilu akan kering bahkan mandul.
Mengapa demikian?
Pemilu itu bukan persoalan teknis melulu. Demokrasi tanpa pemilu omong-kosong. Pemilu mengesampingkan demokrasi akan pincang. Maka menuju Pemilu 2014, setiap anggota peÂnyelenggara pemilu harus meÂmiliki visi demokrasi. DemoÂkrasi itu juga mengandung tata nilai, sekaligus tujuan itu sendiri.
Maksudnya?
Saya mau kasih ilustrasi. DiÂgelarnya pemilu untuk mengatur sirkulasi kepemimpinan di setiap jenjang. Produk pemilu adalah terpilihnya para penyelenggara negara yang kelak akan menÂduduki jabatan-jabatan di leÂgislatif dan eksekutif.
Produk pemilu akan melahirÂkan pemerintahan negara dalam arti umum. Agar mereka yang menduduki jabatan dalam peÂnyelenggaraan negara berkuaÂlitas, maka pemilu harus digelar secara berkualitas pula.
Apa ukuran pemilu itu berÂkualitas?
Begini. Kualitas pemilu ditenÂtuÂkan kualitasnya mekanisme dan tata prosedur. Kualifikasi tersebut berbasis pada visi demokrasi. Penyelenggara yang tak berÂkuaÂlitas, apapun sistemnya, maka itu sekadar konsep harapan yang tak berjalan di lapangan. Saya lihat, sisi-sisi itu menyertai dalam peÂnyelenggaraan Pemilu 2009. MakaÂnya mari kita menatap Pemilu 2014 agar lebih demoÂkrasi. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
UPDATE
Minggu, 28 Desember 2025 | 13:46
Minggu, 28 Desember 2025 | 13:17
Minggu, 28 Desember 2025 | 13:13
Minggu, 28 Desember 2025 | 12:45
Minggu, 28 Desember 2025 | 12:27
Minggu, 28 Desember 2025 | 12:02
Minggu, 28 Desember 2025 | 11:45
Minggu, 28 Desember 2025 | 11:39
Minggu, 28 Desember 2025 | 11:33
Minggu, 28 Desember 2025 | 11:05