Sjafrie Sjamsoeddin
Sjafrie Sjamsoeddin
RMOL. Industri pertahanaan maritim Indonesia memiliki fungsi strategis. Terutama keamanan wilayah perairan.
“Luas wilayah Indonesia sekitar tujuh juta kilometer per segi. Lima juta kilometer per segi peÂrairan,†ujar Wakil Menteri PertaÂhanan, Sjafrie Sjamsoeddin, di sela-sela kunjungannya ke tiga perusahaan Shipyard, di Batam, Rabu (4/12).
Menurut Sjafrie, TNI AL meÂmerlukan kekuatan maritim yang besar. Terutama memperbesar armada pertahanan laut yang sudah ada. Namun, kekuatan TNI yang lain, seperti TNI AD dan TNI AU, tetap memiliki porsi untuk terus dikembangkan.
“Kita butuh industri kapal seÂlam demi menjaga keutuhan dan kedaulatan wilayah NKRI,†tandas bekas Pangdam Jaya ini.
Berikut kutipan selengkapnya:
Bagaimana kesiapan produÂsen industri pertahanan mariÂtim?
Produsen industri pertahanan maritim diharapkan bisa meÂningÂÂkatkan manajemen dan daya saingnya. Saya melihat potensi mereka sangat besar untuk bisa berkembang. Apabila mereka sudah produktif. Bisa mencari peluang baru dengan meyaÂkinÂkan pengguna.
Bagaimana dengan perusaÂhaan swasta?
Seluruh shipyard industri perÂÂtahanan, baik milik pemeÂrintah atau swasta, harus memÂpunyai kemampuan daya saing. Saat ini tidak ada monopoli. Siapa yang punya kemampuan dan bisa meÂmenuhi spesifikasi yang dibutuhÂkan TNI, maka itu yang dipakai.
Shipyard yang ada sebaiknya berinÂteraksi dengan TNI AL seÂbagai pengguna, menyamÂpaiÂkan capacity building yang diÂmilikinya. Tentunya TNI AL akan memberikan penilaian.
PT PAL tidak lagi diberiÂkan privilage?
Peluang yang diberikan pada PT PAL masih tetap ada. Tinggal sekarang bagaimana mereka mengejar peluang itu dengan memÂperbaiki manajeÂmennya dan menjemput bola terhadap kesiaÂpan skill level meÂreka. Dan juga mengejar tekÂnologi negara yang bermitra, kaÂrena transfer of techÂnoÂloÂgy selalu ada setiap kita meÂlakukan pembelian.
Proyek apa saja yang diberiÂkan ke PT PAL?
Kapal selam dan proyek kapal Perusak Kawal Rudal (PKR), itu diberikan ke PT PAL. Tapi untuk kapal non-combatan bisa dilakuÂkan shipyard dalam neÂgeri milik negara, seperti PT Dok dan PerÂkapalan Kodja BaÂhari, dan ada juga diberikan pada shiÂpyard swasta yang memiliki kuaÂlitas yang sama. Jadi tidak ada monopoli shiÂpyard untuk semua jenis dan ukuran.
Apa yang diinginkan pemeÂrinÂtah dari kebijakan ini?
Melalui peningkatan kemamÂpuan industri pertahanan dalam negeri, maka kebijakan pertahaÂnan, defense supporting econoÂmy, bisa realistis. Yang didapatÂkan dari kebijakan itu, satu sisi modernisasi bisa mendukung suatu keunggulan ekonomi daÂlam politik negara.
Di sisi lain, dengan kita memÂberikan peÂluang pada industri pertahanan dalam negeri, otoÂmatis tenaga kerja yang diserap akan berÂtamÂbah. Tentunya ini akan meÂningÂkatkan roda perpuÂtaran ekonomi dan ada tanÂtangan skiil level. Dari segi poliÂtik, kita akan meÂmiliki suatu kemamÂpuan kemanÂdirian dalam perÂtahanan.
Melalui peningkatan kemamÂpuan industri pertahanan dalam negeri, maka kebijakan pertahaÂnan, defense supporting econoÂmy, bisa realistis. Yang didapatÂkan dari kebijakan itu, satu sisi modernisasi bisa mendukung suatu keunggulan ekonomi daÂlam politik negara.
Di sisi lain, dengan kita memÂberikan peÂluang pada industri pertahanan dalam negeri, otoÂmatis tenaga kerja yang diserap akan berÂtamÂbah. Tentunya ini akan meÂningÂkatkan roda perpuÂtaran ekonomi dan ada tanÂtangan skiil level. Dari segi poliÂtik, kita akan meÂmiliki suatu kemamÂpuan kemanÂdirian dalam perÂtahanan.
Bagaimana skemanya?
Dalam rangka modernisasi Alat Utama Sistem Senjata (alutsista), Presiden menegaskan sampai tahun 2014 modernisasi alutsista akan ditingkatkan, terutama alutsista yang bergerak. Baik di TNI AL, TNI AD, dan TNI AU.
High Level Commitee (HLC) yang terdiri dari Kementerian Pertahanan (Kemhan), KemenÂterian Keuangan (Kemenkeu) dan Badan Perencanaan dan PembaÂngunan Nasional (BapÂpenas), melihat sejauhmana proÂses peÂngadaan itu berjalan. Dari skema pembiayaan, Kemenkeu melihat apakah dana yang sudah disetujui telah mengalir pada simpul proÂduksi. Dari Bappenas akan meliÂhat skema perencaÂnaan, apakah itu sudah dijalanÂkan. Kemhan akan melihat seÂjauhmana kualitas produksi itu dilakukan untuk memenuhi target waktu, kualitas dan juga harga yang teÂlah diÂÂtenÂtukan.
Mengapa alutsista kita kaÂlah dengan neÂgara lain?
Suatu negara harus siap meÂlaÂkukan opeÂrasi militer terÂbatas, itu suÂdah pasti. konÂseÂkuenÂsinya, neÂgara harus puÂnya keÂungguÂlan militer. KeÂungguÂlan ini memÂpunyai keÂtergantungan dengan kemamÂpuan anggaran. Perlu diÂketahui, keunggulan militer jaÂngan hanya dilihat dari segi kuantitas, tapi harus dilihat dari varian teknologi. Memang ada negara yang jumlah alutsisÂtanya besar, tapi kita memilih perimÂbangan varian teknologi.
Karena itu, kemampuan yang diÂkemÂbangÂkan, disamping kita menyeÂsuaikan dengan bertamÂbahnya alokasi anggaran, kita lebih mengutamakan varian tekÂnologi. Baik itu untuk kebuÂtuÂhan darat, laut, dan udara.
Alutsista yang dibeli bukan keluaran baru, apakah kekuÂrangan anggaran?
Bukan permasalahan dana. Tapi spesifikasi yang diperlukan sesuai dengan postur, kebutuhan strategisnya dan kemampuan anggaran. Saya tidak setuju kita kekurangan anggaran. ContohÂnya, pertama kali kita ingin memÂbeli dua kapal selam, sekarang menjadi tiga. Artinya ada peningÂkatan anggaran. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
UPDATE
Minggu, 28 Desember 2025 | 13:46
Minggu, 28 Desember 2025 | 13:17
Minggu, 28 Desember 2025 | 13:13
Minggu, 28 Desember 2025 | 12:45
Minggu, 28 Desember 2025 | 12:27
Minggu, 28 Desember 2025 | 12:02
Minggu, 28 Desember 2025 | 11:45
Minggu, 28 Desember 2025 | 11:39
Minggu, 28 Desember 2025 | 11:33
Minggu, 28 Desember 2025 | 11:05