Chairuman Harahap
Chairuman Harahap
RMOL. Memang, mundur dari jabatan Wakil Gubernur Jakarta adalah hak Prijanto. Tapi, sebagai pemimpin yang dipilih oleh rakyat, Prijanto seharusnya bisa mengemban amanat rakyat.
“Alasan mundurnya harus kita bahas. Jika, misalnya, beralasan tidak bisa lagi bekerja sama, keÂnapa itu bisa terjadi?†kata ChaiÂruman kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Ketua Komisi II DPR itu meÂlihat ada masalah dalam keÂpeÂmimpinan, baik dari sisi metode kerja maupun pola kerja.
“Harus ada kepemimpinan poÂlitik yang matang. Karena mereka satu tim, harus bisa menguasai meÂtode kerja yang bisa saling menÂdukung,†Chairuman meÂnamÂbahkan.
Berdasarkan data yang dimiliki Kementerian Dalam Negeri, dari 244 Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) pada 2010 dan 67 pada 2011, hampir 94 perÂsen kepala daerah dan wakilnya pecah kongsi.
Menurut politisi Partai Golkar itu, akan timbul banyak masalah jika seorang wakil gubernur atau wakil kepala daerah tidak diÂtempatkan sebagai suatu kesatuan dengan gubenur atau kepala daerah.
Misalnya, banyak keputusan yang tidak melibatkan wakilnya. Itu jelas menimbulkan masalah karena wakil tidak difungsikan atau tidak mempunyai arti apa pun.
Inilah percakapan dengan ChaiÂruman.
Anda menilai perpecahan itu terjadi karena para pemimpin tidak matang?
Ya, menunjukkan para pemimÂpin politik yang ada di daerah tidak matang. Ketidakmatangan itulah yang selalu membuat terÂjadinya perpecahan.
Pasangan kepala daerah pecah, salah satu di antaranya karena ada yang merasa tidak diikutkan daÂlam mengambil keputusan. Di sisi lain, ada yang merasa semua keÂÂputusan dia yang berhak mengÂamÂbilnya.
Seharusnya, masing-masing suÂdah mengetahui peran dan fungÂsinya. Moralitas taat kepada peran dan fungsi inilah yang beÂlum kita temukan.
Dan faktanya hal itu sering terÂjadi...
Jika memang lebih baik atau hanya akan menimbulkan perseÂliÂsihan, menurut saya lebih baik tidak ada wakil kepala daerah. Itu salah satu alternatif saja sehingga otoritas seorang gubernur menÂjadi jelas.
Begitu juga dengan rakyat, tiÂdak akan bingung ketika harus meÂmilih figur calon pemimpin. Kepala daerah memang perlu dÂiÂbantu, tapi oleh pembantu-pemÂbantunya saja.
Apakah usulan Anda itu akan dibahas dalam revisi UnÂdang-Undang Pilkada?
Mungkin saja akan dibahas karena itu salah satu model yang bisa kita buat. Kami akan memÂbuat aturan yang lebih jelas seÂhingga akan ada aturan mengenai keÂwenangan masing-masing.
Sekarang pembagian kerja kepala dan wakil kepala daeÂrah tidak jelas?
Ya, pembagian kerjanya sekaÂrang tidak jelas. Karena itu, salah satu model yang akan kita bahas adalah apakah diperlukan wakil atau tidak. Sebab, banyak terjadi perselisihan diantara mereka.
Anda sependapat, baik wakil maupun kepala daerah terpilih tidak boleh mundur?
Ya. Kalau memang terpilih tenÂtu dia tidak boleh mengunÂdurkan diri. Tapi, kalau situasinya tidak bisa lagi untuk bekerja sama baÂgaiÂmana, kan bisa merugikan keÂpentingan rakyat. Karena itu kita berikan saja kalau memang meÂngundurkan diri.
Bukankah masih banyak janji atau tugas yang harus diÂseÂlesaikan?
Itu moral politik mereka yang harus dipertanggungjawabkan. KaÂrena, mereka sudah berjanji taÂpi di antara mereka sendiri tidak ada kesatuan pemikiran.
Itulah dinamika yang ada. Kalau terjadi seperti itu, bagaiÂmana? Apakah orang yang meÂmang sudah tidak bisa lagi satu rumah harus kita paksakan untuk satu rumah? Dia akan ribut terus. KeÂmudian, bagaimana dengan peÂlayanan terhadap masyarakat, seÂmentara mereka tidak sepaÂham?
Bukankah masih banyak janji atau tugas yang harus diÂseÂlesaikan?
Itu moral politik mereka yang harus dipertanggungjawabkan. KaÂrena, mereka sudah berjanji taÂpi di antara mereka sendiri tidak ada kesatuan pemikiran.
Itulah dinamika yang ada. Kalau terjadi seperti itu, bagaiÂmana? Apakah orang yang meÂmang sudah tidak bisa lagi satu rumah harus kita paksakan untuk satu rumah? Dia akan ribut terus. KeÂmudian, bagaimana dengan peÂlayanan terhadap masyarakat, seÂmentara mereka tidak sepaÂham?
Penilaian Anda terhadap yang mengundurkan diri seÂperti Prijanto?
Kalau tetap akal-akalan tidak mungkin bisa memimpin bangsa ini. Karena itu, memilih pemimÂpin harus dilihat dari track record-nya dalam memperjuangkan keÂpentingan rakyat, bukan keÂpenÂtingan pribadi.
Dalam revisi UnÂdang-Undang Pilkada, seluÂruhÂnya akan kami bahas. Akan diÂlihat dari berbagai aspek, mana yang terbaik yang harus kita atur agar hal seperti itu tidak terjadi lagi.
Saya menyesalkan keputusan Prijanto mundur di tengah jalan dalam menjalankan tugasnya kaÂrena amanat rakyat untuk meÂmimÂpin Jakarta tidak diterusÂkan. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
UPDATE
Minggu, 28 Desember 2025 | 13:46
Minggu, 28 Desember 2025 | 13:17
Minggu, 28 Desember 2025 | 13:13
Minggu, 28 Desember 2025 | 12:45
Minggu, 28 Desember 2025 | 12:27
Minggu, 28 Desember 2025 | 12:02
Minggu, 28 Desember 2025 | 11:45
Minggu, 28 Desember 2025 | 11:39
Minggu, 28 Desember 2025 | 11:33
Minggu, 28 Desember 2025 | 11:05