Bagi sementara kalangan pengunduran diri Prijanto dari kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta cukup mengejutkan. Mungkin sama mengejutkannya dengan petir yang menyambar di siang bolong tanpa mendung di langit.
Bagi sebagian lainnya, pengunduran diri Prijanto bukan hal aneh, karena toh hubungan Prijanto dan Fauzi Bowo yang tak cukup harmonis sudah lama dibicarakan banyak orang. Apalagi menjelang pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun depan Prijanto santer disebut-sebut akan melantai di bursa calon gubernur. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dikabarkan tertarik melirik Prijanto. Begitu juga Partai Golkar.
Hal yang tak banyak dibicarakan dalam dua hari terakhir sejak Prijanto mengirimkan surat pengunduran diri ke Kementerian Dalam Negeri (Jumat, 23/12) adalah hubungan antara obligasi daerah senilai Rp 1,7 triliun yang baru saja disahkan DPRD DKI Jakarta dalam RAPBD DKI Jakarta 2012 dengan pengunduran diri Prijanto itu.
Begini ceritanya.
Setelah melewati pembahasan yang cukup keras, APBD DKI Jakarta 2012 senilai Rp 36 triliun akhirnya disahkan pekan lalu (Senin, 19/12). Nilai APBD 2012 ini lebih banyak Rp 5 triliun dibandingkan APBD sebelumnya yang hanya Rp 31,7 triliun.
Nah, di antara sumber pembiayaan dalam APBD itu adalah obligasi daerah senilai Rp 1,7 triliun. Menurut Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, obligasi itu akan digunakan untuk membangun empat proyek, yakni RSUD Jakarta Selatan senilai Rp 185 miliar, pengolahan air limbah di Casablanca senilai Rp 235 miliar, rumah susun di Daan Mogot senilai Rp 500 miliar dan Terminal Pulogebang senilai Rp 757 miliar.
"Karena sudah disetujui, sekarang tinggal melakukan persiapan penerbitan obligasi daerah," ujar Fauzi Bowo dengan percaya diri setelah APBD 2012 disahkan sambil berharap semua pihak mendukung penerbitan obligasi itu.
Fraksi Gerindra di DPRD DKI Jakarta dalam pembahasan menentang obligasi itu. Begitu juga dengan Fraksi Amanat Bangsa yang merupakan gabungan dari Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Fraksi Amanat Bangsa malah memilih walk out saat rapat pengesahan berlangsung.
Para penentang umumnya berpendapat bahwa penerbitan obligasi daerah itu melanggar aturan hukum yang ada. Setidaknya melanggar Peraturan Pemerintah 30/2011 tentang Pinjaman Daerah dan Keputusan Menteri Keuangan (PMK) 147/2006 tentang Tatacara Penerbitan, Pertanggunjawaban, dan Publikasi Informasi Obligasi Daerah.
Mereka umumnya juga menganggap bahwa untuk membiayai keempat proyek ini tidak butuhkan obligasi, mengingat Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) DKI Jakarta untuk tahun 2011 terbilang besar, yakni sekitar Rp 6 triliun. Dana yang dibutuhkan untuk keempat proyek itu dapat diambil dari Silpa yang ada.
Nah, disinilah masalah bermula.
Kubu Prijanto di tubuh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan kubu-kubu lain yang ada disebutkan ikut mendorong Fauzi Bowo agar mengusulkan dan bekerja keras untuk menggolkan obligasi daerah di APBD 2012. Setelah obligasi itu disahkan, maka dengan sendirinya bila ada apa-apa di kemudian hari Fauzi Bowo lah yang akan terkena getah dan harus bertanggung jawab.
Dengan kata lain, obligasi itu akan dimanfaatkan lawan sebagai lubang untuk mengubur keinginan Fauzi Bowo melanjutkan kariernya sebagai gubernur DKI Jakarta.
"Beberapa pejabat DKI ikut memaksakan obligasi itu. Termasuk yang bermain dua kaki, bahkan tiga kaki. Setelah itu disahkan DPRD, kubu Prijanto meminta Prijanto mundur untuk menyelamatkan diri," terang Ketua Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I) Tom Pasaribu yang mengikuti pertarungan menuju pemilihan gubernur DKI Jakarta dari dekat.
Menurut Tom Pasaribu, sejumlah orang dekat Fauzi Bowo sebenarnya juga kecewa dengan keputusan Fauzi Bowo memasukkan obligasi sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan Jakarta.
"Mereka percaya bahwa dana dari obligasi itu akan digunakan untuk membiaya pembangunan keempat proyek tersebut. Tetapi, penerbitan obligasi ini dikhawatirkan akan menjadi bahan black campaign untuk menyerang Fauzi Bowo, seolah ia memanfaatkan uang itu untuk kepentingan Pilkada," terang Tom lagi.
Begitukah? [guh]