Berita

aji surya/ist

FROM MOSCOM WITH LOVE (7)

Negeri yang Hobi Menggeliat

Oleh: M. Aji Surya
KAMIS, 06 OKTOBER 2011 | 07:15 WIB

BAGAIKAN kehidupan itu sendiri, Rusia termasuk bangsa yang sangat dinamis. Selalu siap berubah. Benarkan kapitalisme dan demokrasi sebuah pilihan akhir?

Perestroika dan glasnost, dua kata yang selalu saja mengemuka dalam pikiran sebagian orang Indonesia manakala bicara tentang Rusia. Dua kata yang mewakili sebuah perubahan besar, dari dunia kelam menjadi terang benderang. Dua kata yang selalu menempel dengan seorang presiden yang memiliki baby face: Mikhail Gorbachev.

Sebelum tersekat oleh gerakan dahsyat dukungan Barat itu, yang terbertik dalam angan-angan kita mengenai Rusia adalah suatu masa yang penuh dengan represi, kekurangan, serba uniform, ketakutan, kediktatoran dan kemiskinan yang tanpa ujung. Maklumlah, ajaran komunis di negeri kita telah membawa petaka dan memunculkan aksi saling balas dendam. Membawa kesengsaraan masyarakat dan menghalalkan segala cara dalam menempuh tujuan. Karenanya, tali silaturahim Indonesia dan Uni Soviet sempat harus diputus.


Komunisme dan gerakan pembaharuan ala Gorbachev senantiasa tertanam dalam-dalam di relung emosi dan pikiran sebagian kita. Seolah tidak ada yang lainnya. Sebelum komunis meraja, sejarah besar Rusia seolah terlupakan. Bahkan perkembangan pasca komunisme, banyak juga yang tidak menyimak. Karenanya, bagi orang awam, Rusia saat ini tetaplah negeri komunis, bengis dan menakutkan. Apakah ini merupakan kegagalan PR Pemerintah Rusia ataukah karena keengganan kita membaca dan merubah stigma? Entahlah.

Yang jelas, menurut Sejarah, Rusia diawali dengan perpindahan bangsa-bangsa Skandinavia yang dikenal sebagai bangsa Varangia yang dipimpin oleh tokoh semilegendaris Rurik yang menyeberangi Laut Baltik serta pada tahun 862 M memasuki kota Novgorod dan memerintah di sana. Tahun 882 ia menguasai Kiev, kota Slavia yang berkembang menjadi pusat perdagangan antara Skandinavia dan Konstantinopel. Selanjutnya, tahun 989 Vladimir I meluaskan wilayahnya hingga Kaukasus dan Laut Hitam serta mengambil ajaran Gereja Ortodoks Yunani. Kerajaan Kiev Rusia berakhir setelah serangan Mongol pada tahun 1237 oleh Batu Khan, cucu Jenghis Khan.

Berikutnya, bangsa Mongol dikalahkan oleh Dimitri Donskoy pada tahun 1380 dengan kemenangan di Kulikovo. Kemudian daerah-daerah yang tercerai berai disatukan kembali oleh Ivan IV; ia menaklukan Kazan (1552), Astrakhan (1516) serta menguasai Siberia. Pemerintahan dilanjutkan oleh penerusnya sampai wangsa Romanov naik tahta yang diawali dengan diangkatnya Michael Romanov sebagai Tsar (1613). Dinasti Romanov berkuasa selama 304 tahun hingga tahun 1917 dengan Tsar Nikolai II sebagai tsar terakhir. Pada bulan Februari 1917 dibentuk Pemerintahan Sementara di bawah Pangeran Lyvov dan Alexander Kerensky sampai 25 Oktober 1917, saat pemerintahan tersebut digantikan Pemerintahan Revolusi Bolshevik oleh Vladimir Ilyich Lenin.

Periode selanjutnya, pemerintahan dilanjutkan secara diktator oleh Josef Stalin (1922) yang mewujudkan Uni Soviet (Soviet berarti Dewan) dengan bergabungnya negara-negara di sekitar Rusia. Pemerintahan Uni Soviet bangkrut setelah pada tanggal 25 Desember 1991 Presiden Mikhail Gorbachev mengundurkan diri serta berkibarnya bendera tiga warna Rusia di Kremlin.

Yang pasti, Rusia adalah sebuah negeri yang terus menggeliat tanpa henti. Mencari jati dirinya dari waktu ke waktu. Melakukan berbagai eksperimen yang tak mengenal rasa lelah. Ada kalanya berhasil, dan seringkali gagal dan tersuruk. Di negeri ini tidak ada yang statis dan stagnan.

Kalau saja negeri kita Indonesia sempat memiliki dua kota sebagai ibukota negara, maka Rusia juga tidak kalah. Awalnya, ibukota berada di bagian selatan negeri, yakni kota Kiev (882-1169) yang sekarang menjadi ibukota dari Ukraina. Setelah itu, berpindah lebih seribu kilometer ke arah Utara yakni Vladimir (1169-1327). Sebuah kota tua yang mungkin tidak pernah mampir di telinga kita.

Tidak cukup dengan itu, ibukota juga sempat diboyong ke kota Moskwa (1327-1712) dimana sekarang berada. Pada masa Peter the Great, ibukota digeser ke arah barat utara, ke kota buatannya sendiri, Saint Petersburg (1712-1918) yang berbatasan dengan laut dan negeri-negeri di Eropa Barat. Kemudian pada masa awal masa komunis, ditariklah kembali ibukota negeri yang kala itu dikenal sebagai negeri beruang merah ke Moskwa lagi. Tidak cukup dengan itu, saat ini beredar desas desus bahwa ibukota mungkin akan dipindah ke tempat lainnya. Entah kapan.

Bila ditilik dari sisi sejarah, maka negeri ini terus mengalami metamorphosa berkali-kali. Mari kita sedikit menarik sejarah ke belakang, masa kerajaan dan Tsar bisa dikatakan sebagai bangkitnya peradaban Rusia. Tsar atau raja telah memerintah negeri yang luasnya hampir 10 kali lipat Indonesia ini dengan cara masing-masing. Puncak kejayaan para Tsar adalah masa Peter the Great yang membawa masyarakat pada kecintaan ilmu pengetahuan yang diboyong dari negeri Eropa.

Namun ketidakpuasan masyarakat terhadap sistem kerajaan saat itu telah melahirkan sebuah gerakan yang dikenal sebagai revolusi Bolshevic (1917). Sebuah gerakan yang menjungkirbalikkan keadaan dan sistem kehidupan. Membuat semuanya menjadi baru. Bangkitlah komunisme dan sosialisme yang mengedepankan sistem yang sentralistik dan kesejahteraan sama rasa dan sama rata. Muncullah tokoh-tokoh pemikir yang kemudian berseberangan dengan dunia Barat.

Peradaban masa komunis bisa dibilang sebagai "puncak" peradaban Rusia. Bila pada masa Tsar, negeri ini masih banyak belajar dan menuntut ilmu dari Eropa, maka di masa komunis merajai, mereka sudah merasa berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Pusat-pusat ilmu pengetahuan telah tegak berdiri dengan etos kerja yang baik dan menghasilkan peradaban pada tingkat dunia. Karenanya, Uni Soviet saat itu tidak pernah sungkan dan takut untuk menjadi pesaing negeri super power seperti Amerika Serikat. Bahkan kemudian Uni Soviet menjadi salah satu dari dua superpower dunia. Membelah dunia menjadi dua bagian: ikut kami, atau ikut mereka. Itulah kemudian yang dikenal dengan istilah cold war, atau perang dingin.

Uniknya, puncak kejayaan tersebut kemudian berhasil ditumbangkan oleh kekuatan lawan dengan menggunakan instrumen soft power yang namanya demokrasi dan pop culture. Atas nama dewa demokrasi itulah maka rakyat Rusia dibawah Gorbachev menggulirkan sebuah revolusi baru yang dinamakan dengan perestroika dan glasnost (1991). Konsep baru yang kembali menjungkirbalikkan keadaan. Berbalik arah yang sangat dahsyat.

Apa yang dihasilkan gerakan Gorbachev? Belum terlalu jelas. Tidak mustahil akan digugat lagi oleh rakyat Rusia di kemudian hari. Ini bisa terjadi karena dengan keterbukaan politik dan ekonomi, maka Rusia kini mengalami "banjir" peradaban asing yang sulit sekali membendungnya. Di setiap pojokan, eksistensi Rusia menjadi sangat redup. Tidak ada lagi mobil Rusia yang menjadi favorit. Tidak ada lagi mainan anak-anak yang produk lokal. Tidak banyak lagi makanan Rusia yang dijajakan. Menjadi sulit mencari elektronik buatan setempat. Tidak mudah mencari supermarket yang berwarna Rusia. Tidak gampang mencari produk teve unggulan yang warnanya kental dengan Rusia. Semua kini serba Barat dan Barat!

Mungkin, kalaupun masih tersisa kebanggaan di negeri ini hanya tinggal dua saja. Pertama sistem pertahanan dan persenjataan yang canggih. Kedua adalah sumber daya alam yang tidak ada taranya di negeri lain. Selebihnya sepertinya sudah diserahkan secara suka rela kepada negeri Barat.

Namun semua proses berbangsa pastilah tidak berhenti disini. Rusia sebagai bangsa besar pada dasarnya tidak akan menyerahkan dirinya kepada pihak lain. Proses panjang inilah yang harus dicermati bersama, apakah dengan sistem politik dan ekonomi baru Rusia bisa bangkit kembali? Upaya untuk berdiri tegak pastilah dilakukan dengan sekuat tenaga, tanpa henti dan mengandalkan kemampuan penyesuaian yang dimiliki.

Berkaca dari jatuhnya rezim komunis setelah bangkit selama lebih 74 tahun, maka kesimpulan terhadap kemampuan adaptasi bangsa ini terhadap sistem demokrasi dan kapitalis tidak bisa diambil saat ini. Bila sebuah rezim boleh dibagi menjadi tiga fase (anak, dewasa dan tua), maka sistem baru ini masih berusia muda (20 tahun) atau menginjak usia dewasa. Barangkali, sepuluhan tahun kedepan menjadi batu ujian ketahanan dari sistem yang sedang dipakai saat ini. Apakah rakyat terus menerima atau menolak.

Dinamisme Rusia juga dialami dalam masalah demografi kependudukan. Masa kekuasaan Tsar merupakan era petumbuhan penduduk. Puncaknya adalah pada masa komunis tahun 1950-an dengan jumlah 200-an juta jiwa. Namun, jumlah tersebut kemudian mengalami penurunan secara signifikan sehingga pada tahun 2010 tinggal berjumlah 142 juta jiwa. Apabila kecenderungan ini tidak diatasi, maka pada 50 tahun kedepan, tidak mustahil jumlah penduduk asli tinggal 100-an juta jiwa.

Perubahan sistem ekonomi ditengarai menjadi salah satu penyebab peningkatan mortalitas penduduk. Pada masa komunis, penduduk tidak memiliki kekhawatiran akan masa depan anak-anaknya karena semua kebutuhan akan dipenuhi oleh negara. Namun sistem kapitalis yang tiba-tiba menyergap masyarakat menjadikan masa depan sulit diprediksi. Gaji yang tidak sama, lowongan kerja yang menuntut profesionalisme tinggi, sedikitnya subsidi, harga barang kebutuhan melambung, pendidikan mulai mahal dan tidak ada perumahan gratis lagi.

Dalam kondisi yang demikian, maka banyak orang cenderung menahan diri untuk punya anak atau memiliki anak dalam jumlah yang sangat minim (satu). Meskipun Pemerintah Rusia memberikan insentif bagi anak kedua dan ketiga, namun realitas sosial akan lebih mempengaruhi keputusan untuk memiliki anak dalam jumlah tertentu.

Di sisi lain, jumlah penduduk yang semakin menurun tidak menguntungkan bagi negeri beruang putih yang sangat luas. Bayangkan, wilayah Rusia terbentang dari sebelah Timur Eropa hingga utara Jepang. Sebelah selatan berbatasan antara lain dengan China dan laut Kaspia, sedangkan utaranya bersentuhan dengan kutub utara. Luas wilayah Rusia adalah 17.075.400 km2 dan tercatat sebagai negara terluas di jagad ini setelah Kanada dan Amerika Serikat (9 juta km2). Bandingkan dengan wilayah Indonesia 1.919.440 km2 dengan 240 juta penduduk (2010-2011).

Selain itu, peperangan juga menjadi bagian yang senantiasa mewarnai kehidupan Rusia yang nyaris tidak pernah berhenti. Kerajaan Kiev berakhir dengan serbuan Mongol. Rusia  sempat berperang melawan Swedia, Jepang, Napoleon dari Perancis dan juga Hitler dari Jerman. Perang terpanjang tentunya adalah perang dingin melawan sekutu Amerika Serikat yang barakhir dengan jatuhnya Jerman Timur dan ambruknya sistem komunis tahun 1991.

Sampai kapankah dinamisme Rusia akan menemukan ujungnya? Rasanya dinamisme Rusia adalah sebuah koma dan nyawa dalam kalimat. Ia hanyalah jeda menuju sebuah titik yang tak seorangpun tahu. Itulah eksotika Rusia.

(Penulis adalah diplomat Indonesia pada KBRI Moskow, ajimoscovic@gmail.com)

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Berjuang Bawa Bantuan Bencana

Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

UPDATE

PIP Berubah Jadi Kartu Undangan Kampanye Anggota DPR

Senin, 15 Desember 2025 | 06:01

Perpol versus Putusan MK Ibarat Cicak versus Buaya

Senin, 15 Desember 2025 | 05:35

Awas Revisi UU Migas Disusupi Pasal Titipan

Senin, 15 Desember 2025 | 05:25

Nelangsa Dipangku Negara

Senin, 15 Desember 2025 | 05:06

Karnaval Sarendo-Rendo Jadi Ajang Pelestarian Budaya Betawi

Senin, 15 Desember 2025 | 04:31

Dusun Bambu Jual Jati Diri Sunda

Senin, 15 Desember 2025 | 04:28

Korupsi di Bandung Bukan Insiden Tapi Tradisi yang Dirawat

Senin, 15 Desember 2025 | 04:10

Rektor UI Dorong Kampus Ambil Peran Strategis Menuju Indonesia Kuat

Senin, 15 Desember 2025 | 04:06

Hutan Baru Dianggap Penting setelah Korban Tembus 1.003 Jiwa

Senin, 15 Desember 2025 | 03:31

Jangan Keliru Tafsirkan Perpol 10/2025

Senin, 15 Desember 2025 | 03:15

Selengkapnya