RMOL. Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan laporan triwulan April hingga Juni 2011. Dalam laporan tersebut, MA memberikan sanksi disiplin terhadap 27 orang pegawainya. Dari 27 orang itu, delapan diantaranya menjabat sebagai hakim. Siapa saja mereka?
Lembaga yang dikomandoi HaÂrifin Tumpa itu memberikan sankÂsi kepada delapan hakim yang terbukti melakukan pelangÂgaran. Tiga diantaranya diberikan hukuÂman disiplin berat. Lima haÂkim diberikan hukuman ringan. AdaÂÂlah hakim berinisial Syf yang menÂdapatkan hukuman disipilin berat.
Berdasarkan laporan MA, haÂkim Syf menjabat sebagai hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dia mendapatkan sanksi berupa pemberhentian sementara sebagai hakim dan juga PNS.
Menurut laporan MA, hakim Syf merupakan salah satu hakim yang tertangkap tangan oleh KoÂmiÂsi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekaligus menjadi tahanan lembaga superbodi tersebut. Dia mendapatkan rekomendasi pemÂberÂhentian sementara setelah suÂrat keputusan MA Nomor 088/KMA/SK/V1/2011terbit pada 6 Juni 2011. Jika dilihat dari inisial dan latar belakang masalahnya, keÂmungkinan besar hakim berÂinisial Syf ini ialah hakim SyaÂrifuddin Umar yang ditangkap KPK lantaran disangka meneÂrima suap sebesar Rp 250 juta pada penanganan kasus PT Sky Camping Indonesia (PT SCI).
Selanjutnya, ada hakim berÂinisial Ed yang juga diberikan sanksi berat berupa mutasi sebaÂgai hakim non palu selama dua tahun, ditambah pencabutan tunÂjangan remunerasi selama masa menjalani hukuman tersebut. MeÂnurut laporan MA, hakim Ed meÂrupakan hakim Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Pada 24 Mei 2011, Majelis KeÂhormatan Hakim (MKH) meÂngeluarkan rekomendasi bahwa haÂkim Ed terbukti menerima uang sebesar Rp 102,5 juta untuk jasa memberikan bantuan penguÂrusan perkara di tingkat kasasi.
Hakim yang mendapatkan sanksi disiplin berat lainnya ialah hakim yang berinisial ImD. BeÂrÂdasarkan laporan triwulan MA, hakim ImD merupakan hakim Adhoc Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan NeÂgeri Bandung. Hakim ImD diÂreÂkomendasikan untuk diberÂhenÂtiÂkan sementara sebagai hakim muÂÂlai tanggal 1 Juli 2011 dengan memberikan surat keputusan MA kepada Presiden Nomor 093/KMA/H K.Ol/V11/2011.
Berdasarkan laporan MA, haÂkim ImD diberhentikan semenÂtara sebagai hakim lantaran yang bersangkutan tertangkap tangan oleh KPK sekaligus menjadi taÂhaÂnan lembaga superbodi itu. Jika dilihat dari jabatan dan latar belakang kasus yang membelitÂnya, hakim ImD ini ialah hakim Imas Dianasari yang tertangkap tangan KPK lantaran disangka menerima suap sebesar Rp 200 juta untuk memenangkan perkara sengketa antara PT Onamba InÂdoÂnesia dengan serikat buruh pada tingkat kasasi di MA.
Selain memberikan hukuman berat, MA juga memberikan sanksi ringan terhadap lima orang hakim yang melakukan peÂlangÂgaran. Adalah hakim berinisial TDJ yang menjabat sebagai KeÂpala Pengadilan Tinggi Ambon.
Berdasarkan laporan MA, haÂkim TDJ diberikan sanksi ringan beÂruÂpa teguran tertulis dengan tiÂdak dikurangi tunjangan remuÂneÂrasi. Saat ini belum ada surat keÂputusan dari MA yang terbit unÂtuk hakim TDJ. Perkaranya maÂsih diperiksa dan dirÂekÂomÂeÂnÂdaÂsiÂkan ke Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Badilum) di MA pada 27 April 2011.
Namun, laporan triwulan MA tak menyebutkan secara pasti pelanggaran yang dilakukan haÂkim TDJ, sehingga yang berÂsangÂkutan mendapatkan hukuman ringan dari MA. Pihak MA hanya menulis, yang bersangkutan telah melanggar SKB Ketua MA dan Ketua KY Nomor 047 /KMA/SKB/IV /2009-02/SKB/P. KY/IV /2009 huruf C angka 2 ayat 1 dan angka 2 jo SK KMA No 215/KMA/SK/XI1/2007 pasal 4 ayat 4 dan ayat 5, pasal 12 A jo PP No 53 Tahun 2010 pasal 7 ayat 2 huruf b.
Selanjutnya, hakim berinisial ABS. ABS merupakan hakim PeÂngadilan Tata Usaha Negara MaÂtaÂram. Dia diberikan sanksi riÂngan berupa teguran tertulis deÂngan dikurangi tunjangan reÂmuÂnerasi selama tiga bulan sebanyak 75 persen tiap bulannya. Perihal surat keputusan hakim ABS, MA juga belum menerbitkannya. Saat ini yang bersangkutan telah direkomendasikan ke Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara pada 27 April 2011.
Namun, lagi-lagi MA tak memÂberikan gambaran yang jelas meÂngenai perkara yang membelit hakim ABS. Laporan MA hanya menyebutkan, hakim ABS telah meÂlanggar SKB Ketua MA dan KeÂtua KY Nomor 047 /KMA/SKB/IV /2009- 02/SKB/P. KY/IV /2009 huruf C angka 2 butir 2.2 ayat 1, SK KMA No. 215/KMA/SK/XI1/2007 pasal 13 ayat 1 jo SK KMA No. 071/KMA/SK/V /2008 pasal 21 ayat 1 huruf a angka 1.
Hakim yang diberikan sanksi ringan lainnya ialah MAPR. Dia merupakan hakim PTUN SemaÂrang. Berdasarkan laporan MA, hakim MAPR diberi sanksi riÂngan berupa teguran tertulis dan peÂmotongan tunjangan remuneÂrasi selama tiga bulan sebanyak 75 persen. Namun, pihak MA tak menyebutkan lagi dengan jelas perkara apa yang dilanggar hakim PTUN Semarang ini. MA hanya menulis bahwa yang berÂsangÂkuÂtan telah melanggar SKB Ketua MA dan Ketua KY Nomor 047 /KMA/SKB/IV /2009-02/SKB/P. KY/IV /2009 huruf C angka 2 butir 2.2 ayat 1, SK KMA No. 215/KMA/SK/XII/2007 pasal 13 ayat 1 juncto SK KMA No. 071/KMA/SK/V/2008 pasal 21 ayat 1 huruf a angka 1.
Selanjutnya, hakim berinisial PP yang menjabat sebagai Kepala Pengadilan Negeri di salah satu kota yang tidak disebutkan deÂngan jelas oleh MA. Kemudian, HW yang menjabat sebagai WaÂkil Ketua Pengadilan Negeri di suatu daerah yang juga tidak diÂseÂbutkan dengan jelas oleh MA. MeÂreka berdua diberi sanksi riÂngan berupa teguran lisan dengan tanpa dikurangi tunjangan reÂmuÂnerasi. Data tersebut dapat dilihat dalam situs MA,
mahkamah agung.go.id. Kisah Hakim Syarifuddin Dan Imas
Dari delapan hakim yang dibeÂrikan sanksi disiplin oleh MahÂkaÂmah Agung (MA), terdapat dua nama hakim yang cukup mengÂheÂbohkan dunia peradilan di TaÂnah Air. Betapa tidak, kedua haÂkim itu tertangkap tangan oleh KPK karena diduga menerima suap dari pihak yang berperkara. Mereka ialah hakim Syarifuddin Umar dan Imas Dianasari.
Penangkapan Syarifuddin di kawasan Sunter, Jakarta Utara, Rabu (1/6), berbuntut adegan pengejaran Kurator PT SkycamÂping Indonesia, Puguh Wirawan hingga kawasan Pancoran, JaÂkarta Selatan. “Ketika hakim SyaÂrifuddin ditangkap, Puguh Wirawan sudah keluar sehingga dikejar dan didapatkan di daerah pancoran,†ujar Juru Bicara KoÂmisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi Sapto Prabowo.
Menurut Johan, penangkapan Puguh terjadi pada pukul 22.45 WIB, Rabu malam. Sementara, Syarifuddin ditangkap pada puÂkul 22.00 WIB di kediamannya, di kawasan Sunter, Jakarta Utara.
Tim penyidik KPK sudah meÂngintai rumah Syarifuddin sejak pukul 20.00 WIB. Kala itu, tim yang terdiri dari 18 orang itu meÂliÂhat bahwa Puguh bertamu ke rumah hakim Syarifuddin. “SeÂteÂlah proses diskusi dan ngobrol, maka pada pukul 22.00 WIB, tim penyidik masuk,†ujar Johan seÂraÂya menambahkan, ketika peÂnyidik masuk ke rumah SyaÂriÂfudÂdin, ditemukan duit senilai Rp 250 juta di dalam tiga buah amplop cokelat yang dimasukkan ke dalam tas kertas warna merah.
Seusai ditetapkan sebagai terÂsangka oleh KPK, Syarifuddin dan Puguh digiring ke mobil taÂhaÂnan KPK guna dibawa ke ruÂmah tahanan yang berbeda, KaÂmis (2/6), sekitar pukul 18.00 WIB. SyaÂrifuddin ditahan di RuÂtan CiÂpiÂnang, sedangkan WiraÂwan ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.
Sementara itu, hakim Imas diÂtangkap KPK pada 30 Juni 2011 saat disangka menerima sogokan sebesar Rp 200 juta dari Manajer HRD PT Onamba Indonesia Odih Juanda di Restoran La Ponyo, Cinunuk, Bandung. Sogokan itu diduga bertujuan agar MA meÂnolak gugatan serikat pekerja terhadap PT Onamba.
Nggak Nendang Kalau Cuma Laporan TertulisBuchori Yusuf, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Buchori Yusuf mengimbau MahÂkamah Agung (MA) jaÂngan hanya sekadar memÂbeÂrikan sanksi administratif dalam bentuk laporan tertulis. Tetapi, katanya, MA harus memÂbukÂtikan pemberian sanksi itu seÂcara nyata dan terbuka kepada maÂsyarakat. Sehingga, lanjut dia, MA dapat menjaga nama baiknya dalam hal transparansi kepada masyarakat.
“Kalau bahasa anak gaulnya, nggak nendang bro kalau cuma laporan tertulis tanpa adanya pemÂbuktian nyata terhadap deÂlaÂpan orang hakim itu,†katanya.
Buchori menambahkan, unÂtuk menjaga kemurnian lemÂbaga peradilan dari jeratan maÂfia peradilan bukanlah pekerÂjaan rumah yang mudah. Tetapi, katanya, dibutuhkan suatu keÂseriusan untuk menindak teÂgas setiap anggota lembaga peraÂdiÂlan yang terbukti terlibat dalam lingkaran mafia peradilan. “SoalÂnya, mafia peradilan itu meÂnyentuh oknum yang menÂjabat di lembaga peradilan,†ucapnya.
Dia kembali menjelaskan, seÂsungguhnya roda mafia peraÂdiÂlan itu terbagi menjadi empat ruang. Pertama ialah peÂngaÂdiÂlan, kedua ditempati oleh keÂpoÂlisian, ketiga kejaksaan dan yang terakhir ialah para adÂvoÂkat. “Keempat ruang itu hampir bisa dikatakan sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas carut marutnya lembaga peÂradilan di Tanah Air,†ujarnya.
Politisi PKS ini kembali meÂnyerukan MA supaya memutus salah satu roda mafia peradilan tersebut. Menurutnya, jika salah satu mata rantai mafia peradilan itu putus, maka ruang gerak mafia peradilan dapat dimiÂniÂmaÂlisir. “Jadi, jika lembaga peÂradilan kita kokoh, maka tidak akan terpengaruh dengan interÂvensi kepada polisi, jaksa serta advokat,†katanya.
Mengapa Hanya Delapan Hakim Yang Kena SanksiJhonson Pandjaitan, Direktur Advokasi & Bantuan Hukum AAIDirektur Advokasi dan Bantuan Hukum Asosiasi AdÂvokat Indonesia (AAI) Jhonson Pandjaitan menilai, delapan hakim yang diberikan sanksi oleh Mahkamah Agung (MA) belum bisa dikatakan mewakili seluruh hakim yang melakukan pelanggaran di Tanah Air.
Soalnya, hakim di seluruh InÂdonesia jumlahnya ribuan. SeÂhingga, katanya, jumlah terseÂbut masih tergolong sangat keÂcil untuk mewakili keseluruhan hakim di Indonesia.
“Menjadi suatu pertanyaan penting, apaÂkah MA telah benar dalam meÂnyeleksi siapa hakim yang meÂlanggar kode etik itu. Kalau meÂreka bilang benar, meÂngapa haÂnya berjumlah delapan orang,†katanya.
Jhonson menambahkan, InÂdonesia saat ini membutuhkan lembaga peradilan adhoc selain Komisi Yudisial (KY) yang berÂtugas mengawasi pelanggaran hakim dan mampu melakukan eksaminasi terhadap putusan hakim. Menurutnya, lembaga adhoc yang ada saat ini belum beÂkerja secara maksimal. “Kita lihat saja, apa yang bisa dilaÂkuÂkan oleh KY untuk memajukan lembaga peradilan kita. Tidak ada,†tegasnya.
Dia kembali mengingatkan bahwa tugas hakim di pengaÂdiÂlan ialah pemutus suatu perkara dan pemecah kebuntuan suatu masalah. Sehingga, katanya, seÂorang hakim bisa disebut seÂbagai wakil Tuhan di dunia dan keÂputusannya tidak dapat diÂganggu gugat. “Karena itu, suaÂtu ketetapan hakim harus betul-betul terbebas dari intervensi pihak manapun,†tandasnya.
Karena itu, Jhonson sangat berÂharap MA mampu melakÂuÂkan pengawasan yang lebih kompleks terhadap para hakim yang bertugas di Tanah Air. Jika tidak, katanya, maka lembaga peradilan tidak akan terbebas dari cengkeraman mafia peraÂdilan yang saat ini sudah mengÂgerogoti lembaga peradilan tingkat manapun.
“Tak hanya hakim saja yang kena. Bahkan, sekelas panitera pun dapat berperan sebagai maÂfia peradilan. Inilah pekerjaan rumah yang harus dituntaskan MA,†katanya.
[rm]