Berita

muhammad nazaruddin/ist

Adhie M Massardi

Nazaruddin Tidak Merdeka!

Oleh Adhie M Massardi
RABU, 17 AGUSTUS 2011 | 16:33 WIB

ANAS Urbaningrum, Edhi Baskoro (Ibas) dan Nazaruddin adalah triumvirat penguasa Partai Demokrat binaan Susilo Bambang Yudhoyono. Kalau diibaratkan senjata, trio Anas-Ibas dan Nazaruddin adalah trisula, tombak berujung tiga. Dalam istilah organisasi, ketiga orang ini melambangkan komposisi KSB alias ketua-sekretaris-bendahara.

Tapi pada hari peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI ke-66 ini, hanya  Nazaruddin seorang yang tidak merdeka. Sebab Bendahara Umum PD yang konon sudah diberhentikan ini, sejak Sabtu (13/8) lalu, telah menjadi tahanan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) paling sensasional.

Nazaruddin mungkin akan dicatat sejarah sebagai tersangka KPK paling mahal. Bayangkan, ongkos memulangkannya ke Tanahair dari Kolombia, kalau ditotal biaya carter pesawat dan operasional sejumlah aparat yang melacak jejak pelariannya dari negara yang satu ke negara yang lain, pasti lebih dari Rp 4 miliar!


Padahal kita yakini betul bahwa Nazaruddin bukanlah koruptor terbesar di negara kita. Ia hanya noktah kecil, atau sebutir kerikil di sahara kejahatan keuangan nasional. Tepatnya, Nazaruddin itu hanya anak kakap di samudera korupsi Indonesia yang dihuni oleh kawanan hiu dan juga paus.

Nazaruddin besar karena menjadi pusat perhatian publik. Publik tertarik kepada Nazaruddin karena ulahnya semata. Maklum, dengan gayanya yang urakan, "anak kakap" itu berani menantang induknya, bahkan mengobrak-abrik sarangnya sendiri seraya menggoda hiu dan paus penguasa samudera kejahatan keuangan di Republik Indonesia.

Makanya "anak kakap" itu bukan hanya diburu penjaga pantai dan para nelayan, tapi juga biang kakap serta hiu dan paus yang jengkel karena habitatnya diusik.

Kini anak kakap itu sudah masuk perangkap. Memang tidak dalam sel yang pengap seperti pencoleng kampung yang tertangkap. Tapi cukup menjengkelkan karena untuk pertama kalinya sejak menjadi anggota DPR, ia tidak bisa menyaksikan langsung pidato kenegaraan Presiden Yudhoyono, yang juga Ketua Dewan Pembina partainya.

Pasti Nazaruddin membayangkan sahabatnya di Partai Demokrat, yang namanya sempat disebut-sebut, baik sebagai bagian kolusi dalam korupsi maupun hanya yang dapat bagian belaka, tersenyum tanpa dosa seusai mendengarkan Big Boss pidato. Mungkin Nazaruddin melihat pemandangan ini di tevelisi.

Bagi kita yang paham persekongkolan jahat bekerja dan bermitra, apa yang dituturkan Nazaruddin di pelarian benar belaka. Sebab Nazruddin bukanlah jenius yang bisa mekakukan segalanya sendiri. Bahkan kita percaya, Nazaruddin hanya satu di antara sejumlah operator mesin uang penguasa politik yang rakus.

Pasti masih ada "Nazaruddin" lain di sektor-sektor lain yang mengoperasikan mesin uang kekuasaan. Sebagaimana kita yakini ada banyak "Gayus" di sektor pajak.

Tapi kita juga yakin, sebagaimana Gayus Tambunan, setelah di KPK malah disulap menjadi "penjahat pajak tunggal" yang kasusnya makin mengerdil. Sejumlah perusahaan asing berskala besar yang ngemplang pajaknya dibantu Gayus, lenyap tanpa bekas.

Demikian pula Nazaruddin. Ia bakal didakwa sebagai Mafioso APBN yang bekerja sendiri. Atau kalau toh berkomplot, hanya dengan para punakawan sekelas El Edris serta Mindo Rosa Manulang. Padahal seluruh dunia tahu, yang namanya Mafioso itu memiliki jaringan di mana-mana. Biasanya ya pemegang kekuasaan.

Pimpinan KPK Busyro Muqoddas sudah memberikan sinyal semacam itu. Katanya, KPK hanya akan bekerja sesuai dengan fakta hukum yang ada. Padahal KPK punya instrumen untuk menggali fakta hukum, bahkan yang tersembunyi sekalipun!

Jadi lupakan Nazaruddin sebagai whistle blower maupun justice collabolator. Samudera (korupsi) Indonesia masih tetap dikuasai induk kakap, hiu dan paus... [***]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

Dituding Biang Kerok Banjir Sumatera, Saham Toba Pulp Digembok BEI

Kamis, 18 Desember 2025 | 14:13

Kapolda Metro Jaya Kukuhkan 1.000 Nelayan Jadi Mitra Keamanan Laut Kepulauan Seribu

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:56

OTT Jaksa di Banten: KPK Pastikan Sudah Berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:49

Momen Ibu-Ibu Pengungsi Agam Nyanyikan Indonesia Raya Saat Ditengok Prabowo

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:41

Pasar Kripto Bergolak: Investor Mulai Selektif dan Waspada

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:31

Pimpinan KPK Benarkan Tangkap Oknum Jaksa dalam OTT di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:21

Waspada Angin Kencang Berpotensi Terjang Perairan Jakarta

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:02

DPR: Pembelian Kampung Haji harus Akuntabel

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:01

Target Ekonomi 8 Persen Membutuhkan Kolaborasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:58

Film TIMUR Sajikan Ketegangan Operasi Militer Prabowo Subianto di Papua

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:48

Selengkapnya