Ignatius Mulyono
Ignatius Mulyono
RMOL.Kenaikan anggaran penggodokan Rancangan Undang-undang baru sebatas usulan Badan Urusan Rumah Tangga DPR dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012.
“Usulan biaya Rp 8,47 miliar itu tak perlu disikapi berlebihan. Nggak usah khawatir. Sebab, beÂlum tentu disetujui. Itu kan masih dalam proses pembahaÂsan,’’ kata Ketua Badan Legislasi DPR, Ignatius Mulyono, kepada Rakyat Merdeka, belum lama ini.
“Usulan itu diajukan untuk meÂnyesuaikan aturan dalam UnÂdang-undang Protokoler dan aturan keprotokolan yang dilakuÂkan pemerintah,†tambahnya.
Seperti diketahui, biaya pemÂbuatan sebuah RUU inisiatif DPR menghaÂbisÂkan anggaran Rp 6,7 miliar. Tapi 2012 diusulÂkan menÂjadi Rp 8,47 miÂliar. AlokasiÂnya, Rp 2,21 miliar untuk pemÂbentuÂkan RUU dan Rp 6,26 miliar untuk biaya pembahasan. Jumlah tersebut termasuk anggaÂran studi banding sebesar Rp 3,4 miliar per satu RUU.
Ignatius selanjutnya mengataÂkan, salah satu faktor yang meÂnyebabkan biaya naik adalah kenaikan pagu untuk kunjungan ke luar negeri.
“Misalnya, tiket pesawat. Saat ini, anggota DPR memperoleh tiket bisnis jika melaÂkuÂkan studi banÂding. Dalam usulan itu, biayaÂnya diÂnaikÂkan menjadi kelas eksekutif, seperti pejabat eselon I dan menÂteri,†papar politisi Partai DeÂmokrat itu.
Berikut kutipan selengkapnya:
Tidak semua penggodokan RUU perlu studi banding kan?
Ya, tidak. Masa hanya menguÂbah dua pasal harus pergi ke luar negeri. Apalagi penerapan dan kebutuhannya ada di sini, seperti pemekaran daerah, tentu tidak perlu studi banding.
Dari 36 RUU dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2011, hanya 12 RUU yang melakukan studi banding. Di antaranya, RUU tentang Bantuan Hukum. Kenapa kami lakukan studi banding. Sebab, kita belum pernah memiliki undang-undang tersebut. Dengan demikian, apa yang kita konsepkan dapat kita bandingkan dengan undang-undang yang sudah ada dan peÂnerapannya di negara lain.
Kenapa anggarannya harus dinaikkan?
Ini disesuaikan dengan aturan dalam Undang-undang tentang Protokoler dan kebutuhan anggota dewan di luar negeri. Kalau ada tugas ke luar negeri anggarannya cukup.
Bukankah anggaran untuk studi banding ke luar negeri suÂdah cukup besar?
Saat melakukan tugas ke luar negeri, anggota dewan mendapat uang harian sebesar 453 dolar Amerika Serikat. Uang itu dialoÂkasikan untuk membeli tiket pesawat, menyewa hotel, mobil, makan dan uang saku selama berada di luar negeri.
Makanya, kami memilih pesaÂwat kelas bisnis, kadang ekonomi dan memilih hotel yang lebih murah untuk efisien anggaran. Sementara pejabat eselon I menÂdapat pesawat eksekutif dan tidur di hotel yang lebih mewah saat melakukan perjalanan ke luar negeri.
Memang berapa anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk membahas sebuah RUU?
Kami nggak tahu berapa biaya yang dialokasikan untuk memÂbaÂhas sebuah RUU inisiatif pemeÂÂrintah. Yang pasti, mereka juga memiliki anggaran itu dan sering melakukan kunjungan ke luar negeri. Bedanya mereka lebih tertutup saat memberikan keteraÂngan tentang anggaran. SemenÂtara kami sering memÂberikan keterangan kepada media.
Apakah peningkatan anggaÂran akan mempercepat pembaÂhasan RUU?
Penambahan anggaran itu nggak ada kaitannya dengan perÂcepatan penyelesaian RUU. PerceÂpatan penyelesaian RUU hanya dapat dilakukan melalui dua jalan, yakni restrukturisasi Baleg atau restrukturisasi peran anggota dewan.
Mengenai restrukturisasi BaÂleg, anggota dewan yang belum merangkap kerja harus masuk Baleg. Saat ini kan baru 318 orang yang menjabat di alat keÂlengÂÂkapan dewan. Sementara 242 anggota hanya ikut di komisi. Kalau 242 anggota itu diÂmaÂsukÂkan dalam Baleg, kami dapat memÂbuat 7 Pansus sekaliÂgus dan menyelesaikan 14 unÂdang-unÂdang dalam dua masa sidang.
Kalau restrukturisasi peran anggota dewan, menurut saya, haÂrus dibagi dalam tiga kelomÂpok, yakni pengawasan, anggaran dan legislasi.
Bagaimana dengan peran pemerintah dalam pembuatan RUU?
Peran pemerintah tidak dapat kita pisahkan dari pembuatan dan pembahasan RUU. Sayangnya, kinerja pemerintah semakin lambat.
Tahun 2010, pemerintah menÂdapat tugas untuk menyelesaikan 34 RUU, tapi mereka hanya tunÂtasÂkan 8 RUU. Padahal, perangÂkat yang dimiliki sudah sangat besar dan memadai. Sementara, dari 36 RUU inisiatif dewan, DPR berhasil memasukkan 24 RUU. Ini kan sangat jauh bedanya.
Bahkan, ada ada RUU yang tersendat gara-gara pemerintah. Contohnya, RUU Mata Uang. RUU tersebut sudah 9 bulan diÂbahas antara Menkeu dan GuberÂnur BI, tapi sampai saat ini nggak ada keputusannya. Revisi UnÂdang-undang OJK dan Undang-undang BI yang diperintahkan Pansus Bank Century pun sampai saat ini nggak ada hasilnya. PadaÂhal, batas waktunya sudah sangat lama.
Makanya saya berharap, pemeÂrintah berbenah diri dan bersifat kooperatif dalam membahas RUU. Bagaimana DPR dapat meÂnyelesaikan, kalau pemerintah nggak bisa bekerja sama. [RM]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
UPDATE
Selasa, 30 Desember 2025 | 16:08
Selasa, 30 Desember 2025 | 16:02
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:58
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:47
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:45
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:37
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:32
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:27
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:10
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:04