Syamsul Arifin
Syamsul Arifin
RMOL.Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin tersandung kasus korupsi dana Kas Daerah Kabupaten Langkat Tahun 2000-2007. Selain untuk membeli 43 unit mobil pribadi anggota DPRD Langkat, uang tersebut dipinjamkan Syamsul kepada teman-temannya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaannya menyebutkan bahwa tahun 2003-2006, SyamÂsul meminta Buyung Ritonga seÂlaku pemegang kas daerah meÂngeluarkan uang untuk diberikan kepada orang lain sebagai pinjaÂman. Padahal, menurut JPU, uang pinjaman tersebut tidak pernah dikembalikan oleh pihak ketiga.
Menurut hasil penghitungan JPU, total uang yang dikeluarkan Syamsul untuk perkara itu menÂcapai Rp 1.020.000.000 (Satu miliar dua puluh juta rupiah). Atas perintah Syamsul saat menÂjabat Bupati Langkat, Sumut, maka Buyung menyerahkan uang tersebut kepada orang-orang yang telah ditunjuk bosnya itu.
Siapa saja mereka, jika dilihat dari dakwaan JPU, mereka ialah Amirudin (Rp 5 juta diberikan pada tanggal 11 Juni 2003), MahÂsin (Rp 50 juta diberikan pada Agustus 2003), Eswin Soekardja (Rp 100 juta diberikan pada 23 Juli 2004), Syarifudin Basyir (Rp 65 juta diberikan pada 10 Agustus 2004), Tengku Danil (Rp 200 juta diberikan pada September 2005), PT AKA Prima (Rp 500 juta diÂberikan Âpada Februari 2006) dan Akiat (Rp 100 juta diberikan pada Juni 2006).
Uang sebesar Rp 1 miliar lebih itu dinilai JPU tidak pernah diÂkemÂbalikan kepada kas daerah. Padahal, Syamsul menyebutkan bahwa uang tersebut ialah pinÂjaÂman yang diberikan olehnya keÂpaÂda mereka yang telah disÂeÂbutÂkan tadi. Sehingga, JPU meÂngenÂdus akal-akalan Syamsul pada perkara tersebut.
Selain diberikan kepada orang-orang yang ditunjuk oleh SyamÂsul, JPU kembali menuding bekas BuÂpati Langkat itu dengan tuduÂhan pembayaran pinjaman CV AnÂsor Bintang Sembilan pada Bank Syariah Mandiri tahun 2004-2007.
Alkisah, pada 21 November 2003 Syamsul mengajukan pinjaÂman sejumlah Rp 500 juta di Bank Mandiri Syariah Cabang staÂbat menggunakan nama CV AnÂsor Bintang Sembilan yang diÂsinyalir JPU milik Mahsin. Pada saat mengajukan pinjaman, SyamÂsul menggunakan jaminan Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) mobil Isuzu Panther milik anggota DPRD yang sebelumnya dibeli dengan uang kas daerah.
Kemudian, pada 11 Maret 2004, Syamsul kembali mengaÂjuÂkan pinjaman kepada Bank SyaÂriah Mandiri cabang Stabat. Kali ini pun Syamsul menggunaÂkan nama CV Ansor untuk memÂpÂÂerÂmudah proses pinjaman. Tidak tanggung-tanggung, kali ini yang diajukan jaminan oleh Syamsul ialah 36 BPKB mobil Panther tersebut.
Menurut JPU, seluruh pencaiÂran dari kedua pinjaman tersebut dimasukkan ke rekening atas nama CV Ansor Bintang SemÂbiÂlan pada Bank Mandiri Syariah CaÂbang Stabat. Alhasil, Mahsin melakukan penarikan tunai dan menyerahkannya kepada SyamÂsul melalui seseorang yang berÂnaÂma Tukiman. Karena dinilai berÂhasil mengurus pembelian mobil Panther dan pengajuan kredit tersebut, maka Syamsul memberikan kompensasi kepada Mahsin sejumlah Rp 70 juta dalam bentuk tunai dan Rp 50 juta dengan bilyet giro.
Untuk membayar pinjaman terÂsebut, menurut JPU, Syamsul meÂÂminta Buyung Ritonga meÂngeÂÂluarkan kas daerah untuk memÂbayar sebagian dari pinjaÂman tersebut dengan mengÂguÂnaÂkan cek atas rekening kas daerah pada Bank Sumut Cabang Stabat.
Cek tersebut ditandatangani oleh Syamsul bersama Buyung RÂitonga. Atas permintaan SyamÂsul, maka Buyung melakukan pembayaran ke Bank Syariah Mandiri Cabang Stabat secara berÂtahap sejak Agustus 2004 hingÂga Januari 2007. Jika ditotal, jumlah keseluruhannya mencapai Rp 2.010.000.000 (dua miliar sepuluh juta rupiah).
“Aku Ini Preman Yungâ€
Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta pada Senin (21/3), Gubernur Sumut Syamsul Arifin membela dirinya di depan majelis hakim. Menurut Syamsul, dirinya pernah diancam oleh pemegang kas daerah BuÂyung Ritonga.
Pengakuan itu disampaikan Syamsul kala dirinya diberi keÂsempatan oleh majelis hakim, unÂtuk menanggapi kesaksian SurÂyaÂjahisa selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Langkat. “Keterangan saksi benar. Tapi sepertinya ada yang dia simpan. Saksi tidak biÂlang kepada seluruh yang hadir di sini bahwa saya sebenarnya perÂnah diancam oleh Buyung Ritonga,†kata Syamsul.
Ancaman itu, kata Syamsul, diÂsampaikan sendiri oleh Surya keÂpada dirinya, kala mereka berdua diÂperiksa KPK. Menyikapi peÂngakuan Syamsul itu, Surya tak menampiknya. “Ada benarnya yang disampaikan Pak Bupati. Tapi kan tadi tidak ditanyakan soal itu,†katanya.
Seusai sidang, Syamsul menÂjeÂlaskan bahwa Buyung meÂnganÂcam akan menghancurkan karir politikÂnya. “Pernah ada ancaman dari Buyung itu melalui Surya, dia akan hancurkan karir saya,†tuturnya.
Syamsul tak kalah garang. Dia meÂngaku juga sempat menganÂcam Buyung saat mengendus adaÂnya ketidakwajaran dalam pengÂguÂnaan, pengelolaan, dan pertangÂgungjawaban APBD Kabupaten Langkat. “Aku ini preman Yung, kaÂlau kau macam-macam sama keÂuangan ini, aku hancurkan kau. Aku tetap preman Yung, bupati-buÂpati, saya ini tetap preman, petinju. Itu pernah saya sampaikan ke penyidik,†katanya.
Menurut Syamsul, perkaranya yang disidangkan di Pengadilan Tipikor sarat politisasi. “Saya menilai ini perkara politik, meÂmang dalam enam bulan saya haÂrus jatuh,†tuturnya.
Menurutnya, ada pihak-pihak yang menginginkan dirinya lengÂser dari jabatan Gubernur Sumut. “Di Sumut, ada anggapan ini politis karena ada target enam buÂlan saya harus jatuh,†ucapnya.
Dalam persidangan perdana paÂda Senin (14/3), JPU KPK yang dipimpin Catharina Muliana menyatakan, Syamsul telah memÂperkaya diri dengan dana APBD Langkat sehingga meÂnimbulan kerugian negara hingga Rp 98,716 miliar. “Dana APBD itu digunaÂkan untuk pribadi, keÂluarÂga dan pihak lain,†ujar CathaÂrina saat memÂbacakan surat dakwaan.
Persidangan yang dipimpin KeÂtua Majelis Hakim Tjokorda Rai Suamba itu, JPU mendakwa SyamÂsul menggunakan dana APBD untuk keperluan pribadi dan keluarganya dengan cara meÂnerbitkan Surat Perintah MemÂbaÂyar Uang (SPMU) dan Surat Perintah Pencairan Dana (SPPD) yang tidak sesuai ketentuan. Dana yang diambil berasal dari Kas Daerah Pemkab Langkat tahun 2000-2007.
Selain itu, Syamsul juga meÂmeÂrintahkan pengeluaran uang kas daerah selama kurun 2005-2007 dengan cara kas bon, serta meÂmotong anggaran untuk setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkab Langkat maÂsing-masing 10 persen. PemoÂtongan anggaran itu dicatat oleh Buyung Ritonga selaku pemeÂgang Kas Daerah Pemkab Langkat.
Akibat Tak Ngerti Pegang Amanah
TB Soemandjaja, Anggota Komisi II DPR
Anggota Komisi II DPR TB Soemandjaja berpendapat, para pejabat daerah yang terbelit kaÂsus korupsi, belum mengerti baÂgÂaimana caranya menjadi seÂorang yang memegang amanah daerah. Sehingga, para pejabat tersebut terjerumus.
“Satu sisi mereka bisa dikaÂtegorikan belum bisa menjadi seÂorang birokrat. Sehingga, tiÂdak bisa membedakan mana huÂkum dan kebijakan. SedangÂkan birokrat itu, pasti mengerti anÂtara kebijakan yang dibuatÂnya dengan hukum yang sudah tetap,†katanya.
Menurutnya, Kementerian DaÂlam Negeri harus harus mengambil sikap tegas dengan menguji materilkan perundang-undangan di daerah agar perÂkara korupsi yang dilakukan peÂjabat daerah dapat teratasi. “SeÂbaÂgai mitra kerja, tentunya akan kita dorong untuk uji materil ke MK tentang undang-undang di daerah. Sehingga, kemungÂkinan korupsi dapat teratasi,†ujarnya.
Politisi PKS ini meminta keÂpaÂda aparat penegak hukum juga teliti dalam menetapkan seÂorang pejabat daerah sebagai tersangka. Menurutnya, jika si pejabat daerah itu sedang menÂjalankan kebijakan, maka tidak bisa dijatuhi hukuman. “MeÂnuÂrut KUHP Pasal 50, seorang peÂjabat yang sedang melaÂkÂsaÂnaÂkan kebijakan daerah tidak bisa dihukum,†imbuhnya.
Sehingga, katanya, penangÂkapan pejabat daerah yang diÂduÂga melakukan praktik korupÂsi dapat diperÂtangÂgungÂjaÂwabÂkan secara hukum dan menguÂtaÂmakan nilai keadilan. “Itu yang sebenarnya harus dilaÂkuÂkan aparat kita ini. Jangan semÂbarangan menangkap orang kaÂrena korupsi, lihat dulu perÂkaÂranya,†katanya.
Jurus Balik Modal Kepala Daerah
Yusuf Sahide, Direktur LSM KPK Watch
Di mata Direktur LSM KPK Watch Yusuf Sahide, mahalnya pilkada menjadi penyebab maÂrakÂnya pejabat daerah melakuÂkan praktik korupsi. Sehingga, Yusuf menilai ada yang salah dalam aturan main penyeÂlengÂgaÂraan Pilkada.
“Dana kampanye pilkada itu saja sampai miliaran rupiah. Otomatis pejabat daerah yang terÂpilih, nantinya memenÂtingÂkan balik modal karena danaÂnya sudah habis saat pilkada,†katanya.
Cara balik modal tersebut, lanÂjut Yusuf, antara lain meÂyaÂlahgunakan anggaran daerah yang masuk dari pemerintah pusat. “Persisnya dengan meÂnyelewengkan APBD.
Padahal, yang bersangkutan tahu bahwa perbuatan yang dilakukannya itu salah. Tetapi karena terdesak balik modal, maka dilÂaÂkuÂkanÂnya juga perÂbuatan itu,†imbuhnya.
Yusuf berpendapat, sistem pilkada kurang tepat digunakan untuk negara demokrasi seperti Indonesia. “Contohnya, dalam pilkada itu kerap ada permainan uang sebagai sarana penunjang kesuksesan seseorang. SeÂdangÂkan demokrasi, praktik pengÂguÂnaÂan uang untuk menyogok saÂngat tidak boleh. Rakyat harus murni menentukan sendiri piÂliÂhannya,†ucap dia.
Meski begitu, Yusuf menilai tiÂdak mutlak bahwa pilkada haÂrus dihilangkan. Tetapi, dilÂakuÂkan dengan cara-cara yang tiÂdak melanggar batas hukum. “HaÂrus disertai pengawasan yang ketat. Kita jarang melihat pilkada diawasi dengan ketat, padahal ini sangat perlu,†ujarnya.
Yusuf menambahkan, kuÂrangÂnya pengawasan ke daerah-daerah oleh lembaga penegak huÂkum disinyalir menjadi peÂnyeÂbab kedua maraknya pejaÂbat daerah melakukan praktik korupsi. Makanya, Yusuf meÂngimÂbau kepada lembaga peneÂgak hukum untuk mengawasi jalannya pemerintahan di daeÂrah. “Dengan begitu, kemungÂkinan good government akan tecipta,†tandasnya. [RM]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
UPDATE
Minggu, 28 Desember 2025 | 13:46
Minggu, 28 Desember 2025 | 13:17
Minggu, 28 Desember 2025 | 13:13
Minggu, 28 Desember 2025 | 12:45
Minggu, 28 Desember 2025 | 12:27
Minggu, 28 Desember 2025 | 12:02
Minggu, 28 Desember 2025 | 11:45
Minggu, 28 Desember 2025 | 11:39
Minggu, 28 Desember 2025 | 11:33
Minggu, 28 Desember 2025 | 11:05