RMOL. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tak merasa menjadi sasaran pidato Presiden SBY yang mengatakan ada satu dua partai telah melanggar kesepakatan koalisi.
Menurut Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq, partainya tak melanggar satu butir kesepaÂkatan Sekretariat Gabungan Koalisi.
“Kami tidak merasa sebagai sasaran tembak pidato Pak SBY. Makanya kami menyambut baik pidato tersebut. Pak SBY tampil untuk mengambil alih persoalan dan ingin mengatakan, biar saya yang menyelesaikan, biar saya lakukan evaluasi dan dialog dengan para pimpinan partai. Itu substansi pidato beliau. Jadi, di mana masalahnya,†ujar Luthfi kepada
Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Luthfi menambahkan, SBY telah menunjukkan sikap negaraÂwan dan tidak terpancing terhaÂdap berbagai provokasi dari luar maupun internal partai yang mencoba mendikte kebijakannya.
“Pidato tersebut juga menunÂjukÂkan, apa yang dipikirkan PreÂsiden SBY tidaklah sama dengan apa yang terlontar selama ini. Beliau sangat proporsional dalam mengambil kebijakan, seÂlalu menjaga keseimbangan poliÂtik dan keterwakilan,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Bagi PKS pidato SBY yang bilang ada satu dua partai yang menyimpang dari kesepakatan koalisi itu bukan ancaman seÂrius?
Substansi beliau adalah
cooling down terhadap semua persoalan dan polemik yang berkepanÂjangan, serta tak berkesudahan. Artinya, dia sudah mendengar semua polemik dan akan mengÂambil alih pekerjaan itu. KemuÂdian berbagai persoalan yang ada akan ditindaklanjuti kepada para pimpinan partai untuk dicarikan solusinya demi kepentingan bangsa dan negara.
Namun, sejumlah kader ParÂtai Demokrat menyatakan perÂnyataan tersebut merupakan peÂringatan keras terhadap PKS dan Partai Golkar, karena seÂlalu bertentangan dengan mitra koaÂlisi?Mereka kan bukan pengambil keputusan. Itu cuma komentar, hanya sekadar usulan dan haraÂpan. Saya tidak mengerti itu agenda siapa. Mungkin agenda orang itu karena ngebet menjadi menteri.
Apa PKS tidak melanggar keÂsepakatan koalisi?Kalau ditanya satu per satu, seÂmuanya akan memiliki argumenÂtasi dan tidak akan menyelesaiÂkan masalah. Kami melihatnya dari masalah komunikasi, dan Pak SBY juga menyatakan akan membangun komunikasi, itu substansi persoalannya.
Membangun komunikasi antar mitra koalisi dan itu merupakan visi dari pembentukan Setgab. NaÂmun, yang terjadi saat ini, koÂmunikasi tidak terbangun semenÂtara berbagai hal harus diÂputusÂkan. Keputusan tidak boleh berÂhenti. Masing-masing mengamÂbil keputusan minus komunikasi yang intensif dan dialogis, ya dampaknya seperti ini.
Apakah persoalan ini cukup diselesaikan dengan dialog?Kalau ada dialaog dengan mitra koaÂlisi, maka akan banyak hal yang dapat diseÂleÂsaikan.
Bahkan, berbagai persoalan diÂmasa mendatang pun akan baÂnyak yang bisa kita selesaikan.
Persoalan di antara partai koaÂlisi seÂlalu dihuÂbungÂkan deÂngan masalah perÂbeÂdaan sikap, seÂperti dalam kasus Bank CenÂtury dan renÂcana pembentukan Pansus MaÂfia Pajak? Kalau masalah pajak kan sudah selesai dalam paripurna. Pihak yang mendukung maupun menoÂlak hak angket kan sama-sama ingin memperbaiki keuangan negara, dan mereduksi mafia pajak secara signifikan. Artinya, seÂmangat kami sama semua, namun pilihan langÂÂkahnya berÂbeda.
Yang satu ingin mengambil langkah regular melalui Panja (Panitia Kerja), sementara pihak lainnya ingin mengambil langkah ekstra ordiÂnary dengan memÂbentuk Pansus (Panitia Khusus). Ini kan maÂsalahnya simpel.
Bagaimana Anda mengÂhaÂdapi keinginan sejumlah elit DeÂmokrat yang tidak dapat meÂÂnerima perbedaan sikap terÂseÂbut? Begini gambarannya. Saat peÂmilu legislasi, Pak SBY dan Partai Demokrat memperoleh suara sekitar 20 persen. SemenÂtara, di Pilpres perolehan suaraÂnya mencapai 60 persen. Artinya, ada 40 persen di luar Partai Demokrat.
Jadi, yang dapat menafsirkan pernyataan SBY bukan monopoli orang-orang eksekutif Demokrat saja, karena semuanya berkoÂmunikasi dan berdialog dengan baik. Bahkan, banyak orang yang tidak berkomunikasi dengan SBY, namun suaranya lantang berteriak.
Artinya, mereka tidak menÂcirÂÂminkan sikap Presiden?Bagaimana mau dibilang menÂcerminkan Pak SBY. Secara etika dan kosa kata, mereka tidak seÂperti cara berbicara Pak SBY. Secara moral maupun ahlak, tinÂdakan mereka juga tidak sesuai dengan moral Pak SBY. Lalu mereka menjadi representasi siapa? Kan kita semua paham bagaimana cara bersikap dan berprilaku Pak SBY. Karena itu, PKS tidak mau merespons hal-hal seperti itu. Saya bahkan khawatir gerakan mereka akan membahayakan masa depan Pak SBY.
Bagaimana kalau Presiden SBY lebih mendegarkan meÂreka?
Pada akhirnya, yang menentuÂkan kabinet bukan personel DeÂmoÂkrat, tetap Pak SBY. Namun, kami yakin cara pandang dan pengambilan keputusannya tidak seperti para eksekutif Demokrat itu. Pak SBY mempunyai cara pandang dan paradigma sendiri. Beliau menjaga keseimbangan, menjaga representasi dan sangat demokratis. Tidak arogan seperti beberapa personel eksekutif DeÂmoÂkrat. Arogan itu bukan ahlakÂnya Pak SBY.
Jika dalam waktu dekat PreÂsiden mengambil tindakan, apa PKS siap beroposisi?
Itu sudah pasti, Pak SBY akan mengambil tindakan. Namun, siapa yang akan ditindak, mungÂkin kader partainya sendiri, bisa saja. Yang pasti, kami tidak ingin berandai-andai. Bahkan, sampai saat ini kami belum melakukan rapat internal, karena pidato Pak SBY merupakan suatu hal yang positif. Setelah ada pembeicaraan lebih lanjut, kami akan menentuÂkan langkah selanjutnya.
[RM]