Berita

goebbles dan hitler

Adhie M Massardi

Bohong Itu Indah

Oleh Adhie M. Massardi
RABU, 19 JANUARI 2011 | 12:06 WIB

JOSEPH GOEBBELS bisa jadi merupakan orang Jerman paling banyak dikenal pejabat negara Republik Indonesia. Sebab doktor filsafat kelahiran Rhineland, Jerman, 29 Oktober 1897 ini, dikenal sebagai “bapak kebohongan modern” yang teori komunikasi sesatnya dipakai oleh hampir semua lembaga survei politik di negeri ini.

Doktrin Goebbels paling sohor adalah: “Kebohongan yang dikampanyekan secara terus-menerus dan sistematis akan berubah menjadi (seolah-olah) kenyataan!” Sedangkan kebohongan sempurna, kata Goebbels, adalah kebenaran yang dipelintir sedikit saja.

Misalnya, adalah kebenaran bahwa Anda lahir pada tanggal 9, bulan 9, tahun 1959. Tugas Anda tinggal menambah sedikit pelintiran dan bumbu cerita begini: “Pada malam menjelang kelahiran, ibu Anda mimpi kejatuhan bulan atau matahari”.

Bila mimpi bohong itu digabung dengan angka 999 yang diambil dari ujung angka tanggal-bulan-tahun kelahiran Anda, akan menimbulkan efek luar biasa di masyarakat. Seolah Anda memang dilahirkan untuk menjadi orang besar. Menjadi lebih dahsyat lagi kalau ternyata badan Anda juga bongsor dan berasal dari Jawa Timur. Bisa mengaku sebagai “titisan Prabu Brawijaya” yang hebat itu!

Goebbels memang bukan cuma pandai berteori. Buah pikirannya sudah diuji di Partai Nazi pimpinan Hitler. Makanya, ketika berkuasa, Sang Fuhrer mengangkatnya menjadi Menteri Propaganda. Sehingga dalam tempo yang tidak terlalu lama, Nazi berkembang dahsyat, dan Jerman tumbuh menjadi kekuatan yang menggiriskan di daratan Eropa.

Dalam pandangan Goebbels, bohong itu indah. Ada seni untuk kebohongan. Sehingga orang yang dibohongi, meskipun pada akhirnya ia tahu dibohongi, tetap bakal terpesona. Contohnya ketika ia mengampanyekan bangsa Arya, ras Jerman tulen, adalah etnis paling jenius di muka bumi. Tentu ini untuk meredam klaim Yahudi yang mengaku bangsa pilihan Tuhan!

Makanya, kalau Goebbels masih hidup, pasti sedih dan terheran-heran kenapa teori kebohongannya yang sudah sangat populer di dunia, ketika dipraktekan di Indonesia, begitu mudah dipatahkan, bahkan hanya oleh beberapa gelintir pemuka umat beragama? Padahal tak satu pun di antara tokoh lintas agama itu yang memiliki instrumen komunikasi. Apalagi yang canggih.

Tapi kenapa mayoritas rakyat Indonesia kok bisa cepat percaya kepada pernyataan para pemuka agama bahwa pemerintah Yudhoyono ini telah melakukan “kebohongan sistemik”? Padahal lewat semua media, rezim ini setiap hari membombardir masyarakat dengan isu kesuksesan di sana-sini.

Menurut saya, bukan teori Goebbels-nya yang tidak cocok dengan iklim di sini. Juga bukan karena masyarakat kita lebih relijius sehingga lebih percaya pemuka agama ketimbang pemerintah.

Para penguasa kita tidak sungguh-sungguh manjalankan doktrin Goebbels. Sebab kebohongan yang disebarkan tidak berdasarkan “kebenaran yang dipelintir sedikit”, melainkan “kebenaran tipis yang dipakai untuk menutupi kepalsuan besar lagi permanen”.

Akibatnya, sedikit saja angin bertiup, “tabir kebenaran yang tipis” itu segera tersingkap. Sehingga masyarakat bisa dengan lekas melihat kebohongan sebagai kenyataan yang tak terbantahkan.

Benar, teknik berbohong penguasa kita memang mengingatkan kita pada gaya berbohong para ABG jadul (remaja zaman dulu) kepada pacarnya.

Lewat surat, ia nyatakan cintanya yang bertubi-tubi. Seakan dunia bakal kiamat kalau cinta tak berlanjut. Makanya, ia bersumpah: “Gunung tinggi kan kudaki, laut luas kan kuseberangi…!”

Sampai di sini, si pacar memang sempat terperangah. Tapi begitu melihat fakta di bawahnya, dalam “notebene” (NB) di bawah tandatangan, dia tahu pacarnya itu gombal belaka. Atau dalam bahasa politik sekarang: telah melakukan kebohongan publik.

Karena di NB itu si pacar menulis begini: “Sayang, nanti malam kalau tidak hujan aku akan ke rumahmu!”

Katanya gunung tinggi blablabla, laut luas blablabla. Lha, ini sama hujan saja kok takut! Dasar pembohong…! [**]


Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

Komjen Dedi Ultimatum, Jangan Lagi Ada Anggapan Masuk Polisi Bayar!

Rabu, 05 Februari 2025 | 18:12

UPDATE

Prabowo-Erdogan Saksikan Penandatanganan 12 MoU Kerja Sama

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:35

Prabowo Tanggung Beban Utang Jokowi, Pemerintahan Jadi Korban Efisiensi Anggaran

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:34

KPK Jangan Jadi Alat Kepentingan dalam Kasus Hasto

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:32

Volume Transaksi AgenBRILink Tembus Rp1.583 Triliun per Akhir 2024

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:09

Bertemu Erdogan, Prabowo Tekankan Penguatan Kemitraan Ekonomi

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:58

Mandiri Investment Forum 2025, Strategi Investasi dan Inovasi untuk Pertumbuhan Ekonomi

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:53

Ketua Komisi VII Pastikan Tak Ada Kontributor dan Karyawan TVRI-RRI yang Dirumahkan

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:51

Anggaran KPU Dipangkas Hampir Rp 1 Triliun

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:40

Efisiensi Anggaran Prabowo Dinilai Tepat, Pengamat: Penyusunan Selama Ini Ugal-ugalan

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:35

Singgung Efisiensi, Hasto Minta Kepala Daerah PDIP Tak Berpikir Anggaran Dulu

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:31

Selengkapnya