Ketua Umum Forum Komunikasi Pekerja Migran Indonesia (FKPMI) Zainul Arifin. (Foto: Dokumentasi FKPMI)
Ketua Umum Forum Komunikasi Pekerja Migran Indonesia (FKPMI) Zainul Arifin secara tegas menyangkal pernyataan Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Mukhtarudin yang menyebutkan sepuluh negara tujuan utama penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) sektor formal, di antaranya Singapura, Taiwan, Abu Dhabi, dan Malaysia.
Menurut Zainul Arifin, pernyataan tersebut tidak mencerminkan kondisi faktual di lapangan dan berpotensi menyesatkan publik, khususnya calon pekerja migran Indonesia.
“Kami menilai pernyataan Menteri P2MI tidak akurat dan tidak berbasis data riil mengenai jenis serta komposisi permintaan tenaga kerja di negara-negara tujuan tersebut,” ujar Zainul dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Sabtu, 27 Desember 2025.
FKPMI menegaskan bahwa sejumlah negara yang disebut sebagai tujuan utama penempatan pekerja sektor formal justru selama ini dikenal sebagai negara dengan permintaan pekerja sektor informal yang sangat tinggi. Negara-negara seperti Malaysia, Singapura, dan Taiwan, lanjut Zainul, masih didominasi oleh penempatan pekerja di sektor domestik, perkebunan, konstruksi, serta pekerjaan non-skill lainnya.
“Mengategorikan negara-negara tersebut sebagai tujuan utama penempatan sektor formal tanpa penjelasan yang utuh merupakan bentuk penyederhanaan yang keliru,” tegasnya.
FKPMI menilai kekeliruan informasi terkait jenis pekerjaan di negara tujuan mencerminkan kecerobohan birokrasi di tubuh Kementerian P2MI, karena tidak disusun berdasarkan data penempatan yang valid serta realitas kebutuhan tenaga kerja di lapangan. Kondisi ini dinilai berbahaya karena dapat memengaruhi arah kebijakan, persepsi publik, dan keputusan calon pekerja migran.
“Sebaliknya, FKPMI mencatat bahwa dalam beberapa tahun terakhir, negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Kuwait, dan Qatar justru menunjukkan peningkatan signifikan dalam permintaan tenaga kerja sektor formal atau tenaga kerja terampil,” ungkap dia.
Permintaan tersebut mencakup sektor kesehatan, manufaktur, perhotelan, teknik, serta layanan profesional lainnya. Meski kebutuhan pekerja informal di kawasan tersebut masih tinggi, tren permintaan tenaga kerja skill dari negara-negara tersebut terus meningkat secara nyata.
“Fakta ini seharusnya menjadi dasar utama dalam penyusunan pernyataan dan kebijakan kementerian, bukan asumsi atau penggunaan data lama yang tidak diperbarui,” jelasnya.
Atas kondisi tersebut, FKPMI menyatakan keprihatinan mendalam atas misinformasi yang disampaikan Menteri P2MI kepada publik. FKPMI berharap kementerian terkait segera melakukan pembenahan internal, memperkuat basis data penempatan, serta melibatkan pemangku kepentingan dan organisasi pekerja migran dalam penyusunan kebijakan yang menyangkut masa depan PMI.
“Pekerja migran membutuhkan informasi yang benar, jujur, dan bertanggung jawab. Negara tidak boleh abai terhadap hal ini,” tutup Zainul Arifin.
Menteri P2MI Mukhtarudin sebelumnya menyebut Indonesia memiliki sebanyak 350.476 lowongan kerja di luar negeri bagi warga Indonesia. Jumlah tersebut sebagaimana data aktif Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia (SIP2MI) dalam Sistem Komputerisasi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (SISKOP2MI) per 23 Desember 2025.
"Semuanya sektor profesional. Dari 350 ribu itu yang sudah daftar dan baru kita bisa penuhi hanya 20 persen. Masih ada 80 persen yang dari sisi supply kita tidak siap," kata Mukhtarudin dalam acara penandatanganan MoU Kemdiktisaintek dan KemenP2MI di Gedung D Kemendiktisaintek, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Desember 2025.