Berita

Suasana kerusakan akibat banjir bandang di pemukiman rumah warga di wilayah Lubuk Minturun, Koto Tengah, Kota Padang, Sumatera Barat pada Kamis, 27 November 2025. (Foto: Humas BNPB)

Politik

Greenpeace Sebut Bencana Sumatera Kejahatan Ekosida, Ingatkan Pemerintah Tak 'Tobat Sambal'

KAMIS, 18 DESEMBER 2025 | 10:05 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Greenpeace Indonesia melontarkan kritik keras terhadap rangkaian bencana ekologis yang melanda Sumatera. Organisasi lingkungan global ini menyebut tragedi tersebut bukan sekadar bencana alam biasa, melainkan bentuk kejahatan ekosida yang sistematis akibat perpaduan deforestasi masif dan krisis iklim dunia.

“Ini adalah pertemuan antara deforestasi dan krisis iklim. Unsurnya jelas: terencana, sistematik, dan berdampak masif. Itu memenuhi unsur kejahatan ekosida,” ujar Public Engagement and Action Manager Greenpeace Indonesia Khalisah Khalid, kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 18 Desember 2025.

Khalisah mengungkapkan, perhitungan Celios menunjukkan kerugian akibat bencana tersebut mencapai Rp68,8 triliun, dan angka itu baru mencakup kerusakan infrastruktur, belum termasuk biaya pemulihan sosial dan ekologis. 


“Krisis iklim ini tidak ujug-ujug datang. Ia lahir dari kebijakan ekonomi yang eksploitatif,” katanya.

Menurutnya, dorongan target pertumbuhan ekonomi yang tinggi berpotensi memperparah kerusakan lingkungan. 

“Target 8 persen itu sangat berbahaya. Lima persen saja sudah sangat ugal-ugalan jika paradigma ekonominya masih eksploitatif,” tegasnya.

Khalisah mengingatkan agar gagasan taubat ekologis tidak berhenti pada wacana moral semata. 

“Jangan sampai taubat ekologis menjadi ‘taubat sambel’, dibicarakan hari ini, tapi kebijakan eksploitatif tetap diproduksi,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa taubat ekologis harus menjadi refleksi bersama, bukan hanya umat beragama, tetapi juga para pengelola negara. 

“Yang perlu bertobat bukan hanya individu, tapi juga paradigma ekonomi dan politik. Spiritualitas agama harus dimaknai ulang untuk melindungi kehidupan,” lanjutnya.

Greenpeace juga mendorong agar politik hijau menjadi agenda prioritas nasional, termasuk percepatan regulasi perlindungan lingkungan dan pengesahan kebijakan seperti RUU Masyarakat Adat. 

“Kami tujukan pesan ini kepada para politisi: kebijakan harus melindungi rakyat dan alam, bukan sebaliknya,” pungkas Khalisah.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

UPDATE

Pesan Ketum Muhammadiyah: Fokus Tangani Bencana, Jangan Politis!

Jumat, 19 Desember 2025 | 10:13

Amanat Presiden Prabowo di Upacara Hari Bela Negara

Jumat, 19 Desember 2025 | 10:12

Waspada Banjir Susulan, Pemerintah Lakukan Modifikasi Cuaca di Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 10:05

Audit Lingkungan Mendesak Usai Bencana di Tiga Provinsi

Jumat, 19 Desember 2025 | 10:04

IHSG Menguat, Rupiah Dibuka ke Rp16.714 Pagi Ini

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:59

TikTok Akhirnya Menyerah Jual Aset ke Amerika Serikat

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:48

KPK Sita Ratusan Juta Rupiah dalam OTT Kepala Kejari HSU

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:28

Bursa Asia Menguat saat Perhatian Investor Tertuju pada BOJ

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:19

OTT Kalsel: Kajari HSU dan Kasi Intel Digiring ke Gedung KPK

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:05

Mentan Amran: Stok Pangan Melimpah, Tak Ada Alasan Harga Melangit!

Jumat, 19 Desember 2025 | 08:54

Selengkapnya