Berita

Timnas Indonesia U-22 tersingkir dari cabor sepak bola SEA Games 2025. (Foto: Antara)

Publika

Timnas Tersingkir Tragis

SABTU, 13 DESEMBER 2025 | 03:31 WIB

SATU-satunya pelipur lara di negeri ini, Timnas sepakbola. Di saat bencana tanda tangan Sumatera menelan 995 jiwa, eh Timnas U22 malah tersingkir tragis. Menang sih 3-1, tapi rasa kalah. 

Nuan bayangkan! Sebuah dunia absurd di mana dua tragedi menimpa bangsa secara bersamaan. Satu di lapangan hijau, satu di tanah Sumatera yang porak-poranda. 

Entah kenapa, keduanya sama-sama bikin dada sesak. Pasukan Indra Sjafrie datang sebagai juara bertahan, sebagai pendekar-pendekar modern dengan jurus abroad, dengan ilmu-ilmu sepakbola luar negeri yang konon lebih sakti dari kitab pusaka silat Pukol Tujoh. 


Target emas sudah dipasangkan sejak sebelum berangkat. Seolah-olah emas itu tinggal dipetik seperti daun jatuh. Tapi kenyataan menertawakan kita keras-keras. Semua energi hilang. Semua jurus tumpul. Semua harapan tercerai-berai seperti abu dupa tertiup angin.

Seakan tragedi ini belum cukup pahit. Negeri juga sedang berkabung. Update terbaru per Jumat, 12 Desember 2025, jumlah korban meninggal dunia akibat bencana tanda tangan di Sumatera telah mencapai 995 jiwa, dengan 226 orang masih hilang menurut data resmi BNPB. 

Rasanya alam pun ikut menertawakan sepak bola kita, seakan bilang, “Udah susah di bumi, susah pula di lapangan.”

Di 700th Anniversary Stadium, Chiang Mai, Jumat 12 Desember 2025, para pendekar Garuda Muda turun ke gelanggang. Mereka tahu harus menang selisih tiga gol. Tiga. Bukan tiga jurang maut. Bukan tiga naga penjaga gua. Hanya tiga gol. Tapi rupanya tiga gol itu ibarat mencoba memindahkan gunung dengan sumpit bambu.

Belum lewat setengah jam, petaka menyerang. Menit ke-28, Min Maw Oo meluncurkan jurus Panah Iblis Sudut Kanan yang membuat gawang Daffa Fasya seperti terkena kutukan leluhur. Indonesia tertinggal 0-1. Rakyat yang sedang diterjang berita duka dari Sumatera kini mendapat bonus pukulan batin dari sepak bola.

Di ujung babak pertama, Toni Firmansyah membalas dengan jurus Tendangan Menyambar Bayangan. Bola mental dari tangan kiper Hein Htet Soe, lalu Toni muncul seperti pendekar murka tiga generasi. Skor 1-1. Harapan hidup lagi seperti lilin hampir padam. Tetapi lilin tetap lilin, mudah mati.

Babak kedua pasukan si Sjafri terus menekan. Kadek Arel menembak, melambung. Myanmar menyerang, meleset. Phyo Pyae Sone hampir bunuh diri, bola menghantam tiang seperti palu dewa yang salah target. Mistar gawang Myanmar bekerja lembur, mungkin lebih keras daripada para pejabat yang menghitung data bencana.

Menit 89, Jens Raven muncul sebagai pendekar utara, mengayunkan jurus Cakar Rajawali Menyambar Senja untuk membawa Indonesia unggul 2-1. Lalu pada menit 90+5, ia menambah lagi satu gol dengan gerakan Tanduk Petir Penebas Gelap. Skor 3-1. Indonesia Menang.

Tapi kemenangan ini seperti kemenangan pendekar yang sudah menembus tujuh kerajaan dan mengalahkan iblis bertanduk, namun tetap ditolak masuk perguruan karena tidak bawa surat izin orang tua. 

Selisih gol tak cukup. Malaysia 4-3. Indonesia cuma 3-2. Jurus benar, skor benar, tapi matematikanya salah. Matematika, seperti halnya bencana tanda tangan, tidak peduli perasaan kita.

Kita tersingkir. Juara bertahan dipulangkan. Padepokan kehilangan muka. Federasi diam. Pelatih menunduk. Rakyat hanya bisa menggertakkan gigi sambil menahan amarah yang menumpuk dari segala arah, dari lapangan yang mengkhianati, sampai tanah Sumatera yang kini menelan hampir seribu nyawa.

Inilah ironi terbesar akhir tahun. Di satu sisi, bangsa berduka karena hampir seribu saudara kita hilang. Di sisi lain, bangsa dibuat frustasi oleh sepak bola yang menang tapi kalah, berjaya tapi tersisih, bertarung tapi tidak digdaya.

“Kalau sudah tragis begini, siapa yang patut kita salahkan, Bang?”

“Biasanya yang bakal dikejar netizen Erick Thohir dan Indra Sjafrie. Tagar #ETOut bakal bergema lagi, dan Indra Sjafrie udah saatnya istirohat, taktiknya disimpan mulu.” Ups.

Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Ratusan Pati Naik Pangkat

Selasa, 02 Desember 2025 | 03:24

Pasutri Kurir Narkoba

Rabu, 03 Desember 2025 | 04:59

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Reuni 212 dan Bendera Palestina

Selasa, 02 Desember 2025 | 22:14

Warga Gaza Sumbang 1.000 Dolar AS untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 02 Desember 2025 | 05:03

UPDATE

ERP Mangkrak, Evaluasi Kadishub Syafrin Liputo!

Sabtu, 13 Desember 2025 | 04:07

Timnas Tersingkir Tragis

Sabtu, 13 Desember 2025 | 03:31

Dirut BSI Raih Sharia Banking Transformation Leader of the Year

Sabtu, 13 Desember 2025 | 03:14

Tak Benar Taman Nasional Way Kambas Dijual

Sabtu, 13 Desember 2025 | 03:04

Buka Posko Krisis Terpadu Mobil MBG Seruduk Siswa

Sabtu, 13 Desember 2025 | 03:01

Evakuasi Warga Pakai Helikopter

Sabtu, 13 Desember 2025 | 02:14

Saatnya Prabowo Reshuffle Besar-besaran Pasca Bencana Sumatera

Sabtu, 13 Desember 2025 | 02:04

Way Kambas Pilot Project Penjualan Karbon di Kawasan Taman Nasional

Sabtu, 13 Desember 2025 | 01:53

Mirza Agus Jenderal Doktrin dan Lapangan Lulusan Kopassus Kini Jaga Timur

Sabtu, 13 Desember 2025 | 01:33

Ketika Perpol Menantang Mahkamah Konstitusi

Sabtu, 13 Desember 2025 | 01:30

Selengkapnya