Kolase Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya dan Wakil Wali Kota Bandung Erwin. (Foto: Dokumentasi RMOL)
SAYA sempat mengolok-olok Kejari Bandung waktu mereka menggeledah ruang kerja Wakil Wali Kota Bandung Erwin di Balai Kota pada 30 Oktober 2025.
Mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saja, yang rumahnya digeledah dan barang-barangnya disita, sampai sekarang belum juga tersangka. Sekarang pun belum, sih.
Tapi mungkin Kejari Bandung malu kalau kelamaan, jadi akhirnya menetapkan Erwin sebagai tersangka. Simak narasinya.
Di antara gemerlap Kota Bandung yang katanya kota kreatif, kota kuliner, kota inovasi, kota tempat Taman Alun-alun saja bisa mendadak penuh seperti konser si Cepot dan Sule tiap sore, hiduplah seorang tokoh megah bernama Erwin.
Wakil Wali Kota Bandung yang pesonanya konon membuat Gedung Sate berkedip tiga kali, Jembatan Pasupati membungkuk hormat, dan Gedung Merdeka spontan memainkan lagu kebangsaan tiap ia lewat.
Lahir 18 Mei 1972, alumnus SD Cikadut, SMP Santa Maria, SMA Yodhatama, sarjana ekonomi Unpas, magister agama Uninus, kombo langka.
Paham angka, paham dosa, paham tata kelola, paham kutbah Jumat. Lengkap. Kekayaannya pun tak main-main, Rp25,4 miliar, utang kecil Rp2,6 miliar, yang kalau dibanding APBD Bandung kurang lebih setara uang parkir motor.
Dua dekade jadi pengusaha, lalu DPRD, lalu Wakil Wali Kota 2025-2030. Ini bukan karier, ini mitologi Sunda modern.
Sampai akhirnya pada 9 Desember 2025, bumi Bandung mendadak kayak digoyang Gempa Cicendo jilid II. Kejari Bandung, yang biasanya kalem seperti angin lembut di Braga, mendadak berubah jadi pasukan Avengers tanpa soundtrack.
Kejari Bandung resmi menetapkan Erwin sebagai tersangka korupsi jatah proyek. Pasal 12 huruf e jo Pasal 15 UU Tipikor, pasal yang bunyinya saja bikin Angkot Kalapa-Dago spontan ganti trayek karena takut.
Dari 75 saksi diperiksa dan dua alat bukti cukup, penyidikan umum naik kelas menjadi penyidikan khusus. “Khusus” yang biasanya dipakai untuk menu sushi, kini dipakai untuk status hukum. Bandung tidak pernah se-eksotis ini.
Modusnya? Klasik, abadi, tidak lekang oleh zaman, minta jatah proyek. Pengadaan barang dan jasa diduga dijadikan ATM pribadi. Tinggal tekan “enter,” proyek turun.
Tentu Erwin tidak sendiri. Ia ditemani Rendiana Awangga, Ketua Fraksi NasDem Kota Bandung, dalam duet yang bisa bikin Patung Dewi Sartika meneteskan air mata marah.
Saat publik Bandung masih puyeng, dari Lampung Tengah datang kabar tambahan yang membuat satu Indonesia ingin tidur lebih cepat.
Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, ditangkap KPK lewat OTT pada 10 Desember 2025. Dugaan kasus suap pengesahan RAPBD dan proyek daerah.
Kekayaannya? Santai, sekitar Rp12,8 miliar, terdiri dari bangunan, kendaraan, dan entah berapa liter air mata rakyat yang ditampung di kolam renang nurani.
Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto sudah membenarkan OTT kader Golkar itu. Bandung gempar, Lampung gemetar, rakyat gemuk oleh rasa muak.
Alam pun seolah ikut muntah. Bandung hujan, Lampung mendung, cuaca nasional masuk fase “gerah moral.” Apakah korupsi menyebabkan bencana? Secara ilmiah tidak jelas. Secara batiniah, jelas sekali bumi sudah capek.
Pada akhirnya, Erwin yang dulu dielu-elukan kini jatuh ke jurang reputasi. Sementara Ardito menunggu nasib di ruang pemeriksaan KPK.
Dari langit kehormatan meluncur ke lembah memalukan, semuanya terjadi begitu cepat sampai Gunung Tangkuban Parahu pun ingin meletus lagi sekadar meluapkan emosi.
Rosadi JamaniKetua Satupena Kalbar