Berita

Ilustrasi (RMOL/Reni Erina)

Bisnis

Yen Limbung Jelang Keputusan Penting The Fed dan BOJ

RABU, 10 DESEMBER 2025 | 14:18 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Mata uang Yen Jepang tampak lemah dan menjadi sorotan pasar pada hari Rabu 10 Desembetr 2025 ini, setelah tiba-tiba merosot tajam pada perdagangan sebelumnya. 

Tekanan utama pada Yen berasal dari selisih suku bunga yang lebar antara Jepang, yang masih memiliki suku bunga sangat rendah, dengan negara-negara maju lainnya.

Meski Bank of Japan (BOJ) secara luas diperkirakan akan menaikkan suku bunga pada pertemuan minggu depan, pasar tetap menekan Yen.


Menurut Alex Hill dari Electus Financial, Yen menjadi sasaran empuk pasar karena kenaikan imbal hasil obligasi Amerika Serikat (US Treasury) serta kekhawatiran fiskal dan pertumbuhan ekonomi Jepang.

Yen sempat melemah 0,6 persen dan kini hanya menguat tipis 0,15 persen ke posisi 156,64 per Dolar AS. Yen juga sempat menyentuh rekor terendah terhadap Euro. Pelemahan Yen diperkirakan berlanjut hingga tahun baru, dengan mata uang seperti Dolar Australia (Aussie) dan Dolar Selandia Baru (Kiwi) berpotensi terus menguat terhadap Yen.

Di pasar yang lebih luas, semua mata uang cenderung mendatar dan stabil menjelang pengumuman keputusan suku bunga dari Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed), yang akan diumumkan hari ini. Pertemuan The Fed kali ini diyakini menjadi salah satu yang paling memicu perdebatan dalam beberapa tahun.

Pelaku pasar hampir sepenuhnya memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin. Namun, perhatian utama tertuju pada pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell, dan proyeksi pemangkasan suku bunga di tahun 2026 (dot plot).

Menjelang keputusan The Fed, indeks Dolar (DXY) stabil di posisi 99,20. Euro bergerak tipis di level 1,1628 Dolar AS. 

Poundsterling naik tipis 0,06 persen menjadi 1,3305 Dolar AS. 

Dolar Australia diperdagangkan di 0,6641 Dolar AS, didukung oleh sinyal kenaikan suku bunga dari bank sentral Australia (RBA) pada hari sebelumnya.

Secara keseluruhan, pasar saat ini sedang menahan diri menunggu kejelasan arah kebijakan moneter AS, yang akan menentukan pergerakan mayoritas mata uang global dalam beberapa hari ke depan.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Berjuang Bawa Bantuan Bencana

Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

UPDATE

12 Orang Tewas dalam Serangan Teroris di Pantai Bondi Australia

Minggu, 14 Desember 2025 | 19:39

Gereja Terdampak Bencana Harus Segera Diperbaiki Jelang Natal

Minggu, 14 Desember 2025 | 19:16

Ida Fauziyah Ajak Relawan Bangkit Berdaya Amalkan Empat Pilar Kebangsaan

Minggu, 14 Desember 2025 | 19:07

Menkop Ferry: Koperasi Membuat Potensi Ekonomi Kalteng Lebih Adil dan Inklusif

Minggu, 14 Desember 2025 | 18:24

Salurkan 5 Ribu Sembako, Ketua MPR: Intinya Fokus Membantu Masyarakat

Minggu, 14 Desember 2025 | 18:07

Uang Rp5,25 Miliar Dipakai Bupati Lamteng Ardito untuk Lunasi Utang Kampanye Baru Temuan Awal

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:34

Thailand Berlakukan Jam Malam Imbas Konflik Perbatasan Kamboja

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:10

Teknokrat dalam Jerat Patronase

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:09

BNI Dukung Sean Gelael Awali Musim Balap 2026 di Asian Le Mans Series

Minggu, 14 Desember 2025 | 16:12

Prabowo Berharap Listrik di Lokasi Bencana Sumatera Pulih dalam Seminggu

Minggu, 14 Desember 2025 | 16:10

Selengkapnya