Berita

Sekda DKI Jakarta Uus Kuswanto dan istri. (Foto: PID DKI Jakarta)

Publika

Sekda Baru dan Pertaruhan Masa Depan Jakarta

SELASA, 02 DESEMBER 2025 | 00:33 WIB | OLEH: AGUNG NUGROHO*

PERGANTIAN Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta sering dianggap urusan administratif, namun kali ini konteksnya lebih besar. Dengan dilantiknya Uus Kuswanto, arah pembangunan Jakarta berpotensi berubah. Bukan hanya tata kotanya, tetapi juga nasib manusianya. 

Di posisi inilah fondasi kebijakan gubernur dan wakil gubernur diterjemahkan menjadi program nyata atau justru kandas dalam birokrasi.

Jakarta memang terlihat berhasil dalam sejumlah indikator makro. IPM 2025 naik menjadi 85,05, terbaik di Indonesia. Kemiskinan turun ke 4,28 persen dan pengangguran bergerak turun ke 6,05 persen. 


Tetapi angka-angka ini menyimpan paradoks. Stunting masih bertahan di 17,2 persen, balita underweight justru naik menjadi 14,9 persen, dan Kepulauan Seribu tertinggal jauh dengan IPM hanya 76,69. Itu artinya Jakarta maju, tetapi kemajuan itu tidak menjangkau semua warganya.

Di titik inilah peran Sekda menjadi krusial. Jakarta sudah punya cukup banyak proyek fisik yang memukau, tapi pembangunan manusianya tertinggal beberapa langkah. 

APBD raksasa sering diarahkan untuk proyek-proyek yang terlihat, sementara gizi anak, sanitasi, kualitas pendidikan, dan perlindungan sosial berjalan tanpa konsistensi. 

Perubahan orientasi hanya mungkin jika Sekda mampu menahan godaan politik proyek dan memastikan anggaran benar-benar menguatkan manusia, bukan sekadar mempercantik kota.

Uus perlu memastikan setiap rupiah anggaran bekerja untuk peningkatan mutu pendidikan, kesehatan dasar, dan keberpihakan pada kelompok rentan. Intervensi kemiskinan harus berbasis data yang akurat hingga tingkat RT, bukan prosedur rapat. 

Pelatihan vokasi mesti diarahkan kepada pengangguran struktural, bukan sekadar memenuhi kalender kegiatan. UMKM harus disambungkan dengan rantai industri, bukan hanya diberi lapak bazar. Tanpa koordinasi lintas dinas yang kuat, kemiskinan kota hanya akan berpindah lokasi tanpa pernah benar-benar turun.

Ironi terbesar Jakarta adalah tingginya pendapatan per kapita yang tidak sebanding dengan kualitas gizi anak. Stunting yang bertahan di atas 17 persen menampar logika ibu kota modern. 

Ini bukan soal Dinas Kesehatan semata. Gizi memerlukan dukungan sanitasi, lingkungan sehat, ketahanan pangan, PAUD yang memadai, hingga ruang keluarga yang layak. Semua bergerak bersama atau semuanya gagal bersama. Dan hanya Sekda yang punya kewenangan untuk menyeragamkan tempo itu.

Pengalaman Uus sebagai Wali Kota Jakarta Barat memberi petunjuk penting. Ia berhasil menurunkan kemiskinan di wilayah padat dan kompleks itu, dari 4,09 menjadi 3,94 persen. 

Capaian kecil di atas kertas, tetapi di lapangan membutuhkan ketegasan, pemahaman sosial, dan konsistensi kebijakan. Modal ini relevan ketika Jakarta menuntut Sekda yang memahami kampung kota, rumah susun, serta kesenjangan pulau-pulau kecil yang jauh dari pusat layanan.

Arah pembangunan Jakarta lima tahun ke depan akan banyak ditentukan oleh ruang kerja Sekda. Keberhasilan Uus tidak akan dihitung dari panjang trotoar, megahnya halte, atau banyaknya proyek fisik yang selesai. 

Ukuran sebenarnya justru pada hal yang paling jarang disorot: apakah stunting turun signifikan, apakah kesenjangan wilayah mengecil, apakah keluarga miskin mendapatkan akses layanan publik yang layak, dan apakah pengangguran bisa ditekan secara stabil.

Jakarta telah berinvestasi besar pada kota. Kini saatnya berinvestasi besar pada manusianya. Sekda baru menjadi poros penentu apakah investasi itu sungguh terjadi, atau Jakarta kembali merayakan beton sambil membiarkan sebagian warganya tertinggal dalam diam.

*Penulis adalah Direktur Jakarta Institute.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

UPDATE

Denny Indrayana Ingatkan Konsekuensi Putusan MKMK dalam Kasus Arsul Sani

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:30

HAPPI Dorong Regulasi Sempadan Pantai Naik Jadi PP

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:22

Pembentukan Raperda Penyelenggaraan Pasar Libatkan Masyarakat

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:04

Ijazah Asli Jokowi Sama seperti Postingan Dian Sandi

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:38

Inovasi Jadi Kunci Hadapi Masalah Narkoba

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:12

DPR: Jangan Kasih Ruang Pelaku Ujaran Kebencian!

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:06

Korban Meninggal Banjir Sumatera Jadi 1.030 Jiwa, 206 Hilang

Senin, 15 Desember 2025 | 23:34

Bencana Sumatera, Telaah Konstitusi dan Sustainability

Senin, 15 Desember 2025 | 23:34

PB HMI Tegaskan Putusan PTUN terkait Suhartoyo Wajib Ditaati

Senin, 15 Desember 2025 | 23:10

Yaqut Cholil Masih Saja Diagendakan Diperiksa KPK

Senin, 15 Desember 2025 | 23:07

Selengkapnya