Berita

Cover buku 'Bahaya Neoliberalisme'. (Foto: Dokumentasi Penulis)

Resensi

Neoliberalisme dan Ketamakan

KAMIS, 27 NOVEMBER 2025 | 04:25 WIB

JUDUL buku asli: Bahaya Neoliberalisme.
Penulis: Revrisond Baswir.
ISBN: 9786028479684.
Penerbit: Pustaka Pelajar, Jogjalarta.
Kertas: HVS.
Tahun: 2016.

Tahun: 2016.
Sampul: Softcover.
Harga: Rp40.000,-

Aku belum selesai masak air saat bel rumah berdentang. Terlihat tukang pos mengantar kiriman. Seminggu lalu memang kami pesan buku. Dan, betul: tukang pos itu mengantarkan buku.

Ini satu dari puluhan buku keren karya guru Revrisond Baswir yang sedang kami koleksi. Dalam rangka menyusun undang-undang sistem perekonomian nasional, buku bertema neoliberalisme dan ekonomi pasar harus kami tumpuk dan pelajari kembali. Tentu agar perekonomian kita tak jatuh pada ekonomi bagi si kaya dan serakah.

Sekali lagi, buku ini menceritakan kembali bahwa kita mengalami penjajahan. Belum merdeka 100 persen. Bahkan baru post-kolonial semu. Rentetannya hanya ganti pemain: dari kolonialis jadi konglomeratis, lalu jadi mafiatis, lalu jadi oligarkis dan kini jadi pasukan serakah dan lamis-bengis.

Padahal, penjajahan adalah hal yang harus dihapuskan karena jadi penyebab dari: 1) Kehilangan kedaulatan. Ya, dalam sejarahnya, penjajahan selalu menghilangkan kedaulatan negara, pemerintah dan warganya sehingga mereka bodoh dan tidak dapat membuat keputusan sendiri (kehilangan masa depan);

2) Kehilangan sumber daya alam dan manusia (SDA dan SDM). Penjajahan selalu menyebabkan eksploitasi sumber daya alam, manusia dan ekonomi suatu negara, sehingga tidak dapat memanfaatkan sumber daya mereka sendiri (kehilangan masa kini);

3) Kehilangan kultur yang hidup dan mentradisi. Penjajahan selalu menyebabkan hilangnya budaya dan identitas suatu negara, karena mereka dipaksa untuk mengadopsi budaya, ilmu, agama, teknologi dari penjajah (kehilangan masa lalu);

4) Banjirnya kekerasan dan penindasan. Penjajahan selalu menyebabkan kekerasan dan penindasan bahkan pembunuhan massal terhadap negara yang dijajah (kehilangan jati diri).

Buku ini menawarkan antitesanya, bahkan kontra skemanya. Terdiri dari sepuluh bab (h.ix), dengan sangat rinci penulis mencandra neoliberal dan membuat lawan tandingnya. Terlihat penulis begitu ahli dalam tema dan anti temanya.

Tetapi, bagi banyak ekonom dan hit-man, neoliberalisme itu bikin gentar. Jiwanya bikin gemetar. Tubuhnya bikin tubuh ekonom pecundang, mekar. Semua auranya seperti halilintar: menerkam elite istana sampai jadi kerupuk gendar.

Kehadiran komunitas neoliberalis yang serakah, anti moral, anti kemanusiaan terus mengguncang nusantara. Kisahnya mengubah republik gotong-royong menjadi negara gotong-nyolong; dari kesentosaan ke pengutilan; dari kebijaksanaan ke penyolongan; dari kewarasan publik ke kegilaan epistemik.

Ini adalah tesis serius terhadap sistem warisan yang bertradisi KKN dan super menjijikkan. Temuan kehancuran moral, intelektual, spiritual dan sosial yang memicu banjir kebiadaban umum serta memaksa kita semua mengakui kejahatan dan keserakahannya, sambil mengabsenkan tegaknya hukum.

Di negara post-kolonial yang karut marut dan anti konstitusi mestinya kita harus merujuk ke ekonom Keynes (1883-1946) yang berfatwa, "selama masih ada pengangguran, selama itu pula campur tangan negara dalam perekonomian tetap dibenarkan".

Juga fatwa Hatta (1902-1980), "selama masih banyak kebodohan, pengangguran dan kemiskinan maka negara wajib jadi panitia kesejahteraan dan kesentosaan warganya".

Dengan sikap membuat negara membela warganya maka suatu saat kelak, kita adalah pertanyaan dan pernyataan yang indah sehingga tidak akan pernah hilang dari sejarah.

Tentu agar para pewaris tau caranya melawan dan berdaulat. Agar kita tidak mentradisikan dan mewariskan ketamakan. Inilah arti penting hadirnya buku ini ke haribaan republik pancasila. Semoga.

Yudhie Haryono 
CEO Nusantara Centre


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya