Berita

Doktoral Hukum Universitas Islam Sultan Agung, Yudhi Hertanto. (Foto: Dok. Pribadi)

Publika

Jejak Keadilan di Belantara Fintech

JUMAT, 21 NOVEMBER 2025 | 18:20 WIB

KLIK! Sekarang hanya butuh upload dan selfie dengan KTP lalu algoritma bekerja, dalam durasi yang singkat dana segar masuk di rekening, pinjaman online.

Berbekal ponsel, kini semua pihak dijangkau literasi inklusi keuangan digital, sebagaimana kampanye industri financial technology -fintech. Kemajuan modern ini sekaligus menampilkan berbagai kerentanan.

Bahkan di antara peristiwa tersebut berujung pada tragedi. Nasabah yang tidak tahan menghadapi penagihan niretika berakhir dengan mengakhiri hidup. Bentuk teror tidak manusiawi tersebut, adalah sisi gelap, dari mekanisme ruang kerja algoritma yang berubah menjadi ancaman.


Korban jelas bukan sekedar angka statistik, tetapi memberikan pertanda bahwa ada kebutuhan regulasi dengan paradigma baru yang relevan dengan kontekstualisasi zaman. Relasi ekosistem fintech sebagai moda baru pinjam-meminjam digital perlu dipahami dalam bingkai kreditor -lender maupun debitur -borrower pada sebuah ekosistem peer to peer lending.

Termasuk skema batas interest majemuk yang fantastis di atas pasar, sering dimaknai timpang hanya sebagai kesepakatan perjanjian perdata. Pinjol yang diubah dalam eufemisme sebagai pindar bahkan fintech menyisakan berbagai kisah pilu yang dialami stakeholder-nya.

Sengketa bahkan kesedihan dari pemberi dana yang kehilangan uang di platform, hingga nasabah yang dipermalukan karena data pribadinya tersebar ke berbagai kontak, mesin algoritma memang bekerja tanpa etika.

Platform fintech ditempatkan sebagai perantara yang mempertemukan pemberi dan penerima pinjaman, dengan begitu maka risiko gagal bayar adalah risiko bisnis murni yang dibebaskan dari pertanggungjawaban penyedia transaksi digital.

Padahal dalam realitas, logikanya platform melakukan credit scoring yang dijadikan sebagai acuan dalam melakukan seleksi debitur serta penetapan bunga, perlu dipertanyakan kualitas scoring yang dilakukan agar tidak cuci tangan, ini baru dari sisi pemberi pinjaman -lender.

Regulasi gagal memberi perlindungan preventif memadai. Terlihat peran negara pasif menunggu pengaduan publik, membiarkan pasar bekerja dengan sendirinya, padahal ada situasi yang dimaknai sebagai kegagalan pasar -market failure, ketika terdapat informasi asimetris ekstrem (Tjandra, 2020).

Kondisi tersebut seolah ditampilkan melalui keterpaksaan “gelap”, baik dari sisi peminjam maupun pemberi dana untuk masuk ke dalam transaksi algoritma. Pemangku kekuasaan seakan menjadi sekedar penjaga malam – nachtwakerstaat.

Kehadiran UU 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dan POJK 22/2023 merupakan upaya negara untuk mengambil kendali, dengan menerapkan prinsip Vicarious Liability -tanggung jawab principal, dengan begitu fintech tidak bisa lepas tangan bila debt collector melakukan teror (Putra & Kurniawan, 2025).

Sejenis dengan situasi bila platform terindikasi sengaja berbuat curang dari pemberi pinjaman, kini regulator dapat menjangkau korporasi dan bukan sekedar pion lapangan.

Problem terbesar dari rendahnya literasi keuangan publik mengenai fintech adalah tentang kontrak digital. Format perjanjian dengan disodori Terms & Conditions yang rumit, Panjang dan berhuruf kecil, berkonsekuensi logis pada pilihan klik setuju, atau tidak dapat pinjaman.

Sesungguhnya hal tersebut merupakan distorsi dari asas kebebasan berkontrak. Berdasarkan Herlien Budiono (2019) dalam kajian hukum perjanjian diutamakan asas keseimbangan, dimana posisi tawar setara. Pada kasus fintech, terjadi ketimpangan antara penguasa teknologi dan pihak yang membutuhkan uang, hukum harus berperan mengintervensi bagi kepentingan semua pihak.

Tidak sesederhana itu memang, namun perlu terdapat upaya perlindungan bagi semua. Fintech adalah bentuk kemajuan era digital, sementara publik awam baik sebagai peminjam maupun pemberi pinjaman, tidak boleh menjadi korban karena keterbatasan pengetahuan hukum mengenai konsekuensi pinjam-meminjam daring alih-alih karena klik setuju tanpa memahami.

Muara Keadilan

Persoalan pindar kerap kali terjadi di tengah masyarakat, tidak mungkin mengandalkan semata jalur litigasi karena durasi proses dan biaya yang tidak sedikit, serta belum tentu memuaskan.

Beberapa hal penting dalam penyelesaian sengketa ini diantaranya, (i) peningkatan literasi publik tentang fintech, (ii) penguatan regulasi dan penertiban fintech nakal, (iii) penegakan hukum yang berkeadilan secara bermartabat.

Dukungan bagi optimalisasi fitur Online Dispute Resolution (ODR), LAPS SJK sebagai opsi mediasi jarak jauh yang murah serta efisien (Keumala et al., 2025), menjadi terobosan krusial, meski masih terbatas ketika terjadi pada wilayah yurisdiksi lintas batas (cross-border).

Kemajuan digital adalah kepastian yang tidak dapat ditolak, sehingga fintech menjadi keniscayaan dengan manfaat ekonomi, namun perlu diregulasi dengan tali kekang hukum agar tidak liar merusak pekarangan rumah.

Peran hukum adalah menutup celah terjadinya kerusakan, sembari memberi peluang bagi inovasi. Digitalisasi pada semua sektor kehidupan tidak semata soal algoritma biner tetapi tentang penghargaan pada hak kepentingan manusia sebagai yang utama. Manusiawi!

Doktoral Hukum Universitas Islam Sultan Agung

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Berjuang Bawa Bantuan Bencana

Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

UPDATE

12 Orang Tewas dalam Serangan Teroris di Pantai Bondi Australia

Minggu, 14 Desember 2025 | 19:39

Gereja Terdampak Bencana Harus Segera Diperbaiki Jelang Natal

Minggu, 14 Desember 2025 | 19:16

Ida Fauziyah Ajak Relawan Bangkit Berdaya Amalkan Empat Pilar Kebangsaan

Minggu, 14 Desember 2025 | 19:07

Menkop Ferry: Koperasi Membuat Potensi Ekonomi Kalteng Lebih Adil dan Inklusif

Minggu, 14 Desember 2025 | 18:24

Salurkan 5 Ribu Sembako, Ketua MPR: Intinya Fokus Membantu Masyarakat

Minggu, 14 Desember 2025 | 18:07

Uang Rp5,25 Miliar Dipakai Bupati Lamteng Ardito untuk Lunasi Utang Kampanye Baru Temuan Awal

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:34

Thailand Berlakukan Jam Malam Imbas Konflik Perbatasan Kamboja

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:10

Teknokrat dalam Jerat Patronase

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:09

BNI Dukung Sean Gelael Awali Musim Balap 2026 di Asian Le Mans Series

Minggu, 14 Desember 2025 | 16:12

Prabowo Berharap Listrik di Lokasi Bencana Sumatera Pulih dalam Seminggu

Minggu, 14 Desember 2025 | 16:10

Selengkapnya