Berita

Ilustrasi Rupiah (Foto: RMOL/Reni Erina)

Bisnis

Rupiah Terancam Kehilangan Fungsi Akibat Kaum Kaya Simpan Aset dalam Dolar AS

SENIN, 10 NOVEMBER 2025 | 09:01 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Pelemahan nilai tukar Rupiah belakangan ini dinilai jauh lebih serius daripada sekadar fluktuasi pasar harian. Kekhawatiran utama muncul dari pergeseran perilaku masyarakat berpendapatan tinggi di Indonesia yang semakin memilih menyimpan kekayaan mereka dalam Dolar AS (USD) dan mata uang asing lainnya.

Ekonom FEB Unhas, Muhammad Syarkawi Rauf, mengatakan, fenomena ini, yang disebut sudah merembet dari portofolio investasi hingga ke gaya hidup sosial (seperti arisan sosialita dalam Dolar AS), dapat membuat Rupiah perlahan kehilangan tiga fungsi utamanya, yaitu sebagai alat tukar (medium of exchange), penyimpan nilai (store of value), dan satuan hitung (unit of account).

Syarkawi menyoroti kecenderungan kalangan kaya menyimpan aset dalam Euro, Dolar Singapura, dan Dolar AS sebagai gejala currency substitution (penggantian mata uang). Jika dibiarkan, gejala ini dapat berkembang menjadi dollarisasi suatu kondisi yang pernah dialami oleh negara-negara seperti Zimbabwe dan Argentina.


“Dollarisasi akan membuat monetary policy tidak efektif karena penggunaan Dolar AS yang besar,” tegas Syarkawi, dalam pernyataan yang dikutip redaksi di Jakarta, Senin 10 November 2025.

Apabila Dolar AS semakin dominan digunakan untuk transaksi dan simpanan, ruang gerak kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) akan menjadi sangat sempit. BI akan kesulitan mengendalikan perekonomian karena pasar uang didominasi oleh mata uang asing.

Dalam pandangan Syarkawi, kondisi ini menempatkan Rupiah pada status sebagai weakest currency in the world. Status mata uang yang lemah ini berdampak langsung pada tingginya currency risk premium (premi risiko mata uang) Rupiah terhadap Dolar AS.

Konsekuensinya, agar aset dalam Rupiah tetap menarik bagi investor, aset tersebut harus menawarkan imbal hasil (yield) yang jauh lebih besar. Sementara untuk jangka panjang, tingginya premi risiko membuat pembiayaan dalam negeri menjadi lebih mahal dibandingkan negara-negara dengan risiko mata uang yang lebih rendah.

Fenomena ini juga menimbulkan money illusion (ilusi uang) di mana masyarakat merasa kaya karena nominal Rupiah yang tinggi di atas kertas, padahal daya beli yang sesungguhnya rendah. Inilah alasan mengapa aset Rupiah memiliki yiel  tinggi namun harganya rendah di mata investor.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya