Berita

Presiden ke-2 RI Soeharto. (Foto: Dokumentasi ANTARA)

Politik

Gelar Pahlawan Soeharto Sama Saja Amnesti Kejahatan Masa Lalu

RABU, 05 NOVEMBER 2025 | 19:53 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai bahwa usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai bentuk upaya pemutihan dose orde baru (Orba).

Perwakilan koalisi sekaligus Direktur Eksekutif De Jure, Bhatara Ibnu Reza menilai usulan pemberian gelar tersebut bukanlah hal baru, namun mendapatkan momentum pada masa pemerintahan Prabowo Subianto. 

"Kali ini pemerintahan saat ini dengan usulan yang sangat keji dan jelas mencoba untuk menghapus sejarah itu," kata Bhatara dalam diskusi publik di Jakarta, Rabu, 5 November 2025.


Menurutnya, selama 32 tahun berkuasa, Soeharto melakukan pelanggaran hukum, dan melakukan tindak pidana korupsi. 

Bahkan, lanjut Bhatara, negara sendiri telah mengakui adanya masalah itu melalui TAP MPR yang menyinggung praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di era Orde Baru

"Tetapi sudah ada keputusan TAP MPR berkaitan dengan KKN Suharto. Nah ini sudah artinya negara mengakui bahwa ada permasalahan selama 32 tahun pemerintahan (Soeharto)," jelasnya. 

Bhatara menilai, pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto sama artinya dengan memberikan amnesti terhadap kejahatan negara di masa lalu. 

Padahal, kata dia, banyak kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi selama masa pemerintahan Soeharto. 

“Apakah ini bukan suatu impunitas Apakah rekonsiliasi ini tidak lebih dari sebenarnya sebuah amnesti yang tidak resmi,” ujarnya.

Dirinya menilai, pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto merupakan bentuk kontradiksi. Ia menegaskan, Soeharto merupakan bagian dari negara sekaligus presiden, sehingga tidak logis apabila negara memaafkan dirinya sendiri atas pelanggaran yang dilakukan terhadap rakyat.

"Hanya orang gila atau orang yang secara logika hukum cacat ketika negara melakukan pelanggaran Kemudian memaafkan dirinya sendiri terhadap pelanggaran yang dilakukan terhadap warga negaranya," pungkasnya.


Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya