Berita

Hilma Fanniar Rohman. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Publika

Membangun Harapan dari Ekonomi yang Berkeadaban

RABU, 22 OKTOBER 2025 | 05:59 WIB

DALAM percakapan sehari-hari, banyak orang kini mulai lelah mendengar kabar ekonomi: harga naik, daya beli menurun, utang menumpuk, dan pekerjaan terasa semakin sulit dicari. Namun di balik semua itu, ada sesuatu yang lebih penting dari sekadar angka-angka makro: harapan. Ekonomi yang sejatinya hidup bukan hanya di grafik pertumbuhan, tetapi di napas kehidupan masyarakat yang merasakan manfaatnya.

Indonesia sedang berada di titik penting. Kita tidak lagi bisa mengukur kemajuan hanya dengan besaran investasi atau tingkat konsumsi. Ekonomi yang berkeadaban menuntut keadilan sosial, keberlanjutan lingkungan, dan empati antarmanusia sebagai fondasi.

Pertumbuhan yang tidak menumbuhkan rasa kemanusiaan pada dasarnya hanyalah ilusi kemajuan. Di sinilah pentingnya menata ulang cara kita memandang ekonomi bukan sekadar sebagai alat mencari untung, melainkan ruang untuk berbagi keberkahan dan keberlanjutan hidup bersama.


Beberapa tahun terakhir, kita melihat geliat ekonomi rakyat mulai bangkit dengan cara-cara baru. UMKM yang memanfaatkan teknologi digital tumbuh cepat, komunitas lokal menghidupkan kembali koperasi, dan banyak anak muda mulai membangun bisnis berbasis nilai, bukan semata keuntungan. Gerakan seperti ini menunjukkan bahwa ekonomi bisa menjadi sarana memulihkan kepercayaan diri bangsa selama kita tetap menempatkan manusia di pusatnya.

Namun, membangun ekonomi berkeadaban tidak bisa diserahkan pada pasar semata. Negara harus hadir sebagai penata arah, bukan sekadar pengatur statistik. Kebijakan publik yang berpihak pada produktivitas rakyat, perlindungan sosial yang kuat, serta distribusi peluang yang adil akan menentukan seberapa dalam akar kemakmuran bisa tumbuh. Kita membutuhkan sistem ekonomi yang tidak hanya efisien, tetapi juga manusiawi.

Keadaban ekonomi juga berarti menumbuhkan tanggung jawab moral dalam setiap transaksi. Seorang pengusaha yang membayar upah layak, seorang konsumen yang memilih produk etis, hingga pejabat publik yang menolak suap semuanya adalah bagian dari ekosistem ekonomi yang sehat. Ketika nilai-nilai integritas dan kepedulian menjadi kebiasaan kolektif, maka ekonomi akan tumbuh dengan fondasi yang jauh lebih kokoh daripada sekadar modal finansial.

Kita pun perlu melihat kembali makna kesejahteraan. Dalam masyarakat yang terlalu sibuk mengejar pertumbuhan, sering kali kita lupa bahwa kesejahteraan tidak diukur dari seberapa tinggi gedung yang kita bangun, tapi dari seberapa tenteram hati orang yang tinggal di bawahnya. Pendidikan yang merata, layanan kesehatan yang terjangkau, lingkungan yang bersih, dan kesempatan yang setara adalah wajah nyata dari ekonomi yang berpihak pada kehidupan.

Menumbuhkan ekonomi berkeadaban memang tidak mudah. Dibutuhkan keberanian untuk menolak jalan pintas dan komitmen untuk menumbuhkan etika publik yang kuat. Tapi di sanalah letak keindahannya: bahwa kemajuan sejati bukan hanya tentang bagaimana kita mempercepat pertumbuhan, melainkan bagaimana kita menumbuhkan martabat.

Pada akhirnya, ekonomi yang baik bukan yang membuat segelintir orang berkuasa, tetapi yang memberi ruang bagi semua orang untuk hidup dengan layak. Dari pasar tradisional di pelosok desa hingga pusat keuangan di ibu kota, setiap denyut aktivitas ekonomi seharusnya membawa satu pesan sederhana: kemakmuran tanpa keadaban adalah kesia-siaan.

Hilma Fanniar Rohman
Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (PSKP) Universitas Ahmad Dahlan
 

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya