Berita

Mantan Presiden Joko Widodo di depan kereta cepat. (Foto: PT KAI)

Politik

Proyek Kereta Cepat Whoosh Warisan Jokowi Terbukti Membebani Negara

SELASA, 21 OKTOBER 2025 | 13:10 WIB | LAPORAN: AHMAD ALFIAN

 Polemik seputar penolakan Menteri Keuangan Purbaya Yudha Sadewa untuk membayar utang proyek kereta cepat Whoosh merupakan konsekuensi dari pengambilan keputusan yang sarat kepentingan politik di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Masalah keuangan itu efek dari inti proses pengambilan keputusan yang sangat penuh dengan relasi kuasa,” ujar Pengamat Kebijakan Publik, Sulfikar Amir, lewat kanal Youtube Abrahan Samad, Selasa, 21 Oktober 2025.

Ia menilai, sejak awal banyak pihak telah memperingatkan dan mengkritik proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, namun semua suara tersebut diabaikan. 


“Tapi proyek ini terus berjalan, dipaksakan, lalu sekarang beroperasi dan secara finansial dia rugi terus,” ujarnya.

Menurut Professor of Science, Technology, and Society Sociology Programme, School of Social Sciences Nanyang Technological University (NTU), Singapura itu, kondisi tersebut menimbulkan dua pertanyaan mendasar, mengapa proyek ini tetap dilaksanakan dan siapa yang paling bertanggung jawab terhadapnya.

Ia menyoroti pula aspek ketidakadilan yang muncul dari proyek tersebut yakni ketimpangan manfaat antarwilayah. 
“Duit yang keluar begitu besar hanya untuk melayani jalur penumpang dari Jakarta?"Bandung. Ini sangat tidak adil buat masyarakat di daerah lain yang butuh sarana transportasi yang sama,” tegasnya.

Kedua, dampaknya terhadap layanan kereta lain yang dikelola PT KAI. Ketika ini dipaksakan untuk terus dicover oleh PT KAI, akhirnya menggerogoti layanan di sektor lain, misalnya KRL atau jalur antar kota.

Sulfikar menilai, proyek ini sejak awal disetujui tanpa perhitungan yang matang. Ia menilai keputusan untuk memaksakan proyek kereta cepat mencerminkan gaya kepemimpinan Jokowi yang mengutamakan kehendak pribadi dibanding kajian teknokratis. 

“Ini yang hilang ketika sosok Jokowi masuk dan menganggap dia punya ide yang sangat berlian. Dia merasa bisa mengubah Indonesia dengan membawa teknologi dari Cina. Tapi ketika diberitahu bahwa proyek ini tidak layak, biayanya terlalu tinggi, dan ada alternatif lain, dia tidak peduli,” ujar Sulfikar.

“Dia menggunakan kekuasaannya, akhirnya menghasilkan keputusan yang sekarang membebani negara dan punya dampak terhadap banyak warga Indonesia,” pungkasnya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Hukum Bisa Direkayasa tapi Alam Tak Pernah Bohong

Sabtu, 06 Desember 2025 | 22:06

Presiden Prabowo Gelar Ratas Percepatan Pemulihan Bencana Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 22:04

Pesantren Ekologi Al-Mizan Tanam 1.000 Pohon Lawan Banjir hingga Cuaca Ekstrem

Sabtu, 06 Desember 2025 | 21:58

Taiwan Tuduh China Gelar Operasi Militer di LCS

Sabtu, 06 Desember 2025 | 21:52

ASG-PIK2 Salurkan Permodalan Rp21,4 Miliar untuk 214 Koperasi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 21:41

Aksi Bersama Bangun Ribuan Meter Jembatan Diganjar Penghargaan Sasaka

Sabtu, 06 Desember 2025 | 21:29

Dua Jembatan Bailey Dipasang, Medan–Banda Aceh akan Terhubung Kembali

Sabtu, 06 Desember 2025 | 21:29

Saling Buka Rahasia, Konflik Elite PBNU Sulit Dipulihkan

Sabtu, 06 Desember 2025 | 20:48

Isu 1,6 Juta Hektare Hutan Riau Fitnah Politik terhadap Zulhas

Sabtu, 06 Desember 2025 | 20:29

Kemensos Dirikan Dapur Produksi 164 Ribu Porsi Makanan di Tiga WIlayah Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 19:55

Selengkapnya