Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung. (Foto: RMOL/Ahmad Alfian)
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung menanggapi keresahan para pedagang kecil yang sebelumnya mendeklarasikan penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda) KTR.
"Raperda tanpa rokok itu yang paling penting tidak boleh mengganggu UMKM,” tegas Pramono lewat keterangan resminya, Rabu, 1 Oktober 2025.
Dia menegaskan, Raperda KTR hanya membatasi kegiatan terkait rokok dan produk tembakau di area-area tertentu, bukan melarang aktivitas jual beli.
“Misalnya, kalau ada tempat karaoke ya di karaokenya yang enggak boleh, tetapi orang berjualan di sana ya enggak boleh dilarang,” ujar Pramono.
Polemik pasal-pasal pelarangan Raperda KTR mengundang aksi demonstrasi. Gelombang penolakan terus datang dari kalangan kecil-menengah, yang khawatir keberlangsungan usahanya terancam bila aturan larangan penjualan rokok benar-benar diberlakukan.
Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI Perjuangan, Jhonny Simanjuntak, mengonfirmasi pihaknya menerima langsung aspirasi dari Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) dan Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara).
"Saya menyadari sebagai wakil rakyat harus responsif terkait keluhan dan aspirasi teman-teman pedagang kaki lima. Memang justifikasi teman-teman atas Raperda KTR ini adalah PP 28. Faktanya PP ini tidak jalan, karena peraturan harus sesuai dengan kondisi masyarakat di lapangan," terang Jhonny.
Ketua APKLI Ali Mahsun menilai aturan ini melenceng dari spirit awal KTR. Ia bahkan mengingatkan pesan Gubernur DKI agar kebijakan tidak menekan UMKM.
"Kalau sampai disahkan di Paripurna akan bertentangan dengan keberpihakan Bapak Prabowo Subianto pada rakyat. Ada 1,1 juta pedagang dan UMKM yang merasakan dampak luar biasa," sebut Ali Mahsun.
Senada, Ketua Komunitas Warteg Nusantara (KOWANTARA), Mukroni, menekankan Raperda KTR yang dipaksakan dengan larangan-larangan penjualan ini bisa semakin membebani usaha rakyat kecil. Saat ini jumlah outlet warteg di Jabodetabek ada 50.000, yang mana separuhnya ada di Jakarta.
"Jika Raperda KTR yang memberatkan ini tetap diloloskan, akan membuat logistik perut rakyat kecil makin tipis karena selama ini warteg biasanya diakses buruh, pekerja, rakyat kecil," tandas Mukroni.