Berita

Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (Foto: RMOL/Faisal Aristama)

Publika

Paradoks Pendidikan Anggota DPR

OLEH: SELAMAT GINTING*
SENIN, 22 SEPTEMBER 2025 | 04:01 WIB

PEMILU Legislatif 2024 menghasilkan 575 kursi DPR. Pertanyaan mendasar: sejauh mana para wakil rakyat ini memiliki kapasitas intelektual untuk menjalankan fungsi utama mereka, yaitu menyusun undang-undang yang adil dan berpihak pada rakyat?

Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), latar belakang pendidikan anggota DPR menunjukkan keragaman, tetapi juga menyisakan sejumlah catatan serius. 

Tercatat sebanyak 63 orang (10,85 persen) hanya berpendidikan SMA, tiga orang (0,52 persen) lulusan D3, 155 orang (26,72 persen) bergelar S1, 119 orang (20,52 persen) lulusan S2, dan 29 orang (5 persen) bergelar doktor. 


Di balik itu ada yang mengkhawatirkan, karena sebanyak 211 orang (36,38 persen) tidak mencantumkan latar belakang pendidikan saat mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Transparansi Buram

Dalam demokrasi yang sehat, keterbukaan informasi menjadi prasyarat utama. Ketika lebih dari sepertiga anggota DPR tidak mencantumkan pendidikan terakhirnya, publik kehilangan akses terhadap informasi dasar yang seharusnya dapat digunakan untuk menilai kapasitas calon legislatif. Hal ini mencerminkan buruknya tata kelola pendaftaran dan lemahnya kewajiban transparansi dalam proses pemilu kita.

Mengapa data ini penting? Tentu saja, karena pendidikan bukan sekadar formalitas. Melainkan merupakan indikator awal dari kemampuan seorang legislator untuk memahami isu-isu publik yang kompleks, membaca dokumen hukum yang teknis, serta merumuskan regulasi yang berkualitas.

Legitimasi Tanpa Kapasitas

Sistem pemilu kita menganut asas keterwakilan. Siapa pun yang dipilih oleh rakyat, sah untuk duduk di parlemen. Akan tetapi, sah secara prosedural tidak serta merta menjamin kualitas substantif. Di sinilah muncul paradoks demokrasi elektoral: keterpilihan tidak otomatis berarti kapabel.

Undang-undang adalah produk intelektual. Ia disusun melalui proses panjang yang membutuhkan analisis mendalam, pemahaman sistem hukum, serta kepekaan terhadap dampaknya bagi masyarakat. Maka dari itu, DPR bukan sekadar lembaga politik, tetapi juga lembaga intelektual.

Ketika sebagian anggota DPR berpendidikan rendah atau tidak memiliki latar belakang pendidikan yang jelas, ada kekhawatiran bahwa mereka akan menjadi legislator pasif -- hanya mengikuti arahan partai tanpa partisipasi kritis. Ini akan memperlemah fungsi legislatif secara keseluruhan, menjadikan DPR sebagai stempel politik belaka.

Harapan dari Pendidikan Tinggi

Meski begitu, tidak semua kabar buruk. Lebih dari 52 persen anggota DPR terpilih adalah lulusan pendidikan tinggi (S1 ke atas), dengan sekitar 25 persen di antaranya bergelar magister dan doktor. Ini menjadi harapan tersendiri bahwa masih ada potensi kecakapan teknokratik dalam tubuh parlemen.

Namun, perlu diingat: gelar akademik bukan jaminan mutlak integritas atau kepedulian sosial. Kualitas legislasi tidak hanya ditentukan oleh pendidikan formal, tetapi juga oleh kepekaan politik, pengalaman hidup, dan keberpihakan terhadap rakyat kecil.

Urgensi Reformasi Politik

Dari fenomena ini, ada beberapa catatan kebijakan yang mendesak:

1. Kewajiban Transparansi Pendidikan
KPU harus menetapkan aturan wajib melaporkan dan memverifikasi latar belakang pendidikan setiap calon legislatif. Data ini harus terbuka untuk publik.

2. Penguatan Peran Tenaga Ahli di DPR
Bagi anggota DPR dengan latar pendidikan yang terbatas, negara harus menjamin keberadaan staf ahli yang kompeten agar proses legislasi tetap berjalan berkualitas.

3. Pendidikan Politik Publik
Masyarakat perlu didorong untuk tidak memilih berdasarkan popularitas semata, tetapi juga memperhatikan kompetensi dan rekam jejak calon.

4. Evaluasi Rekrutmen Partai Politik
Partai politik sebagai pabrik pencetak kader harus lebih selektif dalam merekrut calon legislatif, bukan hanya berdasarkan logistik, tetapi juga kapasitas dan integritas.

Penutup

Demokrasi Indonesia sedang mengalami ujian kualitas. Di tengah euforia elektoral, kita tidak boleh lupa bahwa DPR bukan sekadar simbol keterwakilan, tetapi juga tulang punggung negara hukum. Kita butuh parlemen yang tidak hanya dekat dengan rakyat, tetapi juga cakap dalam merumuskan masa depan bangsa.

Sebagai warga negara, kita berhak menuntut lebih dari sekadar legitimasi formal. Kita berhak atas legislator yang memahami isi konstitusi, bukan hanya cara memenangkan pemilu. Karena pada akhirnya, kualitas hidup kita—mulai dari harga beras hingga hak asasi—ditentukan oleh kualitas undang-undang yang mereka buat.

*Penulis adalah Pengamat Politik Universitas Nasional



Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya