Berita

Gedung DPRD DKI Jakarta. (Foto: Dokumentasi RMOL)

Publika

Tunjangan Perumahan DPRD DKI Rp70,4 juta Masih Aman

OLEH: TONY ROSYID*
SABTU, 06 SEPTEMBER 2025 | 05:13 WIB

DPR RI diprotes, lantaran memberikan tunjangan perumahan. Berapa besarannya? Rp50 juta perbulan. Besar sekali. Apalagi di tengah krisi ekonomi saat ini. Pakai joget-joget lagi. 

Rakyat kesal. Protes, lalu jarah rumah anggota DPR. Khususnya anggota DPR yang omongannya nggak enak didengar. Tapi, anggota DPR yang joget-joget itu, aman.

Tapi, anda mesti juga tahu. Tunjangan perumahan anggota DPR RI, kalah besar dengan anggota DPRD DKI Jakarta. Tunjangan perumahan anggota DPRD DKI itu Rp70,4 jita per bulan. Khusus pimpinan, 78,8 juta per bulan. Besaran mana? DPR RI atau DPRD DKI.


Modal kecil, tunjangan rumahnya lebih besar. Enak ya... Padahal mereka sama-sama hidup di Jakarta.

Tahun 2015, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menaikkan tunjangan DPRD DKI dari Rp15 juta menjadi Rp30 juta. Seratus persen. 

Tahun berikutnya yaitu 2016, Ahok menaikkan lagi tunjangan perumhan untuk DPRD Jakarta dari Rp30 juta menjadi Rp60 juta. Seratus persen lagi. 

Pada 2017 Ahok kalah Pilgub Jakarta dan digantikan Anies Baswedan. Jeda sebentar masa Djarot Saiful Hidayat, lalu dijabat Saefullah hanya semalam sebelum digantikan Anies Baswedan. 

Di masa Anies Baswedan sejak tahun 2017, tidak ada lagi dana kenaikan tunjangan perumahan untuk DPRD Jakarta. Hingga tahun 2022, di ujung jabatannya, Anies menaikkannya dari Rp60 juta jadi Rp70 juta. Naik 17 persen setelah lima tahun.

Sebenarnya, rakyat marah kepada DPR RI itu karena tunjangan perumahan, atau karena omongan DPR yang nggak enak? Atau karena joget-jogetnya? Ini pertanyaan ringan, tapi jawabannya akan membawa konsekuensi yang serius.

Kalau marah karena omongan dan joget-jogetnya anggota DPR, ini emosional. Ini tidak substantif dan tidak menyelesaikan masalah. 

Tapi, kalau marahnya karena DPR tidak peka terhadap rakyat yang sedang kelaparan dengan memberi dan menaikkan tunjangan perumahan seenaknya, ini baru substantif. Protes yang substantif dapat memicu perubahan yang rasional.

Kemarahan atas sesuatu yang substansial mesti membuka ruang evaluasi terhadap seluruh anggaran untuk DPR plus kinerjanya. Termasuk anggaran tujuh kali reses, anggaran untuk rapat, anggaran sah dan tidak sah, juga kinerja anggota DPR. Semua mesti dievaluasi. Tidak hanya berhenti di tunjungan perumahan. 

Yang harus dipahami oleh rakyat, bahwa ukuran ketidak-pekaan bukan hanya pada kenaikan tunjangan perumahan, banyak peredaran uang di DPR yang jauh lebih menunjukkan ketidak-pekaan dari sekedar tunjungan perumahan. Tunjungan perumahan itu kecil saja dibanding pendapatan anggota DPR lainnya. Pendapatan legal maupun ilegal. Pendapatan halal maupun haram. 

Soal pendapatan haram ini sudah pernah dibuka oleh Zulfikar Arse Sadikin, seorang anggota DPR RI dari Fraksi Golkar. Dia bilang: "sulit cari uang halal sebagai anggota DPR" (12 Agustus 2025). Kenapa terhadap masalah pokok dan fundamental seperti yang dikatakan Zulfikar ini, rakyat relatif cuek dan tidak serius merespons? 

Mestinya fokus rakyat itu bukan di joget-jogetnya dan narasi anggota DPR. Tapi lebih ke seluruh praktik penganggaran dan semua permaiannya di DPR. Ini lebih substantif, teridentifikasi secara komprehensif, kemudian dibongkar dan menjadi protes kolektif dalam demo.

Kalau protesnya substantif, kenapa kemarahan rakyat hanya kepada DPR RI saja? Kenapa tidak juga ke DPRD DKI yang angkanya lebih besar? Ini juga jadi pertanyaan serius.  Bukankah tunjangan perumhan anggota DPRD DKI paling besar diantara anggota legislatif di seluruh Indonesia?

Pimpinan DPR RI berjanji akan membatalkan kenaikan tunjangan perumahan yang nilainya Rp50 juta. Sementara tunjuang perumahan DPRD DKI Rp70,4 juta, aman dan tenang-tenang saja.

*Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa




Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Pakar Tawarkan Framework Komunikasi Pemerintah soal Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:32

Gotong Royong Perbaiki Jembatan

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:12

UU Perampasan Aset jadi Formula Penghitungan Kerugian Ekologis

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:58

Peresmian KRI Prabu Siliwangi-321 Wujudkan Modernisasi Alutsista

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:39

IPB University Gandeng Musim Mas Lakukan Perbaikan Infrastruktur

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:14

Merger Energi Fusi Perusahaan Donald Trump Libatkan Investor NIHI Rote

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:52

Sidang Parlemen Turki Ricuh saat Bahas Anggaran Negara

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:30

Tunjuk Uang Sitaan

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:14

Ini Pesan SBY Buat Pemerintah soal Rehabilitasi Daerah Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:55

Meneguhkan Kembali Jati Diri Prajurit Penjaga Ibukota

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:30

Selengkapnya