Berita

Founder Malleum Iustitiae Institute, Efatha Filomeno Borromeu Duarte. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Politik

Media Arus Utama Jangan jadi Kompor Perpecahan TNI-Polri

JUMAT, 05 SEPTEMBER 2025 | 06:47 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Media arus utama sebaiknya tidak memainkan peran sebagai “kompor” yang justru merusak kohesi nasional pasca-insiden demonstrasi ricuh di Jakarta, terutama terkait hubungan TNI-Polri.

Hal itu disampaikan Dosen Ilmu Politik Universitas Udayana sekaligus Founder Malleum Iustitiae Institute, Efatha Filomeno Borromeu Duarte dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Jumat, 5 September 2025.

“Insiden kesalahpahaman antara personel TNI dan Polri itu, misalnya hanyalah peristiwa minor (non-event) yang sudah selesai secara damai di lapangan. Namun, pemberitaan dan narasi provokatif di ruang digital membuat situasi terkesan membesar,” kata Efatha.


Lanjut dia, secara faktual, yang terjadi adalah jabat tangan damai atas kesalahpahaman. Tetapi dalam logika post truth, fakta objektif kalah oleh narasi emosional. 

“Ketika media justru ikut menyebarkan fiksi konflik, maka mereka berperan sebagai kompor yang merusak soliditas TNI-Polri,” jelasnya.

Efatha menegaskan, fakta di lapangan justru menunjukkan soliditas dan kebersamaan TNI-Polri. 

"Setelah insiden, anggota TNI ikut berjaga di kantor polisi yang sempat dirusak massa untuk memastikan situasi kondusif. Ribuan demonstran yang bergerak ke Mako Brimob Polda Metro Jaya di Kwitang juga dihadapi secara tertib oleh aparat gabungan TNI-Polri. Selain itu, patroli bersama antara kedua institusi juga digelar untuk menegaskan kesatuan komando dan kebersamaan dalam menjaga keamanan ibu kota," ungkap dia. 

Meski demikian, Efatha mengingatkan perlunya kontrol rantai komando yang jelas agar tidak menimbulkan bias dan persepsi adanya “matahari kembar” di lapangan. 

“TNI-Polri harus tetap berjalan dalam garis komando yang solid dan jelas, agar tidak membuka ruang bagi pihak-pihak yang ingin memelintir fakta menjadi konflik,” ujarnya.

Efatha juga menyoroti adanya perang informasi asimetris, di mana aktor non-negara dapat menyebarkan disinformasi lebih cepat daripada klarifikasi resmi institusi negara. 

"Kondisi ini membuat framing negatif terlanjur tertanam sebelum fakta sampai ke publik," tandasnya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya