Berita

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, dalam konferensi pers bertajuk Menjamin Hak Publik atas Beras Berkualitas dan Terjangkau. (Foto: Humas Ombudsman RI)

Politik

Harga Beras Mahal Akibat Tata Kelola Buruk

RABU, 03 SEPTEMBER 2025 | 18:26 WIB | LAPORAN: AHMAD ALFIAN

Kenaikan harga beras yang terjadi belakangan ini bukan disebabkan oleh kekurangan stok, melainkan karena tata kelola perberasan yang tidak optimal. Untuk itu Ombudsman RI memberikan sejumlah catatan kepada pemerintah untuk segera memperbaiki tata kelola perberasan nasional.

Hal tersebut disampaikan Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, dalam konferensi pers bertajuk “Menjamin Hak Publik atas Beras Berkualitas dan Terjangkau”, Rabu, 3 September 2025, di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan.

Sejak Agustus 2025, Ombudsman melakukan pemantauan di Karawang, Pasar Induk Beras Cipinang, 137 ritel tradisional di 25 provinsi dan ritel modern di Jabodetabek. Hasil pemantauan menunjukkan pasokan gabah ke penggilingan padi menurun, sementara dari 35 ritel modern yang dipantau di wilayah Jabodetabek, 8 di antaranya tidak memiliki stok beras untuk dijual. 


Harga beras premium tercatat mulai Rp14.700 per kilogram hingga Rp32.400 per kilogram, sedangkan beras non-premium dijual Rp21.000?"Rp37.500 per kilogram. Beras operasi pasar SPHP tersedia di harga Rp12.500 per kilogram, namun kualitas dan mutunya kerap dikeluhkan masyarakat.

“Ombudsman juga mencatat kondisi cadangan beras pemerintah yang mengkhawatirkan. Dari total stok Bulog 3,9 juta ton, terdapat lebih dari 1,2 juta ton beras berumur lebih dari enam bulan. Kondisi ini berpotensi menimbulkan disposal hingga 300 ribu ton dengan taksiran kasar kerugian negara sekitar Rp4 triliun,” ungkap Yeka.

Adapun realisasi penyaluran SPHP baru mencapai 302 ribu ton atau 20 persen dari target 1,5 juta ton, dengan rata-rata distribusi harian hanya 2.392 ton. Jauh di bawah kebutuhan harian sekitar 86.700 ton.

Yeka juga menyoroti realisasi bantuan pangan baru 360 ribu ton atau sekitar 98,62 persen, lebih rendah dibandingkan tahun 2024. Menurutnya, baik SPHP maupun bantuan pangan belum mampu menekan harga beras yang secara umum masih di atas HET. 

Ombudsman menilai kondisi tersebut memperbesar biaya pengelolaan di Bulog, mulai dari pengadaan gabah any quality, penyimpanan stok hingga 4 juta ton, serta penyaluran cadangan beras pemerintah yang rendah. Total taksiran kasar potensi kerugian negara akibat tata kelola perberasan tersebut diperkirakan mencapai Rp3 triliun.

Menurut Yeka, kondisi tersebut membuka ruang terjadinya maladministrasi. Potensi maladministrasi yang menonjol meliputi risiko disposal stok cadangan beras pemerintah, penyaluran SPHP yang tidak berkualitas, keterbatasan ketersediaan beras di ritel modern, harga beras yang tetap di atas HET, serta potensi penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan cadangan beras pemerintah. 

“Publik kini menghadapi situasi harga mahal, kualitas rendah, dan distribusi terbatas. Jika ini dibiarkan, akan meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara pangan,” ujarnya.

Ombudsman pun memberikan catatan kepada pemerintah agar segera memperkuat operasi pasar SPHP dengan jaminan kualitas, mendorong Satgas Pangan mengevaluasi distribusi, memberikan iklim usaha yang nyaman dan melibatkan pelaku usaha secara transparan. Ombudsman mendorong pemerintah memastikan bantuan pangan untuk masyarakat miskin disalurkan hingga Desember 2025. 

“Karena ada potensi potensi kerugian negara, maka sebaiknya Presiden Republik Indonesia menugaskan BPKP melakukan evaluasi menyeluruh agar tata kelola pangan lebih akuntabel dan pembagian peran antarinstansi menjadi lebih jelas. Ombudsman akan melakukan investigasi lebih lanjut terkait tata kelola cadangan beras pemerintah yang ada saat ini” jelasnya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya