Riset penerimaan negara. (Foto: Dokumentasi Celios)
Penerapan pajak progresif dinilai berpotensi menambah pundi-pundi penerimaan negara hingga Rp524 triliun per tahun.
Perhitungan tersebut disampaikan Direktur Kebijakan Fiskal Center of Economics and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar pada Selasa, 12 Agustus 2025.
Ia memaparkan 10 instrumen pajak dan dua instrumen kebijakan yang diusulkan, di antaranya pajak kekayaan, pajak karbon, hingga penurunan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 8 persen.
“Ada banyak sekali komponen pajak alternatif, yang kemudian kita coba elaborasi, hitung satu persatu, sebagian menggunakan data baseline dari standar internasional, kemudian kita estimasi dan kita jumlahkan pajak alternatif ini,” kata Media.
Celios memproyeksikan potensi penerimaan negara dari hasil memajaki orang kaya di Indonesia dapat mencapai Rp81,6 triliun.
Ia pun menjelaskan, untuk pajak kekayaan, Celios menggunakan asumsi tarif 2 persen dari total 16 jenis kekayaan milik 50 orang terkaya di Indonesia, dengan kekayaan terendah Rp15 triliun dan rata-rata Rp159 triliun. Hasilnya, hanya dari kelompok ini saja potensi penerimaan bisa mencapai Rp81 triliun.
"Dan kalau kita lihat data terakhir, kalau tidak salah ada sekitar hampir 2.000 orang super kaya di Indonesia, potensi ini jauh lebih besar dari yang kami estimasi saat ini,” jelas Media.
Selanjutnya pajak karbon, mengacu pada Global Carbon Budget Report 2023 rata-rata emisi akibat penggunaan lahan di Indonesia selama 2013-2022 sebesar 930 juta ton per tahun. Mengacu dari data tersebut, dengan tarif 5 Dolar AS per tCO2e dan kurs Rp16.421 per dolar AS, maka potensi yang dihasilkan dari pajak karbon mencapai Rp76,36 triliun.
Selanjutnya ia juga merinci pajak produksi batu bara dengan potensi Rp66,5 triliun, pajak windfall profit sektor ekstraktif Rp50 triliun, serta pajak penghilangan keanekaragaman hayati Rp48,6 triliun.
Kemudian, pajak digital diperkirakan menyumbang Rp29,5 triliun, kenaikan tarif pajak warisan Rp20 triliun, pajak capital gain Rp7 triliun, pajak kepemilikan rumah ketiga Rp4,7 triliun, dan cukai minuman berpemanis dalam kemasan Rp3,9 triliun.
Sementara dua kebijakan tambahan yang diusulkan adalah penghapusan insentif pajak pro konglomerat dengan potensi penerimaan Rp137,4 triliun, serta penurunan tarif PPN menjadi 8 persen yang justru diperkirakan tetap memberikan tambahan penerimaan bersih Rp1 triliun per tahun.
Adapun terkait penghapusan insentif pajak untuk konglomerat, Celios menilai kebijakan yang selama ini memberi pengecualian, penangguhan, hingga pembebasan pajak kepada korporasi besar, tidak memiliki justifikasi manfaat ekonomi yang jelas bagi publik.
Celios juga memproyeksikan, penurunan PPN ke 8 persen dapat mendongkrak konsumsi masyarakat 0,74 persen, meningkatkan PDB sebesar Rp133,65 triliun, dan memperkuat penerimaan pajak bersih.